MANUSIA DAN KEBUDAYAAN
Manusia dan kebudayaan merupukan dua
hal yang sangat erat terkait satu sama lain. Dalam pembahasan awal mata kuliah
IBD kita sudah bicarakan bahwa kedua hal tersebut merupakan dasar bagi
pembahasan materi-materi selanjutnya. Dalam uraian ini kita akan mencoba
membahas tentang pengertian-pengertian dasar tentang manusia dan kebudayaan.
Uraian ini dimaksudkan untuk memberikan dasar yang lebih kuat untuk pembahasan
tentang materi IBD.
Budaya
tercipta atau terwujud merupakan hasil dari interaksi antara manusia dengan
segala isi yang ada di alam raya ini. Manusia di ciptakan oleh tuhan dengan
dibekali oleh akal pikiran sehingga mampu untuk berkarya di muka bumi ini dan
secara hakikatnya menjadi khalifah di muka bumi ini. Disamping itu manusia juga memiliki akal,
intelegensia, intuisi, perasaan, emosi, kemauan, fantasi dan perilaku.Dengan
semua kemampuan yang dimiliki oleh manusia maka manusia bisa menciptakan
kebudayaan. Ada hubungan dialektika antara manusia dan kebudayaan. Kebudayaan
adalah produk manusia, namun manusia itu sendiri adalah produk kebudayaan.
Dengan kata lain, kebudayaan ada karena manusia yang menciptakannya dan manusia dapat hidup ditengah kebudayaan yang
diciptakannya. Kebudayaan akan terus hidup manakala ada manusia sebagai
pendudukungnya Manusia.
2.1. MANUSIA
A. Unsur-unsur
Yang Membangun Manusia
Dalam
ilmu eksakta, manusia dipandang sebagai kumpulan dari partikel-partikel atom
yang membentuk jaringan-jaringan sistem yang dimiliki oleh manusia (ilmu
kimia), manusia merupakan kumpulan dari berbagai sistem fisik yang saling
terkait satu sama lain dan merupakan kumpulan dari energi (ilmu fisika),
manusia merupakan makhluk biologisyang tergolong dalam golongan makhluk mamalia
(biologi). Dalam ilmu-ilmu sosial manusia merupakan makhluk yang ingin memperoleh
keuntungan atau selalu memperhitungkan setiap kegiatan, sering disebut homo
economicus (ilmu ekonomi), manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat
berdiri sendiri (sosiologi), makhluk yang selalu ingin mempunyai kekuasaan
(politik) makhluk yang berbudaya, sering disebut homo-humanus (filsafat), dan
lain sebagainya.
Unsur-unsur
yang membangun manusia :
Jika
kita berbicara tentang manusia, pasti akan menjadi perbicaraan yag sangat
panjang dan tidak berujung, karena ciptaan Tuhan yang sangat sempurna ini
terdapat banyak sekali hal yang dapat dijadikan bahan perbicaraan. Sebenarnya
ada banyak sekali unsur-unsur yang membangun manusia, namun dari sekian banyak
unsur-unsur itu, di sederhanakan menjadi 2 klasifikasi, yaitu unsur jasmani dan
unsur rohani.
Unsur
jasmani adalah semua hal yang berhubungan dengan kebutuhan fisik manusia,
seperti makan, minum, dan lain-lain. yang jika tidak di penuhi maka akan
berakibat buruk bagi manusia itu. Sedangkan unsur rohani adalah semua hal yang
berhubungan dengan kebutuhan rohani, atau hati manusia. Seperti agama atau
keyakinan, ketenangan hati, rasa aman, rasa bahagia dan lain-lain. Ada dua
pandangan yang akan kita jadikan acuan untuk menjelaskan tentang unsur-unsur
yang membangun manusia
1)
Manusia terdiri dari empat unsur terkait, yaitu
a.
Jasad : badan kasar manusia yang nampak pada luarnya, dapat diraba dan difoto
dan menempati ruang dan waktu.
b.
Hayat : mengandung unsur hidup, yang ditandai dengan gerak.
c. Ruh : bimbingan dan pimpinan Tuhan, daya yang bekerja secara spiritual dan
memahami kebenaran, suatu kemampuan mencipta yang bersifat konseptual yang
menjadi pusat lahirnya kebudayaan.
d.
Nafs : diri atau keakuan, yaitu kesadaran tentang diri sendiri.
2)
Manusia sebagai satu kepribadian mengandung tiga unsur, yaitu :
a.
Id, yang merupakan struktur kepribadian yang paling primitif dan paling tidak
tampak merupakan libido murni, atau energi psikis yang menunjukkan ciri alami
yang irrasional dan terkait dengan sex, yang secara instingtual menentukan
proses-proses ketidaksadaran (unconcious). Terkurung dari realitas dan pengaruh
sosial, Id diatur oleh prinsip kesenangan, mencari kepuasan instingsual
libidinal yang harus dipenuhi baik secara langsung melalui pengalaman seksual,
atau tidak langsung melalui mimpi atau khayalan. Proses pemenuhan kepuasan yang
disebutkan terakhir yang dilakukan secara tidak langsung disebut sebagai proses
primer. Obyek yang nyata dari pemuasan kebutuhan langsung dalam prinsip
kesenangan ditentukan oleh tahap psikoseksual dari perkembangan individual.
b.
Ego, merupakan bagian atau struktur kepribadian yang pertama kali dibedakan
dari Id, seringkali disebut sebagai kepribadian “eksekutif” karena peranannya
dalam menghubungkan energi Id ke dalam saluran sosial yang dapat dimengerti
oleh orang lain. Perkembangan ego terjadi antara usia satu dan dua tahun, pada
saat anak secara nyata berhubungan dengan lingkungannya. Ego diatur oleh
prinsip realitas. Ego sadar akan tuntunan lingkungan luar, dan mengatur tingkah
laku sehingga dorongan instingtual Iddapat dipuaskan dengan cara yang dapat
diterima. Pencapaian obyek-obyek khusus untuk mengurangi energi libidinal dengan
cara yang dalam lingkungan sosial dapat diterima disebut sebagai proses
sekunder.
c.
Superego, merupakan struktur kepribadian yang paling akhir, muncul kira-kira
pada usia lima tahun. Dibandingkan dengan Id dan Ego, yang berkembang secara
internal dalam diri individu, superego terbentuk dari lingkungan eksternal.
Jadi superego merupakan kesatuan standar-standar moral yang diterima oleh ego
dari sejumlah agen yang mempunyai otoritas di dalam lingkungan luar diri,
biasanya merupakan asimilasi dari pandangan-pandangan orang tua. Baik aspek
negatif maupun positif dari standar moral tingkah laku ini diwakilkan atau
ditunjukkan oleh superego. Kode moral positif disebut ego ideal, suatu
perwakilan dari tingkah laku yang tepat
bagi individu untuk dilakukan. Kesadaran membentuk aspek negatif dari superego,
dan menentukan hal-hal mana yang termasuk dalam kategori tabu, yang mengatur
bahwa penyimpangan dari aturan tersebut akan menyebabkan dikenakannya sangsi.
Superego dan Id berada dalam kondisi konflik langsung, dan ego menjadi penengah
atau mediator. Jadi superego menunjukkan pola aturan yang dalam derajat
tertentu menghasilkan kontrol diri melalui sistem imbalan dan hukuman yang
terinternalisasi.
Dari
uraian di atas dapat mengkaji aspek tindakan manusia dengan analisa hubungan
antara tindakan dan unsur-unsur manusia. Seringkali, misalnya orang yang senang
terhadap penyimpangan terhadap nilai-nilai masyarakat dapat diidentifikasi
bahwa orang tersebut lebih dikendalikan oleh Id dibanding superegonya, atau
serigkali ada kelainan yang terjadi pada manusia, misalnya orang yang berparas
buruk dan bertubuh pendek berani tampil ke muka umum, dapat diterangkan dengan
mengacu pada unsur nafs (kesadaran diri) yang dimiliki oleh manusia. Kesemua
unsur tersebut dapat digunakan sebagai alat analisa bagi tingkah laku manusia.
2.2. HAKEKAT MANUSIA
a.
Makhluk ciptaan Tuhan yang terdiri dari tubuh dan jiwa sebagai satu kesatuan
yang utuh.
Tubuh merupakan materi yang dapat
dilihat, diraba, dirasa, wujudnya konkrit tetapi tidak abadi. Jika manusia itu
meninggal, tubuhnya akan hancur dan lenyap. Jika terdapat didalam tubuh, tidak
dapat dilihat, tidak dapat diraba, sifatnya abstrak tetapi abadi. Jika manusia
meninggal, jiwa lepas dari tubuh dan kembali ke asalnya yaitu Tuhan, dan jiwa
tidak mengalami kehancuran. Jiwa adalah roh yang ada di dalam tubuh manusia
sbagai penggerak dan sumber kehidupan.
b.
Makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna, jika dibandingkan dengan makhluk
lainnya.
Kesempurnaannya terletak pada adab
dan budayanya, karena manusia dilengkapi oleh penciptanya dengan akal,
perasaan, dan kehendak yang terdapat didalam jiwa manusia. Dengan akal (ratio)
manusia mampu menciptakan ilmu pengetahuan dan teknologi. Adanya nilai baik dan
buruk , mengharuskan manusia mampu mempertimbangkannya., menilai dan
berkehendak menciptakan kebenaran, keindahan, kenaikan dan sebaliknya.
Selanjutnya dengan adanya perasaan, manusia mampu menciptakan kesenian. Daya
rasa (perasaan) dalam diri manusia itu ada dua macam, yaitu perasaan inderawi dan
perasaan rohani. Perasaan inderawi adalah rangsangan jasmani melalui
pancaindra, tingkatnya rendah dan terdapat pada manusia atau binatang. Perasaan
rohani adalah perasaan luhur yang hanya terdapat pada manusia, misalnya:
•
Perasaan intelektual, yaitu perasaan yang berkenaan dengan pengetahuan.
Seseorang merasa senang atau puas apabila ia dapat mengetahui sesuatu,
sebaliknya tidak senang atau tidak puas apabila ia tidak berhasil mengetahui
sesuatu.
•
Perasaaan estetis, perasaan yang berkenaan dengan keindahan. Seseorang merasa
senang apabila ia melihat atau mendengar sesuatu yang indah, sebaliknya timbul
perasaan kesal apabila tidak indah.
•
Perasaan etis, perasaan yang berkenaan dengan kebaikan. Seseorang merasa senang
apabila sesuatu itu baik, sebaliknya perasaan benci apabila sesuatu itu jahat.
•
Perasaan diri, perasaan yang berkenaan dengan harga diri karena ada kelebihan
dari yang lain. Apabila seseorang memiliki kelebihan pada dirinya, ia merasa
tinggi, angkuh, dan sombong. Sebaliknya, apabila ada kekurangan pada dirinya ia
merasa rendah diri (minder)
•
Perasaan sosial, perasaan yang berkenaan dengan kelompok atau hidup
bermasyarakat, ikut merasakan kehidupan orang lain. Apabila orang berhasil ia
ikut senang, apabila orang gagal atau memperoleh musibah, ia ikut sedih.
•
Perasaan religius, perasaan yang berkenaan dengan agama dan kepercayaan.
Seseorang merasa tentram jiwanya apabila ia tawakal kepada Tuhan, yaitu
mematuhi segala perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.
c.
Makhluk biokultural, yaitu makhluk hayati yang budayawi.
Manusia adalah produk dari saling
tindak atau interaksi faktor-faktor hayati dan budayawi. Sebagai makhluk
hayati, manusia dapat dipelajari dari segi-segi anatomi, fisiologi atau faal,
biokimia, psikobiologi, patologi, genetika, biodemografi, evolusi biologisnya,
dan sebagianya. Sebagai makhluk budayawi manusi dapat dipelajari dari segi-segi
kemasyarakatan, kekerabatan, psikologi sosial, kesenian, ekonomi, perkakas,
bahasa, dan sebagainya.
d.
Makhluk ciptaan Tuhan yang terikat dengan lingkungan (ekologi), mempunyai
kualitas dan martabat karena kemampuan bekerja dan berkarya.
Soren Kienkegaard seorang filsuf
Denmark pelopor ajaran “eksistensialisme” memandang manusia dalam konteks
kehiduppan konkrit adalah makhluk alamiah yang terikat dengan lingkungannya
(ekologi) , memiliki sifat-sifat alamiah dan tunduk pada hukum alamiah pula.
Hidup manusia mempunyai tiga taraf,
yaitu estetis, etis, dan religius. Dengan kehidupan estetis, manusia mampu
menangkap dunia sekitarnya sebagai dunia yang mengagumkan dan mengungkapkan
kembali (karya) dalam lukisan, tarian, nyanyian yang indah. Dengan etis,
manusia meingkatkan kehidupan estetis ke dalam tingkatan manusiawi dalam
bentuk-bentuk keputusan bebas dan dipertanggungjawabkan. Dengan kehidupan religius,
manusia menghayati pertemuannya dengan Tuhan.
Semakin dekat seseorang dengan
Tuhan, semakin dekat pula ia menuju kesempurnaan dan semakin jauh ia dilepaskan
dari rasa kekhawatiran. Semakin dalam penghayatan terhadap Tuhan, semakin
bermakna pula kehidupannya dan akan terungkap pula kenyataan manusia individual
atau kenyataan manusia subyektif yang memiliki harkat dan martabat yang tinggi.
2.3. KEPRIBADIAN BANGSA
TIMUR
Francis L.K Hsu, sarjana Amerika
keturunan Cina yang mengkombinasikan dalam dalam dirinya keahlian di dalam ilmu
antropologi, ilmu psikologi, ilmu filsafat dan kesusastraan cina klasik. Ilmu
psikologi yang memang berasal dan timbul dalam masyarakat Barat, dimana konsep
individu itu mengambil tempat yang amat penting. Biasanya menganalisis jiwa
manusia dengan terlampaui banyak menekan kepada pembatasan konsep individu
sebagai kesatuan analisis tersendiri.
Sampai sekarang, ilmu psikologi di
negara-negara Barat itu terutama mengembangkan konsep-konsep dan teori-teori
mengenai aneka warna isi jiwa, serta metode-metode dan alat-alat untuk
menganalisis dan mengukur secara detail variasi isi jiwa individu itu.
Sebaliknya, ilmu itu masih kurang mengembangkan konsep-konsep yang dapat
menganalisis jaringan berkait antara jiwa individu dan lingkungan sosial
budayanya.
Untuk menghindari pendekatan terhadap
jiwa manusia itu, hanya sebagai subyek yang terkandung dlam batas individu yang
terisolasi, maka Hsu telah mengembangkan suatu konsepsi, bahwa dalam jiwa
manusia sebagai makhluk sosial budaya itu mengandung delapan daerah yang
seolah-olah seperti lingkaran-lingkaran konsentris sekitar diri pribadi.
Nomor 7 dan nomor 6 disebut daerah tak
sadar dan sub sadar. Kedua lingkaran itu berada di daerah pedalaman dari alam
jiwa individu dan terdiri dari bahan pikiran dan gagasan yang telah terdesak ke
dalam, sehingga tidak disadari lagi oleh individu yang bersangkutan. Bahan
pemikiran dan gagasan tadi sering tidak utuh lagi, beberapa bagian sudah hilang
terlupakan, dan unsur-unsurnya ibarat isi impian sudah tidak lagi tersusun
menurut logika yang biasa dianut manusia dalam hidupnya sehari-hari. Individu
yang bersangkutan sudah lupa akan unsur-unsur pikiran dan gagasan tersebut,
tetapi dalam keadaan tertentu unsur-unsur itu bisa meledak keluar lagi dan
mengganggu kebiasaan hidup sehari-harinya. Daerah pedalaman dan jiwa manusia
sudah banyak diteliti dan dianalisis oleh para ahli psikioanalisis seperti
sigmun freud dan pengikut-pengikutnya.
Nomor 5 disebut kesadaran yang tak
dinyatakan (unexpressed conscious). Lingkaran it terdiri dari pikiran-pikiran
dan gagasan-gagasan yang disadari oleh si individu yang bersangkutan,tetapi
disimpannya saja di dalam alam jiwanya sendiri dan tak dinyatakan kepada
siapapun juga dalam lingkungannya. Hal itu disebabkan ada kemungkinan, bahwa :
a)
Ia takut salah dan takut dimarahi orang apabila ia menyatakannya, atau karena
ia punya maksud jahat.
b)
Ia sungkan menyatakannya, atau karena belum yakin bahwa ia akan mendapat
respons dan pengertian yang baik dari sesamanya, atau takut bahwa walaupun
diberi respons, respons itu sebenarnya tak diberikkan dengan hati yang ikhlas
atau juga karena ia takut ditolak mentah-mentah.
c)
Ia malu karena taku ditertawakan, atau karena ada perasaan bersalah yang
mendalam.
d)
Ia tidak bisa menemukan kata-kata atau perumusan yang cocok untuk menyatakan
gagasan yang bersangkutan tadi kepada sesamanya.
Nomor 4 disebut kesadaran yang
dinyatakan (expressed conscious). Lingkaran ini di dalam alam jiwa manusia
mengandung pikiran-pikiran, gagasan-gagasan, dan perasaan-perasaan yang dapat
dinyatakan secara terbuka oleh si individu kepada sesamanya, yang dengan mudah
diterima dan dijawab oleh sesamanya. Simpati, kemarahan, kebencian, rasa puas,
rasa senang, kegembiraan, rasa terimakasih, konsep-konsep tentang tata cara
hidup sehari-hari, peraturan-peraturan, sopan santun, dan sebagainya yang
dikenal semua orang, menjadi bahan aktivitas berpikir dan pencetusan emosi
manusia dari waktu ke waktu.
Nomor 3 disebut lingkaran hubungan
karib, mengandung konsepsi tentang orang-orang, binatang-binatang, atau
benda-benda yang oleh si individu diajak bergaul secara mesra dan karib, yang
bisa dipakai sebagai tempat berlindung dan tempat mencurahkan isi hati apabila
ia sedang terkena tekanan batin atau dikejar-kejar oleh kesedihan dan oleh
masalah-masalah hidup yang menyulitkan. Orangtua, saudara kandung, kerabat
dekat, sahabat karib, biasanya merupakan penghuni penting dari daerah nomor 3
dalam alam pikiran manusia ini, yang kecuali tokoh-tokoh manusia sering juga
ditempati oleh pikiran-pikiran, dan perasaan-perasaan terhadap binatang
kesayangan, benda kesayangan, benda pusaka, dan juga oleh hal-hal, ide-ide atau
ideologi-ideologi yang dapat menjadi sasaran rasa kebaktian penuh dari jiwanya,
seperti Tuhan bagi kita, roh nenek moyang bagi orang beriligi animis, ideologi
komunis bagi orang komunis dan sebagainya.
Nomor 2 disebut lingkungan hubungan
berguna, tidak lagi ditandai oleh sikap sayang dan mesra, melainkan ditentukan
oleh fungsi kegunaan dari orang, binatang atau benda-benda itu bagi dirinya.
Bagi seorang murid, guru berada didaerah lingkungan 2 dari alam pikirannya;
bagi seorang pedagang, para pembelinya ada di situ; bagi seorang tukang cukur,
langganannyalah berada di situ dan sebagainya. Kecuali manusia, juga banyak
benda dan alat kehidupan sehari-hari yang dipergunakan manusia secara otomatis,
tanpa banyak mengeluarkan perasaan, kecakapan atau tenaga, berada juga di
daerah lingkaran nomor 2 itu. Contoh dari benda-benda yang terletak pada
lingkaran itu adalah pakaian harian, alat-alat makan, perabot rumah tangga,
uang dan sebagainya.
Nomor 1 disebut lingkaran hubungan jauh,
terdiri dari pikiran dan sikap dalam alam jiwa manusia tentang manusia,
benda-benda, alat-alat, pengetahuan dan adat yang ada dalam kebudayaan dan
masyarakat sendiri, tetapi yang jarang sekali mempunyai arti dan pengaruh
langsung terhadap kehidupan sehari-hari. Bagi petani Jawa di desa-desa Jawa
Tengah, pandangan mereka tentang kota Jakarta mungkin terletak dalam daerah
lingkaran ini, bagi seorang mandor jalan di Jawa Timur, pandangannya tentang
komputer IBM 1130 dari Departemen PUTL di Jakarta terletak dalam daerah
lingkaran ini. Mungkin orang-orang tadi akan kagum apabila mereka mendengar
mengenai hal-hal tersebut, tetapi sesudah itu tidak ada kelanjutan lebih jauh
dari kekaguman tadi karena bagi hal-hal tersebut di atas tak ada tempat dan
fungsi langsung dalam kehidupan mereka.
Nomor 0 disebut lingkungan dunia luar,
terdiri dari pikiran-pikiran dan anggapan-anggapan yang hampir sama dengan pikiran
yang terletak dalam lingkungan nomor 1, hanya bedanya terdiri dari
pikiran-pikiran dan anggapan-anggapan tentang orang dan hal yang terletak di
luar masyarakat dan negara Indonesia, dan ditanggapi oleh individu bersangkutan
dengan sikap masa bodoh.
2.4. PENGERTIAN KEBUDAYAAN
A. 7 Unsur
Kebudayaan Universal
Kata kebudayaan berasal dari
kata budh dalam bahasa Sansekerta yang berarti akal, kemudian menjadi kata
budhi (tunggal) atau budhaya (majemuk), sehingga kebudayaan diartikan sebagai
hasil pemikiran atau akal manusia. Ada pendapat yang mengatakan bahwa
kebudayaan berasal dari kata budi dan daya. Budi adalah akal yang merupakan
unsure rohani dalam kebudayaan, sedangkan daya berarti perbuatan atau ikhtiar
sebagai unsure jasmani sehingga kebudayaan diartikan sebagai hasil dari akal
dan ikhtiar manusia.
Kebudayaan=cultuur (bahasa
belanda)=culture (bahasa inggris)=tsaqafah (bahasa arab), berasal dari
perkataan latin : “colere” yang artinya mengolah, mengerjakan, menyuburkan dan
mengembangkan, terutama mengolah tanah atau bertani. Dari segi arti ini
berkembanglah arti culture sebagai “segala daya dan aktivitas manusia untuk
mengolah dan mengubah alam”.
Dalam disiplin ilmu antropologi
budaya, kebudayaan dan budaya itu diartikan sama (Koentjaraningrat, 1980:195).
Namun dalam IBD dibedakan antara budaya dan kebudayaan, karena IBD berbicara
tentang dunia idea tau nilai, bukan hasil fisiknya. Secara sederhana pengertian
kebudayaan dan budaya dalam IBD mengacu pada pengertian sebagai berikut :
1. Kebudayaan dalam arti luas, adalah keseluruhan sistem
gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat
yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar.
2. Kebudayaan dalam arti sempit dapat disebut dengan
istilah budaya atau sering disebut kultur yang mengandung pengertian keseluruhan
sistem gagasan dan tindakan.
Kebudayaan ataupun yang disebut
peradaban, mengandung pengertian luas, meliputi pemahaman perasaan suatu bangsa
yang kompleks, meliputi pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hokum,
adat-istiadat (kebiasaan), dan pembawaan lainnya yang diperoleh dari anggota
masyarakat (Taylor, 1897:19).
Kebudayaan terdiri atas
berbagai pola, bertingkah laku mantap, pikiran, perasaan dan reaksi yang
diperoleh dan terutama diturunkan oleh symbol-simbol yang menyusun
pencapaiannya secara tersendiri dari kelompok-kelompok manusia, termasuk di
dalamnya perwujudan benda-benda materi, pusat esensi kebudayaan terdiri atas
tradisi cita-cita atau paham, dan terutama keterikatan terhadap nilai-nilai.
Ketentuan-ketentuan ahli kebudayaan itu sudah bersifat universal, dapat
diterima oleh pendapat umum meskipun dalam praktek, arti kebudayaan menurut
pendapat umum ialah suatu yang berharga atau baik (Bakker, 1984:21).
1. Ki Hajar Dewantara
Kebudayaan menurut Ki Hajar Dewantara berarti buah budi
manusia adalah hasil perjuangan manusia terhadap dua pengaruh kuat, yakni alam
dan zaman (kodrat dan masyarakat) yang merupakan bukti kejayaan hidup manusia
untuk mengatasi berbagai rintangan dan kesukaran di dalam hidup dan
penghidupannya guna mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang pada lahirnya
bersifat tertib dan damai.
2. Koentjaraningrat
Mengatakan bahwa kebudayaan berarti keseluruhan gagasan
dan karya manusia yang harus dibiasakannya dengan belajar serta keseluruhan
dari hasil budi pekertinya.
3. A.L. Kroeber dan C.Kluckhohn (1952:34)
Dalam bukunyan Culture, a critical review of concepts and
definitions mengatakan bahwa kebudayaan adalah manifestasi atau penjelmaan
kerja jiwa manusia dalam arti seluas-luasnya.
4. Malinowski
Malinowski menyebutkan bahwa kebudayaan pada prinsipnya
berdasarkan atas berbagai system kebutuhan manusia. Tiap tingkat kebutuhan itu
menghadirkan corak budaya yang khas. Misalnya, guna memenuhi kebutuhan manusia
akan keselamatannya maka timbul kebudayaan yang berupa perlindungan, yakni seperangkat
budaya dalam bentuk tertentu, seperti lembaga kemasyarakatan.
5. E.B Taylor (1873:30)
Dalam bukunya Primitive Culture kebudayaan adalah suatu
satu kesatuan atau jalinan kompleks, yang meliputi pengetahuan, kepercayaan,
kesenian, susila, hokum, adat-istiadat dan kesanggupan-kesanggupan lain yang
diperoleh seseorang sebagai anggota masyarakat.
6. Herkovis
Memandang kebudayaan
sebagai sesuatu yang superorganic, karena kebudayaan yang turun temurun dari
generasi ke generasi hidup terus.
7. Selo Sumarjan dan
Soelaeman Soemardi
Merumuskan kebudayaan
sebagai semua hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.
8. Sutan Takdir
Alisyahbana
Mengatakan bahwa
kebudayaan adalah manifestasi dari cara berpikir.
Dapat ditarik kesimpulan bahwa kebudayaan adalah hasil
buah budi manusia untuk mencapai kesempurnaan hidup. Hasil buah budi manusia
itu dapat kita bagi menjadi 2 macam :
1. Kebudayaan material (lahir), yaitu kebudayaan yang
berwujud kebendaan, misalnya : rumah, gedung, alat-alat senjata, mesin-mesin,
pakaian dan sebagainya.
2. Kebudayaan immaterial (spiritual=batin), yaitu :
kebudayaan, adat istiadat, bahasa, ilmu pengetahuan dan sebagainya.
2.5. UNSUR-UNSUR KEBUDAYAAN
A. 7 Unsur
Kebudayaan Universal
Melville J. Herkovits mengajukan
pendapatnya tentang unsur kebudayaan menmpunyai empat unsur, yaitu alat-alat
teknologi, sistem ekonomi, keluarga dan kekuatan politik. Sedangkan Broinslaw
Malinowski mengatakan unsur-unsur itu terdiri dari sistem norma, organisasi
ekonomi, alat-alat atau lembaga ataupun petugas pendidikan, dan organisasi kekuatan.
Unsur kebudayaan dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia berarti bagian suatu kebudayaan yang dapat digunakan
sebagai satuan analisis tertentu. Dengan adanya unsur tersebut, kebudayaan
disini lebih mengandung makna totalitas daripada sekedar penjumlahan unsur-unsur
yang terdapat di dalamnya. Menurut Kluckhohn dalam
karyanya berjudul Universal Categories of Culture ada tujuh unsur dalam kebudayaan universal, yaitu system religi dan
upacara keagamaan, system organisasi kemasyarakatan, system pengetahuan, system
mata pencaharian hidup, system tekhnologi dan peralatan, bahasa, serta
kesenian. Untuk lebih jelas, masing-masing diberi uraian sebagai berikut.
1. Sistem religi
dan upacara keagamaan : merupakan produk manusia sebagai homo religious.
Manusia yang memiliki kecerdasan pikiran dan perasaan luhur, tanggap bahwa di
atas kekuatan dirinya terdapat kekuatan lain yang Mahabesar yang dapat
“menghitam-putihkan” kehidupannya. Oleh karena itu, manusia takut sehingga
menyembah-Nya dan lahirlah kepercayaan yang sekarang menjadi agama. Untuk
membujuk kekuatan besar tersebut agar mau menuruti kamauan manusia, dilakukan
usaha yang diwujudkan dalam system religi dan upacara keagamaan.
2. Sistem
organisasi kemasyarakatan : merupakan
produk dari manusia sebagai homo socius. Manusia sadar bahwa tubuhnya lemah.
Namun, dengan akalnya manusia membentuk kekuatan dengan cara menyusun
organisasi kemasyarakatan yang merupakan tempat bekerja sama untuk mencapai
tujuan bersama, yaitu meningkatkan kesejahteraan hidupnya.
3. Sistem pengetahuan
: merupakan produk dari manusia sebagai homo sapiens. Pengetahuan dapat
diperoleh dari pemikiran sendiri, disamping itu dapat juga dari pemikiran orang
lain. Kemampuan manusia untuk mengingat apa yang telah diketahui, kemudian
menyampaikannya kepada orang lain melalui bahasa menyebabkan pengetahuan ini
menyebar luas.
4. Sistem mata
pencaharian hidup : merupakan produk dari manusia sebagai homo economicus
menjadikan tingkat kehidupan manusia secara umum terus meningkat.
5. Sistem
teknologi dan peralatan : merupakan produksi dari manusia sebagai homo
faber. Bersumber dari pemikirannya yang cerdas serta dibantu dengan tangannya
yang dapat memegang sesuatu dengan erat, manusia dapat menciptakan sekaligus
mempergunakan suatu alat. Dengan alat-alat ciptaannya itu, manusia dapat lebih
mampu mencukupi kebutuhannya daripada binatang.
6. Bahasa : merupakan
produk dari manusia sebagai homo longuens. Bahasa manusia pada mulanya
diwujudkan dalam bentuk tanda (kode), yang kemudian disempurnakan dalam bentuk
bahasa lisan, dan akhirnya menjadi bahasa tulisan.
7. Kesenian :
merupakan hasil dari manusia sebagai homo esteticus. Setelah manusia dapat
mencukupi kebutuhan fisiknya maka manusia perlu dan selalu mencari pemuas untuk
memenuhi kebutuhan psikisnya.
Perlu dimengerti bahwa unsur-unsur kebudayaan yang
membentuk struktur kebudayaan itu tidak berdiri lepas dengan lainnya.
Kebudayaan bukan hanya sekedar merupakan jumlah dari unsur-unsurnya saja,
melainkan merupakan keseluruhan dari unsur-unsur tersebut yang saling berkaitan
erat (integrasi), yang membentuk kesatuan yang harmonis. Masing-masing unsur
saling mempengaruhi secara timbale-balik. Apabila terjadi perubahan pada salah
satu unsur, maka akan menimbulkan perubahan pada unsur yang lain pula.
B. Perbedaan
Kebudayaan Dalam Dua Bentuk Wujud
1. Kebudayaan material
Kebudayaan material mengacu pada semua ciptaan masyarakat
yang nyata. Kebudayaan material juga mencangkup barang-barang, seperti
televise, pesawat terbang, stadion olahraga, pakaian, dan gedung pencakar
langit.
2. Kebudayaan nonmaterial
Kebudayaan nonmaterial adalah ciptaan-ciptaan abstrak
yang diwariskan dari generasi ke generasi, yaitu seperti dongeng, cerita rakyat
dan lagu atau tari tradisional
Kebudayaan secara material adalah semua benda dan alat kerja yang
dihasilkan oleh teknologi. Kebudayaan material dapat dikatakan sebagai wujud
dari kebudayaan yang bersifat abstrak, yang memberi pengertian dan nilai kepada
benda-benda material sebagai hasil usaha dan kerja manusia yang dilakukan
secara sadar dan bertujuan. Teknologi merupakan unsur budaya yang sangat
penting sebab perubahan teknologi akan memengaruhi unsur kebudayaan lain.
Misalnya, perubahan teknologi berburu menjadi teknologi pertanian. Masyarakat
tradisional yang masih menerapkan cara hidup berburu biasanya memiliki anggota
yang relatif sedikit, hidup berpindah-pindah serta cenderung menggunakan
teknologi yang sederhana dan mudah dibawa serta. Akan tetapi, dengan
ditemukannya teknik pertanian, masyarakat tersebut akan tinggal secara menetap,
jumlah penduduknya bertambah, dan mulai menggunakan peralatan dan teknologi
yang beragam. Di sisi lain, di sela menunggu hasil pertanian panen, mereka
mengembangkan kerajinan tangan dan kesenian.
Kebudayaan nonmaterial adalah ciptaan-ciptaan abstrak
yang diwariskan dari generasi ke generasi, misalnya berupa dongeng, cerita
rakyat, dan lagu atau tarian tradisional.
2.6. WUJUD KEBUDAYAAN
Selain unsur kebudayaan,
masalah lain yang juga penting dalam kebudayaan adalah wujudnya. Pendapat umum
mengatakan ada dua wujud kebudayaan. Pertama, kebudayaan bendaniah (material)
yang memiliki ciri dapat dilihat, diraba, dan dirasa. Sehingga lebih konkret
atau mudah dipahami. Kedua, kebudayaan rohaniah (spiritual) yang memiliki ciri
dapat dirasa saja. Oleh karena itu, kebudayaan rohaniah bersifat lebih abstrak
dan lebih sulit dipahami. Koentjaraningrat dalam karyanya kebudayaan.
Mentaliter, dan pembangunan menyebutkan bahwa paling sedikit ada tiga wujud
kebudayaan, yaitu :
1. Sebagai suatu kompeks dari ide-ide, gagasan,
nilai-nilai, norma-norma, peraturan, dan sebagainya.
2. Sebagai suatu kompleks aktivitas kelakuan berpola dari
manusia dalam masyarakat.
3. Sebagai benda-benda hasil karya manusia.
(koentjaraningrat, 1974:15).
Wujud pertama adalah wujud ideal
kebudayaan. Sifatnya abstrak, tak dapat diraba dan difoto. Letaknya dalam alam
pikiran manusia. Ide-ide dan gagasan manusia ini banyak yang hidup dalam
masyarakat dan member jiwa kepada masyarakat. Gagasan-gagasan itu tidak
terlepas satu sama lain melainkan saling berkaitan menjadi suatu system,
disebut system budaya atau culture system, yang dalam bahasa Indonesia disebut
adat istiadat.
Wujud kedua adalah yang disebut
system social, yaitu mengenai tindakan berpola manusia itu sendiri. Sistem
social ini bersifat konkrit sehingga bias diobservasi, difoto dan didokumentir.
Wujud ketiga adalah yang
disebut kebudayaan fisik, yaitu seluruh hasil fisik karya manusia dalam
masyarakat. Sifatnya sangat konkrit berupa benda-benda yang bias diraba, difoto
dan dilihat. Ketiga wujud kebudayaan tersebut di atas dalam kehidupan
masyarakat tidak terpisah satu dengan yang lainnya.
Menurut J.J. Hoenigman, wujud
kebudayaan dibedakan menjadi tiga: Gagasan, Aktivitas, dan Artefak.
1. Gagasan (Wujud ideal)
Wujud ideal kebudayaan adalah kebudayaan yang berbentuk
kumpulan ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan, dan sebagainya
yang sifatnya abstrak; tidak dapat diraba atau disentuh. Wujud kebudayaan ini
terletak dalam kepala-kepala atau di alam pemikiran warga masyarakat. Jika
masyarakat tersebut menyatakan gagasan mereka itu dalam bentuk tulisan, maka
lokasi dari kebudayaan ideal itu berada dalam karangan dan buku-buku hasil
karya para penulis warga masyarakat tersebut.
2. Aktivitas (tindakan)
Aktivitas adalah wujud kebudayaan sebagai suatu tindakan
berpola dari manusia dalam masyarakat itu. Wujud ini sering pula disebut dengan
sistem sosial. Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang
saling berinteraksi, mengadakan kontak, serta bergaul dengan manusia lainnya
menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan. Sifatnya
konkret, terjadi dalam kehidupan sehari-hari, dan dapat diamati dan
didokumentasikan.
3. Artefak (karya)
Artefak adalah wujud kebudayaan fisik yang berupa hasil
dari aktivitas, perbuatan, dan karya semua manusia dalam masyarakat berupa
benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat, dan didokumentasikan. Sifatnya
paling konkret diantara ketiga wujud kebudayaan.
2.7. ORIENTASI NILAI BUDAYA
Kluckhohn dalam
Pelly (1994) mengemukakan bahwa
nilai budaya merupakan sebuah
konsep beruanglingkup luas
yang hidup dalam
alam fikiran sebahagian besar
warga suatu masyarakat, mengenai apa yang paling berharga dalam hidup.
Rangkaian konsep itu satu sama lain saling berkaitan dan merupakan sebuah
sistem nilai – nilai budaya.
Secara
fungsional sistem nilai
ini mendorong individu
untuk berperilaku seperti apa
yang ditentukan. Mereka
percaya, bahwa hanya
dengan berperilaku seperti itu
mereka akan berhasil (Kahl, dalam Pelly:1994). Sistem nilai itu menjadi pedoman
yang melekat erat secara emosional pada diri seseorang atau sekumpulan orang,
malah merupakan tujuan hidup yang diperjuangkan. Oleh karena itu, merubah
sistem nilai manusia tidaklah mudah, dibutuhkan waktu. Sebab, nilai – nilai
tersebut merupakan wujud ideal
dari lingkungan sosialnya.
Dapat pula dikatakan
bahwa sistem nilai budaya
suatu masyarakat merupakan
wujud konsepsional dari kebudayaan mereka, yang seolah – olah
berada diluar dan di atas para individu warga masyarakat itu.
Ada lima masalah pokok kehidupan manusia
dalam setiap kebudayaan yang dapat ditemukan secara universal. Menurut
Kluckhohn dalam Pelly (1994) kelima masalah pokok tersebut adalah: (1) masalah
hakekat hidup, (2) hakekat kerja atau karya manusia, (3) hakekat kedudukan
manusia dalam ruang dan waktu, (4) hakekat hubungan manusia dengan alam
sekitar, dan (5) hakekat dari hubungan manusia dengan manusia sesamanya.
Berbagai
kebudayaan mengkonsepsikan masalah
universal ini dengan berbagai variasi
yang berbeda –
beda. Seperti masalah
pertama, yaitu mengenai hakekat hidup manusia. Dalam banyak
kebudayaan yang dipengaruhi oleh agama Budha misalnya, menganggap hidup itu
buruk dan menyedihkan. Oleh karena itu pola kehidupan masyarakatnya berusaha
untuk memadamkan hidup itu guna mendapatkan
nirwana, dan mengenyampingkan segala
tindakan yang dapat menambah rangkaian hidup kembali
(samsara) (Koentjaraningrat, 1986:10). Pandangan seperti
ini sangat mempengaruhi
wawasan dan makna
kehidupan itu secara keseluruhan.
Sebaliknya banyak kebudayaan yang berpendapat bahwa hidup itu baik. Tentu
konsep – konsep kebudayaan yang berbeda ini berpengaruh pula pada sikap dan
wawasan mereka.
Masalah kedua mengenai hakekat kerja
atau karya dalam kehidupan. Ada kebudayaan yang memandang bahwa kerja itu
sebagai usaha untuk kelangsungan hidup (survive) semata. Kelompok ini kurang
tertarik kepada kerja keras. Akan tetapi ada juga yang menganggap kerja untuk
mendapatkan status, jabatan dan kehormatan. Namun, ada yang berpendapat bahwa
kerja untuk mempertinggi prestasi. Mereka ini berorientasi kepada prestasi
bukan kepada status.
Masalah ketiga mengenai orientasi manusia
terhadap waktu. Ada budaya yang memandang penting masa lampau, tetapi ada yang
melihat masa kini sebagai focus usaha dalam perjuangannya. Sebaliknya ada yang
jauh melihat kedepan. Pandangan yang berbeda dalam dimensi waktu ini sangat
mempengaruhi perencanaan hidup masyarakatnya.
Masalah keempat berkaitan dengan
kedudukan fungsional manusia terhadap alam. Ada yang percaya bahwa alam itu
dahsyat dan mengenai kehidupan manusia. Sebaliknya ada yang menganggap alam
sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa untuk dikuasai manusia. Akan tetapi, ada
juga kebudayaan ingin mencari harmoni dan keselarasan dengan alam. Cara pandang
ini akan berpengaruh terhadap pola aktivitas masyarakatnya.
Masalah kelima menyangkut hubungan antar
manusia. Dalam banyak kebudayaan hubungan ini tampak dalam bentuk orientasi
berfikir, cara bermusyawarah, mengambil keputusan dan bertindak. Kebudayaan
yang menekankan hubungan horizontal (koleteral) antar individu, cenderung untuk
mementingkan hak azasi, kemerdekaan dan kemandirian seperti terlihat dalam
masyarakat – masyarakat eligaterian. Sebaliknya kebudayaan yang menekankan
hubungan vertical cenderung untuk mengembangkan orientasi keatas (kepada
senioritas, penguasa atau pemimpin). Orientasi ini banyak terdapat dalam
masyarakat paternalistic (kebapaan). Tentu saja pandangan ini sangat
mempengaruhi proses dinamika dan mobilitas social masyarakatnya.
Inti permasalahan disini seperti yang
dikemukakan oleh Manan dalam Pelly (1994) adalah siapa yang harus mengambil keputusan.
Sebaiknya dalam system hubungan vertical keputusan dibuat oleh atasan (senior)
untuk semua orang. Tetapi dalam
masyarakat yang mementingkan
kemandirian individual, maka
keputusan dibuat dan diarahkan kepada masing – masing individu.
Pola orientasi nilai budaya yang hitam
putih tersebut di atas merupakan pola yang ideal untuk masing – masing pihak.
Dalam kenyataannya terdapat nuansa atau variasi
antara kedua pola
yang ekstrim itu
yang dapat disebut
sebagai pola transisional.
Dimodifikasi
dari Pelly (1994:104) :
Meskipun
cara mengkonsepsikan lima masalah pokok dalam kehidupan manusia yang universal
itu sebagaimana yang tersebut diatas berbeda – beda untuk tiap masyarakat dan
kebudayaan, namun dalam tiap lingkungan masyarakat dan kebudayaan tersebut lima
hal tersebut di atas selalu ada.
Sementara
itu Koentjaraningrat telah menerapkan kerangka Kluckhohn di atas untuk
menganalisis masalah nilai budaya bangsa Indonesia, dan menunjukkan titik –
titik kelemahan dari
kebudayaan Indonesia yang
menghambat pembangunan nasional.
Kelemahan utama antara lain mentalitas meremehkan mutu, mentalitas suka
menerabas, sifat tidak percaya kepada diri sendiri, sifat tidak berdisiplin
murni, mentalitas suka mengabaikan tanggungjawab.
Kerangka
Kluckhohn itu juga telah dipergunakan dalam penelitian dengan kuesioner untuk
mengetahui secara objektif cara berfikir dan bertindak suku – suku di Indonesia
umumnya yang menguntungkan dan merugikan pembangunan.
Selain
itu juga, penelitian variasi orientasi nilai budaya tersebut dimaksudkan
disamping untuk mendapatkan gambaran sistem nilai budaya kelompok – kelompok
etnik di Indonesia, tetapi juga untuk menelusuri sejauhmana kelompok masyarakat
itu memiliki system orientasi nilai budaya yang sesuai dan menopang pelaksanaan
pembangunan nasional.
2.8. PERUBAHAN KEBUDAYAAN
A. Faktor-Faktor
Yang Mempengaruhi Diterima Atau Tidaknya Suatu Unsur Kebudayaan Baru
Berikut ini merupakan faktor yang mempengaruhi diterima
atau tidaknya suatu unsur kebudayaan :
1. Terbiasanya masyarakat tersebut mempunyai
hubungan/kontak kebudayaan dengan orang-orang yang berasal dari luar masyarakat
tersebut, yang mempunyai kebudayaan yang berbeda. Sebuah masyarakat yang
terbuka bagi hubungan-hubungan dengan orang yang beraneka ragam kebudayaannya,
cenderung menghasilkan warga masyarakat yang bersikap terbuka terhadap
unsur-unsur kebudayaan asing. Sikap mudah menerima kebudayaan asing lebih-lebih
lagi nampak menonjol kalau masyarakat tersebut menekankan pada ide bahwa
kemajuan dapat dicapai dengan adanya sesuatu yang baru, yaitu baik yang datang
dan berasal dari dalam masyarakat itu sendiri, maupun yang berasal dari
kebudayaan yang datang dari luar.
2. Kalau pandangan hidup dan nilai-nilai yang dominan
dalam kebudayaan tersebut ditentukan oleh nilai-nilai yang bersumber pada
ajaran agama; dan ajaran ini terjalin erat dalam keseluruhan pranata yang ada
dalam masyarakat tersebut; maka penerimaan unsur-unsur kebudayaan yang baru
atau asing selalu mengalami kelambatan karena harus di sensor dulu oleh
berbagai ukuran yang berlandaskan pada ajaran agama yang berlaku. Dengan
demikian, suatu unsur kebudayaan baru akan dapat diterima jika unsur kebudayaan
yang baru tersebut tidak bertentangan dengan ajaran agama yang berlaku, dan
karenanya tidak akan merusak pranata-pranata yang sudah ada.
3. Corak struktur sosial suatu masyarakat turut
menentukan proses penerimaan unsur kebudayaan baru. Suatu struktur sosial yang
didasarkan atas sistem otoriter akan sukar untuk dapat menerima suatu unsur
kebudayaan baru, kecuali kalau unsur kebudayaan baru tadi secara langsung atau
tidak langsung dirasakan oleh rezim yang berkuasa sebagai sesuatu yang
menguntungkan mereka.
4. Suatu unsur kebudayaan baru dengan lebih mudah
diterima oleh suatu masyarakat kalau sebelumnya sudah ada unsur-unsur
kebudayaan yang menjadi landasan bagi diterimanya unsur kebudayaan yang baru
tersebut. Di pedesaan di pulau Jawa, adanya sepeda sebagai alat pengangkut
dapat menjadi landasan memudahkan di terimanya sepeda motor di daerah pedesaan
di Jawa; dan memang dalam kenyataan demikian.
5. Sebuah unsur baru yang mempunyai skala kegiatan yang
terbatas dan dapat dengan mudah dibuktikan kebenarannya oleh warga masyarakat
yang bersangkutan, dibandingkan dengan sesuatu unsur kebudayaan yang mempunyai
skala luas dan yang sukar secara konkrit dibuktikan kegunaannya. Contohnya
adalah diterimanya radio transistor dengan mudah oleh warga masyarakat
Indonesia, dan bahkan dari golongan berpenghasilan rendah merupakan benda yang
biasa dipunyai.
B. Penyebab Terjadinya
Gerak
Atau Perubahan Kebudayaan
Hal ini disebabkan oleh
beberapa hal :
Perubahan sosial dan kebudayaan di masyarakat dapat
terjadi karena adanya sebab-sebab yang berasal dari masyarakat sendiri atau yang
berasal dari luar masyarakat.
a . Sebab-Sebab yang Berasal dari Dalam Masyarakat (Sebab
Intern)
Berikut ini
sebab-sebab perubahan sosial yang bersumber dari dalam masyarakat (sebab
intern)
1) Dinamika penduduk, yaitu pertambahan dan penurunan
jumlah penduduk.
2) Adanya penemuan-penemuan baru yang berkembang di
masyarakat, baik penemuan yang bersifat baru (discovery) ataupun penemuan baru
yang bersifat menyempurnakan dari bentuk penemuan lama (invention).
3) Munculnya berbagai bentuk pertentangan (conflict)
dalam masyarakat.
4) Terjadinya pemberontakan atau revolusi sehingga mampu
menyulut terjadinya perubahan-perubahan besar. Misalnya, Revolusi Rusia (Oktober
1917) yang mampu menggulingkan pemerintahan kekaisaran dan mengubahnya menjadi
sistem diktator proletariat yang dilandaskan pada doktrin Marxis. Revolusi
tersebut menyebabkan perubahan yang mendasar, baik dari tatanan negara hingga
tatanan dalam keluarga.
b . Sebab-Sebab yang Berasal dari Luar Masyarakat (Sebab
Ekstern)
Perubahan
sosial dan kebudayaan juga dapat terjadi karena adanya sebab-sebab yang berasal
dari luar masyarakat (sebab ekstern). Berikut ini sebab-sebab yang berasal dari
luar masyarakat.
1) Adanya pengaruh bencana alam. Kondisi ini terkadang
memaksa.
masyarakat suatu
daerah untuk mengungsi meninggalkan tanah kelahirannya. Apabila masyarakat
tersebut mendiami tempat tinggal yang baru, maka mereka harus menyesuaikan diri
dengan keadaan alam dan lingkungan yang baru tersebut. Hal ini kemungkinan
besar juga dapat memengaruhi perubahan pada struktur dan pola kelembagaannya.
2) Adanya peperangan, baik perang saudara maupun perang
antarnegara dapat me-nyebabkan perubahan, karena pihak yang menang biasanya
akan dapat memaksakan ideologi dan kebudayaannya kepada pihak yang kalah.
3) Adanya pengaruh kebudayaan masyarakat lain. Bertemunya
dua kebudayaan yang berbeda akan menghasilkan perubahan. Jika pengaruh suatu
kebudayaan dapat diterima tanpa paksaan, maka disebut demonstration effect.
Jika pengaruh suatu kebudayaan saling menolak, maka disebut cultural animosity.
Jika suatu kebudayaan mempunyai taraf yang lebih tinggi dari kebudayaan lain,
maka akan muncul proses imitasi yang lambat laun unsur-unsur kebudayaan asli
dapat bergeser atau diganti oleh unsur-unsur kebudayaan baru tersebut.
Perubahan
sosial adalah segala perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan di dalam suatu masyarakat, yang
mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk didalamnya nilai-nilai, sikap-sikap dan
pola-pola perilaku di antara kelompok-kelompok dalam masyarakat.
Perubahan
kebudayaan adalah perubahan yang terjadi dalam sistem ide yang dimiliki bersama
oleh para warga masyarakat atau sejumlah warga masyarakat yang bersangkutan,
antara lain aturan-aturan, norma-norma yang digunakan sebagai pegangan dalam
kehidupan, juga teknologi, selera, rasa keindahan (kesenian), dan bahasa.
Dalam
masyarakat maju, perubahan kebudayaan biasanya terjadi melalui penemuan
(discovery) dalam bentuk ciptaan baru (inovatiori) dan melalui proses difusi.
Discovery merupakan jenis penemuan baru yang mengubah persepsi mengenai hakikat
suatu gejala mengenai hubungan dua gejala atau lebih. Invention adalah suatu
penciptaan bentuk baru yang berupa benda (pengetahuan) yang dilakukan melalui
penciptaan dan didasarkan atas pengkom-binasian pengetahuan-pengetahuan yang
sudah ada mengenai benda dan gejala yang dimaksud.
Ada
empat bentuk peristiwa perubahan kebudayaan. Pertama, cultural lag, yaitu
perbedaan antara taraf kemajuan berbagai bagian dalam kebudayaan suatu
masyarakat. Dengan kata lain, cultural lag dapat diartikan sebagai bentuk
ketinggalan kebudayaan, yaitu selang waktu antara saat benda itu diperkenalkan
pertama kali dan saat benda itu diterima secara umum sampai masyarakat
menyesuaikan diri terhadap benda tersebut.
Kedua,
cultural survival, yaitu suatu konsep untuk meng-gambarkan suatu praktik yang
telah kehilangan fungsi pentingnya seratus persen, yang tetap hidup, dan
berlaku semata-mata hanya di atas landasan adat-istiadat semata-mata. Jadi,
cultural survival adalah pengertian adanya suatu cara tradisional yang tak
mengalami perubahan sejak dahulu hingga sekarang.
Ketiga,
pertentangan kebudayaan (cultural conflict), yaitu proses pertentangan antara
budaya yang satu dengan budaya yang lain. Konflik budaya terjadi
akibat terjadinya perbedaan kepercayaan atau keyakinan antara anggota
kebudayaan yang satu dengan yang lainnya.
Keempat,
guncangan kebudayaan (cultural shock), yaitu proses guncangan kebudayaan
sebagai akibat terjadinya perpindahan secara tiba-tiba dari satu kebudayaan ke
kebudayaan lainnya. Ada empat tahap yang membentuk siklus cultural shock,
yaitu: (1) tahap inkubasi, yaitu tahap pengenalan terhadap budaya baru, (2)
tahap kritis, ditandai dengan suatu perasaan dendam; pada saat ini terjadi
korban cultural shock, (3) tahap kesembuhan, yaitu proses melampaui tahap
kedua, hidup dengan damai, dan (4) tahap penyesuaian diri; pada saat ini orang
sudah membanggakan sesuatu yang dilihat dan dirasakan dalam kondisi yang baru
itu; sementara itu rasa cemas dalam dirinya sudah berlalu.
2.9. KAITAN MANUSIA DAN
KEBUDAYAAN
A. Hubungan Antara Manusia Dengan Kebudayaan
Secara sederhana hubungan antara manusia dan kebudayaan adalah : manusia
sebagai perilaku kebudayaan, dan kebudayaan merupakan obyek yang dilaksanakan
manusia. Tetapi apakah sesederhana itu hubungan keduanya ?
Dalam sosiologi manusia dan
kebudayaan dinilai sebagai dwitunggal, maksudnya bahwa walaupun keduanya
berbeda tetapi keduanya merupakan satu kesatuan. Manusia menciptakan
kebudayaan, dan setelah kebudayaan itu tercipta maka kebudayaan mengatur hidup
manusia agar sesuia dengannya. Tampak bahwa keduanya akhirnya merupakan satu
kesatuan. Contoh sederhana yang dapat kita lihat adalah hubungan antara manusia
dengan peraturan-peraturan kemasyarakatan.pada saat awalnya peraturan itu
dibuat oleh manusia, setelah peraturan itu jadi maka manusia yang membuatnya
harus patuh kepada peraturan yang dibuatnya sendiri itu. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa manusia tidak dapat dilepaskan dari kebudayaan, karena
kebudayaan itu bahwa manusia tidak dapat dilepaskan dari kebudayaan, karena
kebudayaan itu merupakan perwujudan dari manusia itu sendiri. Apa yang tercakup
dalam satu kebudayaan tidak akan jauh menyimpang dari kemauan manusia yang
membuatnya.
Disamping itu manusia juga memiliki akal, intelegensia, intuisi, perasaan,
emosi, kemauan, fantasi dan perilaku.Dengan semua kemampuan yang dimiliki oleh
manusia maka manusia bisa menciptakan kebudayaan. Ada hubungan dialektika
antara manusia dan kebudayaan. Kebudayaan adalah produk manusia, namun manusia
itu sendiri adalah produk kebudayaan. Dengan kata lain, kebudayaan ada karena
manusia yang menciptakannya dan manusia dapat hidup ditengah kebudayaan
yang diciptakannya. Kebudayaan akan terus hidup manakala ada manusia sebagai
pendudukungnya
Dari sisi lain, hubungan antara manusia
dan kebudayaan ini dapat dipandang setara dengan hubungan antara manusia dengan
masyarakat dinyatakan sebagai dialektis, maksudnya saling terkait satu sama
lain, proses dialektis tercipta melalui tiga tahap, yaitu :
1.
Eksternalisasi, yaitu proses dimana manusia mengekspresikan dirinya dengan
membangun dunianya.
2.
Obyektivasi, yaitu proses dimana masyarakat menjadi realitas obyektif.
3.
Internalisasi, yaitu proses dimana masyarakat disegrap kembali oleh manusia.
Manusia
dan kebudayaan, atau manusia dan masyarakat, oleh karena itu mempunyai hubungan
keterkaitan yang erat atu sama lain. Pada kondisi sekarang ini kita tidak dapat
lagi membedakan mana yang lebih awal muncul manusia atau kebudayaan.
B. Contoh-Contoh
Hubungan Antara Manusia dengan Kebudayaan
1) Kebudayaan-kebudayaan khusus atas dasar faktor kedaerahan
Contoh: Adat-istiadat melamar di Lampung dan Minangkabau.
Di Minangkabau biasanya pihak permpuan yang melamar sedangkan di Lampung, pihak
laki-laki yang melamar.
2) Cara hidup
di kota dan di desa yang berbeda ( urban dan rural ways of life)
Contoh: Perbedaan anak yang dibesarkan di kota dengan
seorang anak yang dibesarkan di desa. Anak kota bersikap lebih terbuka dan
berani untuk menonjolkan diri di antara teman-temannya sedangkan seorang anak
desa lebih mempunyai sikap percaya pada diri sendiri dan sikap menilai ( sense
of value )
3)
Kebudayaan-kebudayaan khusus kelas sosial
Di masyarakat dapat dijumpai lapisan sosial yang kita
kenal, ada lapisan sosial tinggi, rendah dan menengah. Misalnya cara
berpakaian, etiket, pergaulan, bahasa sehari-hari dan cara mengisi waktu
senggang. Masing-masing kelas mempunyai kebudayaan yang tidak sama,
menghasilkan kepribadian yang tersendiri pula pada setiap individu.
4) Kebudayaan
khusus atas dasar agama
Adanya berbagai masalah di dalam satu agama pun
melahirkan kepribadian yang berbeda-beda di kalangan umatnya.
5)
Kebudayaan berdasarkan profesi
Misalnya: kepribadian seorang dokter berbeda dengan
kepribadian seorang pengacara dan itu semua berpengaruh pada suasana
kekeluargaan dan cara mereka bergaul. Contoh lain seorang militer mempunyai
kepribadian yang sangat erat hubungan dengan tugas-tugasnya. Keluarganya juga
sudah biasa berpindah tempat tinggal.
C. Pengertian
Dialektis
Masyarakat
dan kebudayaan terjadi hubungan yang bersifat dialektis, artinya antara hakikat
yang terdapat pada manusia itu berpengaruh dan mempengaruhi hakikat yang ada
pada kebudayaan. Kebudayaan merupakan desain kehidupan manusia (design for
living). Hubungan masyarakat dan kebudayaan yang bersifat dialektis ini sering
disebut dengan Dialektika Budaya. Atau
hubungan antara manusia dan kebudayaan ini dapat dipandang setara dengan
hubungan antara manusia dengan masyarakat yang saling terkait satu sama lain.
D. 3 Tahap Dalam Proses Dialektis
Proses dialektis ini tercipta melalui 3 tahap yaitu :
1. Eksternalisasi, yaitu :
Proses dimana manusia mengekspresikan dirinya dengan
membangun dunianya. Melalui eksternalisasi ini masyarakat menjadi kenyataan
buatan manusia.
2. Obyektifitas,
yaitu :
Proses dimana masyarakat menjadi realitas obyektif yaitu
suatu kenyataan yang terpisah dalam manusia dan berhadapan dengan manusia.
Dengan demikian, masyarakat dengan segala pranata sosialnya akan mempengaruhi
bahkan membentuk perilaku manusia.
3. Internalisasi, yaitu :
Proses dimana masyarakat disergap kembali oleh manusia.
Maksudnya, manusia mempelajari kembali masyarakat sendiri agar dia dapat hidup
dengan baik, sehinga manusia menjadi kenyataan yang dibentuk oleh masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Mustopo,
M. Habib; Manusia dan budaya kumpulan esay; Usaha Nasonal, Surabaya, 1990.
MP.
Suyadi, Drs; Ilmu Budaya Dasar; Modul UT; PT Karunika, Jakarta, 1990.
Muhamad
Kadir SH, Ilmu Budaya Dasar; Fajar Agung, Jakarta, 1990.
Soekanto
Sorjono; sosiologi suatu pengantar; Rajawali Pers, Jakarta, 1990.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar