Minggu, 13 November 2016

TUGAS KE-3 PSIKOLOGI MANAJEMEN




A.    CONTROLLING FUNGSI MANAJEMEN
a.      Pengertian Dari Controlling Fungsi Manajemen
Menurut Wibowo (2009) controlling adalah proses pemantauan aktivitas untuk menjamin bahwa standar dapat terlaksana sebagaimana yang direncanakan dan melakukan langkah koreksi terhadap penyimpangan yang berarti. Yang dimaksud dengan standar adalah pedoman atau tolak banding yang ditetapkan sebagai dasar untuk pengukuran kapasitas, kuantitas, isi, nilai, biaya, kualitas, dan kinerja. Secara kualitatif maupun kuantitatif, standar merupakan pernyataan mengenai hasil yang diharapkan tepat, eksplisit, dan formal.
Menurut Stoner & Wankel (dalam Ruky, 2002) controlling adalah sebuah proses yang dilakukan untuk meyakinkan bahwa semua kegiatan (dalam proses manajemen) berjalan mengikuti rencana yang telah ditetapkan dan menuju kepada sasaran yang harus dicapai.
Menurut Suprapto (2009) controlling adalah fungsi dari manajemen yang mencakup persiapan suatu standar kualitas dan kuantitas hasil kerja, baik berbentuk produk maupun jasa yang diberikan perusahaan atau organisasi dalam upaya pencapaian tujuan kepuasan bersama, produktivitas dan terciptanya citra yang positif. Fungsi ini merupakan pengukuran kinerja, membandingkan antara hasil yang sesungguhnya dengan rencana serta mengambil tindakan pembetulan yang diperlukan.
Menurut Purnastuti dan Mustikawati (2006) controlling adalah proses dalam menetapkan ukuran kinerja dan pengambilan tindakan yang dapat mendukung pencapaian hasil yang diharapkan sesuai dengan kinerja yang telah ditetapkan tersebut. Dengan kata lain, controlling merupakan kegiatan membandingkan standar dengan hasil kerja atau kinerja, baik yang dilaporkan maupun yang tidak dilaporkan.
Menurut Arifin dan Wagiana (2007) controlling adalah fungsi manajemen yang berhubungan dengan prosedur pengukuran hasil kerja terhadap tujuan perusahaan. Dengan kata lain, controlling adalah proses untuk memastikan bahwa aktivitas sebenarnya sesuai dengan aktivitas yang direncanakan.
Menurut Maulidah (2012) controlling atau pengawasan, sering juga disebut pengendalian adalah salah satu fungsi manajemen yang berupa mengadakan penilaian, bila perlu mengadakan koreksi sehingga apa yang dilakukan bawahan dapat diarahkan ke jalan yang benar dengan maksud mencapai tujuan yang sudah digariskan semula. Pengawasan sangat dibutuhkan dalam suatu organisasi atau perusahaan Karena, pada dasarnya pengawasan manajemen adalah suatu usaha sistematik untuk menetapkan standar pelaksanaan dengan tujuan-tujuan perencanaan, merancang sistem informasi umpan balik, membandingkan kegiatan nyata dengan standar yang telah ditetapkan sebelumnya, menentukan dan mengukur penyimpangan-penyimpangan, serta mengambil tindakan koreksi yang diperlukan untuk menjamin bahwa semua sumberdaya perusahaan digunakan dengan cara yang paling efektif dan efisien dalam pencapaian tujuan-tujuan perusahaan.
Menurut G.R. Terry dalam buku Principles of Management, controlling adalah proses penentuan apa yang harus dicapai yaitu standard, apa yang harus dilakukan yaitu pelaksanaan, menilai pelaksanaan; dan bilamana perlu melakukan perbaikan-perbaikan, sehingga pelaksanaan sesuai dengan rencana, yaitu selaras dengan standard.
Menurut Henri Fayol dalam buku General and Industrial Management menyatakan bahwa controlling adalah pemeriksaan apakah sesuatu yang terjadi sesuai rencana, instruksi yang dikeluarkan, dan prinsip-prinsip yang telah ditentukan. Jadi, tujuannya ialah untuk menunjukkan kelemahan dan kesalahan agar supaya menjadi benar dan mencegah pengulangan kesalahan.
Menurut Siswanto (2005) controlling adalah suatu usaha sistematik untuk menetapkan standar kinerja dengan sasaran perencanaan, mendesain sistem umpan balik informasi, membandingkan kinerja aktual dengan standar yang telah ditetapkan, menentukan apakah terdapat penyimpangan dan mengukur signifikansi penyimpangan tersebut, dan mengambil tindakan perbaikan yang diperlukan untuk menjamin bahwa semua sumber daya perusahaan yang sedang digunakan sedapat mungkin secara lebih efisien dan efektif guna mencapai sasaran perusahaan.
Menurut Robbins and Coulter (dalam Solihin, 2009) controlling adalah proses monitoring terhadap berbagai aktivitas yang dilakukan sumber daya organisasi untuk memastikan bahwa aktivitas yang dilakukan tersebut akan dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan dan tindakan koreksi dapat dilakukan untuk memperbaiki penyimpangan yang terjadi.

b.      Langkah-langkah Controlling Fungsi Manajemen
Menurut Wibowo (2009) controlling manajemen adalah proses yang digunakan untuk menjamin bahwa aktivitas yang dilaksanakan sesuai dengan aktivitas yang direncanakan. Proses controlling adalah mengukur kemajuan kegiatan berdasarkan perencanaan yang telah ditetapkan dalam rangka tujuan organisasi, kemudian dievaluasi dan dicari alternatif solusi dalam rangka penyelesaian masalah dalam pelaksanaannya. Ada 4 (empat) langkah dalam proses controlling, yaitu :




 
    




a.   Langkah I : Menetapkan standar kinerja, target sebagai dasar untuk evaluasi kinerja
Pada tahap ini, manajer memutuskan standar kinerja dan target di masa mendatang yang akan dipergunakan untuk mengevaluasi kinerja organisasi secara keseluruhan atau bagian/unit dari organisasi. Standar kinerja yang dibuat akan mengukur efesiensi, kualitas, responsiveness terhadap pelanggan dan inovasi. Sebagai contoh, jika manajer memutuskan untuk menerapkan strategi biaya rendah (low cost strategy), maka yang diperlukan adalah mengukur efesiensi pada semua tingkatan dalam organisasi. Standar juga harus jelas, spesifik dan terukur; sehingga persepsi semua orang sama, disamping dapat memberikan arahan yang jelas, motivasi, juga mengurangi konflik karena misintrepretasi. Dengan adanya standar penilaian, maka dapat diperkirakan hasilnya sebelum selesai, dengan demikian dapat diantisipasi sebelumnya. Aspek-aspek yang dapat digunakan sebagai indikator penilaian:
      •  Besaran-besaran input, misalnya bahan baku, biaya yang telah digunakan.
      • Hasil yang telah dicapai sementara, sehingga dapat memprediksi hasil akhirnya.
      • Symptom, gejala-gejala timbul selama proses berjalan, misalnya gejala-gejala proses yang tidak produktif.
      • Perubahan pada konsisi yang diasumsikan, misalnya terjadi perubahan harga, kebijakan pemerintah, perusahaan, dll.
Standar ini juga harus memiliki 2 (dua) fungsi, yaitu :
      1. Memberikan motivasi kepada orang/kelompok, dengan demikian harus realistik dan menantang.
      2. Tolok ukur untuk membandingkan
b.     Langkah II : Mengukur kinerja nyata (actual)
Langkah selanjunya adalah mengukur kinerja yang sebenarnya yaitu: (1) keluaran nyata sebagai hasil dari perilaku para anggota yang disebut pengendalian keluaran (output control), (2) perilaku juga akan dinilai.
c.      Langkah III : Membandingkan kinerja nyata dengan standar kinerja yang ditetapkan
Manajer mengevaluasi kinerja yang sebenarnya untuk melihat seberapa menyimpang dari standar yang ditetapkan. Apabila kinerja lebih tinggi dari standar, maka manajer mungkin memutuskan bahwa standar terlalu rendah dan akan menaikkan dalam periode berikutnya sehinggga memberikan tantangan bagi para bawahannya. Akan tetapi, jika kinerja lebih rendah dari standar yang ditetapkan, maka manajer harus memutuskan apakah akan melakukan tindakan korektif. Tindakan perbaikan mudah dilakukan apabila penurunan kinerja diketahui penyebabnya dan bisa dikenali.
d.   Langkah IV : Mengevaluasi hasil dan melakukan tindakan koreksi jika standar tidak tercapai
Langkah terakhir dalam proses pengendalian adalah mengevaluasi hasil. Apakah kinerja telah dipenuhi atau tidak, dimana manajer banyak belajar pada tahap ini. Jika manajer memutuskan bahwa kinerja tidak bisa diterima, maka mereka harus berusaha memecahkan masalah tersebut. Kadangkala, masalah kinerja timbul karena standar yang ditetapkan terlalu tinggi. Misalnya, target penjualan sangat tinggi sehingga sulit tercapai. Dalam hal, menetapkan standar harus yang lebih realistis sehingga akan mengurangi gap antara kinarja actual dan kinerj ayang diharapkan.

Menurut Purnastuti dan Mustikawati (2006)  secara umum, proses controlling meliputi langkah-langkah sebagai berikut:
    1. Penetapan standar dan metode penilaian kinerja;
    2. Penilaian kinerja;
    3. Penilaian apakah kinerja memenuhi standar atau tidak;
    4. Pengambilan tindakan koreksi.





Menurut G.R. Terry (dalan Sukarna, 2011) mengemukakan tentang proses controlling sebagai berikut:
    1. Determining the standard or basis for control - tentukan standard atau dasar bagi pengawasan.
    2. Measuring the perfomance - ukurlah pelaksanaan.
    3. Comparing perfomance with the standard and ascerting the difference - bandingkan pelaksanaan dengan standard dan temukanlah perbedaan jika ada.
    4. Correcting the deviation by means of remedial action - perbaiki penyimpangan dengan cara-cara tindakan yang tepat.
Menurut Robbins and Coulters (dalam Solihin, 2009) proses controlling terdiri dari empat aktivitas, yaitu:
    1. Penetapan Tujuan (Goal Setting). Proses pengendalian diawali dengan adanya penetapan terlebih dahulu berbagai tujuan yang ingin dicapai oleh perusahaan, strategi untuk mencapai tujuan tersebut, sampai kepada penentuan anggaran (budget) yang menunjukkan rencana alokasi masing-masing sumber daya organisasi perusahaan dalam menunjang pencapaian tujuan. Baik tujuan, strategi, maupun anggaran semuanya dapat dijadikan standar untuk menjadi pembanding terhadap pelaksanaan kegiatan yang sesungguhnya dilakukan.
    2. Pengukuran (Measuring) merupakan penetapan satuan numerik terhadap suatu objek yang diukur. Aktivitas pengukuran menyangkut dua hal: Pertama, pengukuran berkaitan dengan apa yang diukur (objek peengukuran). Kedua, pengukuran berkaitan dengan bagaimana pengukuran dilakukan (metode pengukuran). Objek yang diukur dalam suatu proses pengendalian perusahaan merupakan kinerja aktual (actual perfomance) yang ditunjukkan oleh sumber daya organisasi perusahaan. Objek pengukuran dalam suatu perusahaan sangat bervariasi. Sebagai contoh, produktivitas departemen produksi dapat diukur dengan menggunakan ukuran jumlah produksi barang per hari yang lolos uji kualitas (quality passed). Sementara produktivitas departemen pemasaran dapat diukur dari jumlah penjualan per bulan. Penetapan kriteria mengenai "apa yang diukur" menjadi sangat penting karena beberapa hal. Pertama, kesalahan kriteria pengukuran akan mengakibatkan kekeliruan dalam proses pengukuran. Kedua, kejelasan kriteria pengukuran akan turut memotivasi karyawan untuk berusaha melewati kriteria yang ditetapkan. Karena objek yang diukur berbeda, metode yang digunakan untuk melakukan pengukuran pun bervariasi. Sebagai contoh, metode yang digunakan untuk mengukur penilaian prestasi karyawan di departemen produksi akan berbeda dengan penilaian prestasi karyawan di departemen Finance and Accounting.
    3. Membandingkan (Comparing) merupakan proses membandingkan kinerja aktual (actual perfomance) dengan standar kinerja dan berbagai tujuan yang telah ditetapkan. Tujuan maupun standar ditetapkan pada tahap perencanaan (planning). Kegagalan perusahaan untuk menetapkan standar pada tahap perencanaan merupakan jalan untuk menuju kegagalan itu sendiri, atau dalam peribahasa manajemen dikatakan "fail to plan is planning to fail." Hal ini karena tanpa adanya standar, perusahaan akan sangat sulit melakukan proses evaluasi, yakni membandingkan antara kinerja aktual dengan standar. Berdasarkan perbandingan antara kinerja aktual dengan standar, manajer akan memperoleh informasi yang akurat, apakah kinerja aktual yang dilakukan dapat memenuhi standar atau tidak. Ketidakmampuan sumber daya organisasi khususnya sumber daya manusia perusahaan untuk unjuk kinerja sesuai standar, dapat disebabkan oleh berbagai faktor, misalnya:
      • Standar yang ditetapkan terlalu tinggi sehingga sangat sulit untuk dicapai.
      • Kualitas sumber daya manusia perusahaan masih kurang baik sehingga dibutuhkan pelatihan dan pengembangan maupun pengadaan karyawan baru.
      • Perusahaan tidak memberikan kompensasi (gaji dan tunjangan) yang memadai sehingga karyawan tidak termotivasi bekerja dengan baik.
Menurut Siswanto (2005) terdapat empat langkah yang ditempuh dalam controlling, antara lain:
a.      Menetapkan standar dan metode untuk pengukuran kinerja
Penetapan standar dan metode untuk pengukuran kinerja bisa mencakup standar dan ukuran untuk segala hal, mulai dari target penjualan dan produksi sampai pada catatan kehadiran dan keamanan pekerja. Untuk menjamin efektivitas langkah ini, standar tersebut harus dispesifikasikan dalam bentuk yang berarti dan diterima oleh para individu yang bersangkutan.
b.     Mengukur kinerja
Langkah mengukur kinerja merupakan proses yang berlanjut dan reseptif, dengan frekuensi aktual bergantung pada jenis aktivitas yang sedang diukur.
c.      Membandingkan kinerja sesuai dengan standar
Membandingkan kinerja adalah membandingkan hasil yang telah diukur dengan target atau standar yang telah ditetapkan. Apabila kinerja ini sesuai dengan standar, manajer berasumsi bahwa segala sesuatunya telah berjalan secara terkendali. Oleh karena itu, manajer tidak perlu campur tangan secara aktif dalam organisasi.
d.     Mengambil tindakan perbaikan
Tindakan ini dilakukan manakala kinerja rendah di bawah standar dan analisis menunjukkan perlunya diambil tindakan. Tindakan perbaikan dapat berupa mengadakan perubahan terhadap satu atau beberapa aktivitas dalam dalam operasi organisasi atau terhadap standar yang telah ditetapkan sebelumnya. Manajer hanya memantau kinerja dan bukan melaksanakan pengendalian, kecuali apabila manajer mengikuti terus proses tersebut sampai akhir. Yang perlu mendapatkan prioritas adalah menentukan cara yang konstruktif agar kinerja dapat memenuhi standar dan tidak mengidentifikasi kegagalan yang telah terjadi.

c.       Tipe-tipe Controlling
Menurut Wibowo (2009) terdapat berbagai jenis controlling dalam manajemen. Salah satunya adalah jenis controlling yang memfokuskan pada masukan-proses-keluaran (Input - Process - Output) seperti yang dijelaskan sebagai berikut:
a.     Metode Pengendalian Umpan Maju (Mengantisipasi masalah sebelum terjadi)
Metode ini memerlukan berbagai standar kualitas dan kuantitas yang layak dari berbagai masukan (input), seperti material, modal, sumber daya manusia, mesin, dsb. Sumber daya informasi sangat diperlukan manajer dalam menentukan sumber daya yang mana saja yang dibutuhkan untuk memenuhi standar yang ditetapkan sehingga terhindarkan dari masalah potensial.
b.     Metode Pengendalian Berjalan atau Bersamaan (Mengelola masalah pada saat terjadi)
Metode ini memerlukan standar perilaku, kegiatan dan pelaksanaan dari aktivitas secara layak. Sumber informasi utama bagi metode pengendalian ini adalah hasil observasi dari first line manager. Tindakan perbaikan (korektif) ditujukan kepada perbaikan kualitas dan kuantitas sumber daya dan operasi.
c.     Metode Pengendalian Umpan Balik (Mengelola masalah setelah terjadi)
Metode ini memerlukan standar kauntitas dan kualitas yang layak dari keluaran yang diharapakan (output). Informasi tersebut harus merepresentasikan karakteristik dari keluaran. Berbeda dengan metode sebelumnya, para manajer mengambil tindakan korektif untuk memperbaiki masukan dan operasi bukan pada standar kualarannya. Misalnya memperbaiki proses produksi ketika banyak produk yang dikembalikan oleh pelanggan dikarenakan cacat/rusak.

Menurut Terry (dalam Sukarna, 2011) macam-macam tipe pengawasan antara lain:
a.       Inventory control (pengawasan barang-barang inventaris)
b.      Production control (pengawasan produksi)
c.       Maintenance control (pengawasan pemeliharaan)
d.      Quality control (pengawasan kualitas)
e.       Quantity control (pengawasan jumlah barang-barang)
f.        Salary control (pengawasan upah/gaji)
g.       Advertising control (pengawasan advertensi)
h.       Cost control (pengawasan biaya)

Menurut Jones dan George (dalam Solihin, 2009) bila pengendalian dikaitkan dengan proses produksi baik barang maupun jasa, terdapat tiga jenis tipe pengendalian yang digunakan oleh para manajer, antara lain:
a.       Feedforward control
Tipe pengendalian ini akan memungkinkan manajer melakukan antisipasi terhadap masalah sebelum masalah itu timbul. Feedforward control sendiri merupakan tipe pengendalian yang berada pada tahapan input (input stage) dari suatu proses produksi. Para manajer dapat melakukan feedforward control dengan cara memperketat spesifikasi bahan baku yang dipasok. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari terjadinya hasil produksi yang tidak diinginkan akibat mutu bahan baku yang rendah. Para manajer dapat pula menetapkan feedforward control dengan cara menyeleksi dengan ketat calon-calon karyawan yang akan bekerja di perusahaan. Hal ini bertujuan menghindari terpilihnya calon tenaga kerja yang memiliki kualifikasi kepribadian buruk yang akan berpotensi merugikan perusahaan di masa yang akan datang.
b.      Concurrent control
Merupakan pengendalian yang dilakukan oleh para manajer selama proses produksi (conversion stage) berlangsung. Pengendalian jenis ini akan memberikan kepada para manajer umpan balik yang cepat mengenai tingkat efisiensi penggunaan input yang diubah menjadi output sehingga para manajer dapat dengan segera melakukan tindakan perbaikan terhadap masalah yang timbul.
Manajer melaksanakan concurrent control dengan dibantu aplikasi teknologi informasi yang akan memberikan para manajer peringatan lebih cepat mengenai sumber masalah dan berbagai permasalahan yang terjadi selama proses produksi seperti jumlah input yang tidak memenuhi standar, mesin yang tidak berfungsi dengan baik, tenaga kerja yang tidak terampil, dan lain-lain. Concurrent control juga merupakan bagian terpenting dari peningkatan kualitas dimana pengendalian ini diharapkan dapat mengarahkan para pekerja agar mereka secara terus menerus melakukan pemantauan terhadap kualitas produk di setiap tahapan proses produksi supaya dapat dihasilkan produk berkualitas tinggi. Saat ini berbagai perusahaan telah mengadopsi penerapan pengendalian kualitas (quality control) melalui pendekatan Six Sigma yang bertujuan menghasilkan zero defect (tidak ada hasil produksi yang rusak).
c.       Feedback control
Pada tahap output produksi sudah dihasilkan, para manajer menetapkan feedback control dengan tujuan memperoleh informasi mengenai reaksi dari para konsumen setelah mereka menggunakan produk perusahaan, sehingga manajer dapat mengambil berbagai tindakan manajerial yang diperlukan berdasarkan informasi yang diperoleh dari konsumen. Tingkat barang retur yang meningkat dapat dijadikan indikator oleh para manajer bahwa produk yang dihasilkan oleh perusahaan tidak sesuai dengan ekspektasi pelanggan. Padahal sebagaimana dinyatakan oleh Feigenbaum, mutu dari suatu produk dinilai berdasarkan kemampuan produk tersebut untuk memenuhi kebutuhan pelanggan. Dengan demikian tingginya retur barang menunjukkan barang yang diproduksi tidak berkualitas dan harus dilakukan tindakan koreksi agar produk yang dihasilkan dapat memuaskan pelanggan.

Menurut Siswanto (2005) terdapat beberapa klasifikasi pengendalian yang harus dilakukan oleh seorang manajer. Klasifikasi tersebut bisa dilihat dari sistem maupun waktu pelaksanaanya. Ditinjau dari pelaksanaannya, pengendalian dapat diklasifikasikan menjadi tiga, antara lain:
a.      Sistem Pengendalian Umpan Balik
Sistem pengendalian umpan balik beroperasi dengan pengukuran beberapa aspek proses yang sedang dikendalikan dan perbaikan proses apabila pengukuran menunjukkan bahwa proses menyimpang dari rencana yang telah ditetapkan. Pengendalian ini memantau operasi proses maupun masukan dalam suatu usaha untuk menerka penyimpangan yang potensial agar tindakan perbaikan atas penyimpangan yang terjadi dapat dilakukan guna mencegah permasalahan kompleks menimpa organisasi. Sistem pengendalian umpan balik biasanya terdiri atas lima komponen berikut:
1)      Proses operasi yang mengolah masukan menjadi keluaran.
2)      Karakteristik proses yang merupakan subjek pengendalian.
3)      Sistem pengukuran yang menentukan kondisi dan karakteristik.
4)     Serangkaian standar atau kriteria dimana kondisi proses yang diukur dengan standar atau kriteria yang selanjutnya diadakan evaluasi.
5)    Pengatur yang fungsinya untuk membandingkan standar karakteristik proses dengan standar yang mengambil tindakan untuk adaptasi proses apabila perbandingan tersebut menunjukkan terjadinya penyimpangan proses dari rencana yang telah ditetapkan.
b.     Sistem Pengendalian Umpan Maju
Salah satu kelemahan utama sistem pengendalian umpan balik adalah bahwa sistem tersebut tidak memberikan peringatan suatu penyimpangan sebelum hal tersebut menjadi cukup berarti. Dampaknya, penyimpangan yang memakan biaya besar dapat berlangsung terus atau semakin buruk sebelum tindakan perbaikan yang efektif dilaksanakan. Hadirnya sistem pengendalian umpan maju mencoba mencegah sebelum penyimpangan ini terjadi lagi. Sistem pengendalian umpan maju memiliki komponen yang sama dengan sistem pengendalian umpan balik, yaitu:
1)     Proses operasi yang mengolah masukan menjadi keluaran.
2)     Karakteristik proses yang merupakan subjek pengendalian.
3)     Sistem pengukuran yang menentukan kondisi dan karakteristik.
4)     Serangkaian standar atau kriteria dimana kondisi proses yang diukur dengan standar atau kriteria yang selanjutnya diadakan evaluasi.
5)    Pengatur yang fungsinya untuk membandingkan standar karakteristik proses dengan standar yang mengambil tindakan untuk adaptasi proses apabila perbandingan tersebut menunjukkan terjadinya penyimpangan proses dari rencana yang telah ditetapkan.
c.      Sistem Pengendalian Pencegahan
Dua sistem pengendalian yang telah dideskripsikan di atas, baik sistem pengendalian umpan balik maupun sistem pengendalian umpan maju, berfungsi secara ekstern terhadap proses yang sedang dikendalikan, memantau operasi, dan terlibat dalam mengambil tindakan perbaikan apabila terjadi penyimpangan dari rencana yang telah ditetapkan. Sebaliknya, sistem pengendalian pencegahan adalah kebijakan dan prosedur yang sebenarnya merupakan bagian dari proses tersebut. Pengendalian pencegahan merupakan pengendalian intern organisasi.

Ditinjau dari waktu pelaksanaannya, pengendalian dapat dibedakan menjadi empat jenis pokok, yaitu:
a.      Pengendalian Sebelum Tindakan (Preaction Controls)
Pengendalian sebelum tindakan sering disebut sebagai pengendalian pendahuluna. Pengendalian memastikan bahwa sebelum tindakan dimulai maka sumber daya manusia, bahan, dan finansial yang diperlukan telah dianggarkan. Dengan demikian, apabila kegiatan dilakukan, sumber daya tersebut tersedia, baik jenis, kualitas, maupun tempat sesuai dengan kebutuhan. Anggaran biasanya digunakan untuk kepentingan ketenagakerjaan maupun sebagai penunjang sarana produksi tertentu.
b.     Pengendalian Kemudian (Steering Controls)
Istilah pengendalian ini berasal dari sistem kemudi sebuah mobil. Dimana supir mengemudikan mobilnya untuk mencegah agar tidak keluar dari jalur yang telah ditetapkan. Pengendalian ini dirancang untuk mendeteksi penyimpangan dari standara atau tujuan tertentu dan memungkinkan pengambilan tindakan perbaikan sebelum suatu urutan kegiatan tertentu diselesaikan.
c.      Penyaringan atau Pengendalian Ya/Tidak (Screening or Yes/No Controls)
Karena pengendalian kemudi merupakan sarana untuk mengambil tindakan perbaikan, sementara suatu program masih berjalan maka pengendalian penyaringan berguna sebagai alat kendali ganda sekaligus menyempurnakan pengendalian kemudi. Pengendalian ya atau tidak merupakan suatu proses penyaringan yang aspek-aspek spesifik dari suatu prosedurnya harus disetujui atau syarat tertentu dipenuhi sebelum aktivitas dapat diteruskan.
d.     Pengendalian Setelah Tindakan (Post Action Controls)
Pengendalian ini berusaha untuk mengukur hasil atas suatu kegiatan yang telah diselesaikan. Penyebab penyimpangan dari rencana atau standar yang telah ditentukan dan temua tersebut diaplikasikan pada aktivitas yang sama di masa yang akan datang. Sebelum itu, pengendalian sesudah tindakan juga digunakan sebagai dasar untuk balas jasa atau untuk memotivasi karyawan, misalnya seorang karyawan yang mencapai standar akan diberikan kompensasi tertentu. Keterandalan arus informasi merupakan salah satu faktor yang paling penting dalam pengendalian yang efisien karena semakin cepat penyimpangan ditemukan, akan semakin cepat pula tindakan perbaikan diambil. Demikian juga informasi yang tepat merupakan faktor yang penting karena tindakan perbaikan atas suatu penyimpangan didasarkan atas informasi yang diperoleh dari laporan produk pengolahan komputer, dan sebagainya.

d.      Strategi Controlling Untuk Sebuah Organisasi
Controlling Kinerja Pegawai Dalam Penjualan Barang Produksi
1)     Langkah I : Penetapan standar dan metode penilaian kinerja
Idealnya, tujuan yang ingin dicapai organisasi bisnis atau perusahaan sebaiknya ditetapkan dengan jelas dan lengkap pada saat perencanaan dilakukan. “Lengkap” disini berarti bahwa penetapan standar sebaiknya juga dilakukan pada saat perencanaan dilakukan. Misalnya, standar pertama yang ditetapkan untuk bagian pemasaran adalah meningkatkan penjualan sebesar 50 persen
2)     Langkah II : Penilaian kinerja
Pada dasarnya penilaian kerja adalah upaya untuk membandingkan kinerja yang dicapai dengan tujuan dan standar yang telah ditetapkan semula. Penilaian kinerja merupakan proses yang berkelanjutan dan terus-menerus. Terdapat beberapa kegiatan yang hanya dapat dilihat kualitas pengerjaannya pada saat akhir dari kegiatan tersebut. Misalnya saja sebuah proses produksi dari sepasang sepatu. Setelah sepasang sepatu jadi, maka kita dapat melihat kualitas sepatu tersebut berdasarkan produk akhir atau produk jadinya. Jika pada tahap sebelumnya kita telah menetapkan bahwa standar yang kita hendak capai adalah peningkatan penjualan sebesar 50 persen, maka dalam tahap ini kita tetapkan bahwa penilaian akan dilakukan oleh manajer penjualan misalnya setiap 1 tahun sekali dengan menilai tingkat penjualan yang dicapai selama satu tahun tersebut. Karena yang akan kita nilai adalah tingkat penjualan, maka variabel yang akan kita nilai juga kita tentukan, yaitu misalnya jumlah penjualan pada tahun itu.
3)     Langkah III : Membandingkan kinerja dengan standar
Setelah kita menetapkan bahwa yang akan kita nilai adalah tingkat penjualan setiap satu tahun sekali oleh manajer penjualan, maka pada tahap ini manajer penjualan akan melakukan perbandingan dari apa yang telah diperoleh di bagian penjualan dengan standar yang telah ditetapkan. Karena kita telah menetapkan standar yang akan kita capai adalah peningkatan penjualan sebesar 50 persen dari tahun sebelumnya, maka manajer penjualan kemudian melakukan pengecekan dari data penjualan pada tahun yang lalu. Setelah kedua data penjualan dari tahun lalu dan tahun ini diperoleh, manajer penjuala n kemudian melakukan perbandingan atas apa yang dicapai tahun ini dengan yang telah dicapai pada tahun lalu. Misalnya data penjualan sebagai berikut:
Penjualan tahun ini: 12.000 unit sepatu
Penjualan tahun lalu: 10.000 unit sepatu
4)     Langkah IV: Melakukan tindakan koreksi jika terdapat masalah
Dari tahap sebelumnya, melalui perbandingan antara kinerja dengan standar, kita mendapatkan informasi dari proses pengawasan yang kita lakukan bahwa kinerja berada di atas standar, sama dengan standar, atau di bawah standar. Ketika kinerja berada di bawah standar berarti perusahaan mendapatkan masalah. Oleh karena itu perusahaan kemudian perlu melakukan pengendalian, yaitu dengan mencari jawaban mengapa masalah tersebut terjadi. Misalnya disebabkan karena promosi yang kurang, kurangnya tenaga penjual, bertambahnya pesaing, turunnya daya beli masyarakat, atau mungkin penyebab lainnya. Ketika misalnya penjualan diketahui karena promosi yang kurang, barangkali tindakan koreksi yang perlu dilakukan adalah menambah pengeluaran untuk promosi. Ketika penyebab kurangnya tenaga penjual, mungkin tindakan koreksinya adalah merekrut tenaga marketing yang baru,

B.     KEKUASAAN DAN PENGARUH
a.      Pengertian Dari Kekuasaan
Pelopor pertama yang mempergunakan istilah kekuasaan adalah sosiolog kenamaan Max Weber. Dia merumuskan kekuasaan itu sebagai suatu kemungkinan yang membuat seorang aktor di dalam suatu hubungan sosial berada dalam suatu jabatan untuk melaksanakan keinginannya sendiri dan yang menghilangkan halangan. Menurut Miriam  Budiardjo kekuasaan  adalah  kemampuan  seseorang  atau  kelompok  untuk mempengaruhi tingkah laku orang atau kelompok lain sesuai dengan keinginan dari pelaku.
Menurut Harold D. Laswell dan Abraham Kalpan kekuasaan adalah suatu hubungan di mana seseorang atau sekelompok orang dapat menentukan tindakan seseorang atau kelompok lain ke arah tujuan dari pihak pertama.
Riker (1964) berpendapat bahwa perbedaan dalam kekuasaan benar-benar didasarkan pada perbedaan kausalitas (sebab-akibat). Kekuasaan adalah kemampuan untuk menggunakan pengaruh, sedangkan alasan adalah penggunaan pengaruh yang sebenarnya. Sedangkan Russel (1983) menyatakan bahwa power (kekuasaan) adalah konsep dasar dalam ilmu sosial. Kekuasaan penting dalam kehidupan organisasi, dan bahwa kekuasaan dalam organisasi terikat dengan status seseorang.
Boulding (1989) mengemukakan gagasan kekuasaan dalam arti luas, sampai tingkat mana dan bagaimana kita memperoleh yang kita inginkan. Bila hal ini diterapkan pada lingkungan organisasi, ini adalah masalah penentuan di seputar bagaimana organisasi memperoleh apa yang dinginkan dan bagaimana para pemberi andil dalam organisasi itu memperoleh apa yang mereka inginkan. Kita memandang kekuasaan sebagai kemampuan perorangan atau kelompok untuk mempengaruhi, memberi perintah dan mengendalikan hasil-hasil organisasi.

b.      Sumber-sumber Kekuasaan
Kekuasaan tidak begitu saja diperoleh individu, ada 6 sumber kekuasaan menurut John Brench dan Bertram Raven, yaitu :
a.      Kekuasaan balas jasa (reward power)
Kekuasaan yang didasarkan pada kemampuan seseorang pemberi pengaruh untuk memberi penghargaan pada orang lain yang dipengaruhi untuk melaksanakan perintah (bonus sampai senioritas atau persahabatan).
b.     Kekuasaan paksaan (coercive power)
Kekuasaan berdasarkan pada kemampuan orang untuk menghukum orang yang dipengaruhi kalau tidak memenuhi perintah atau persyaratan (teguran sampai hukuman).
c.      Kekuasaan sah (legitimate power)
Kekuasaan formal yang diperoleh berdasarkan hukum atau aturan yang timbul dari pengakuan seseorang yang dipengaruhi bahwa pemberi pengaruh berhak menggunakan pengaruh sampai pada batas tertentu.
d.     Kekuasaan keahlian (expert power)
Kekuasaan yang didasarkan pada persepsi atau keyakinan bahwa pemberi pengaruh mempunyai keahlian relevan atau pengetahuan khusus yang tidak dimiliki oleh orang yang dipengaruhi (professional atau tenaga ahli).
e.     Kekuasaan panutan (referent power)
Kekuasaan yang dimiliki oleh seseorang atau kelompok yang didasarkan pada indentifikasi pemberi pengaruh yang menjadi contoh atau panutan bagi yang dipengaruhi (karisma, keberanian, simpatik dan lain-lain).
f.      Kekuasaan Pengendalian Informasi (Control Of Information power)
Berasal dari pengetahuan yang tidak dimiliki orang lain, ini dilakukan dengan pemberian atau penahanan informasi yang dibutuhkan.

Sumber kekuasaan biasanya dibagi menjadi dua kelompok besar (Robbins dan Judge, 2007), yaitu:
a.       Sumber kekuasaan antar individu (interpersonal sources of power).
1)    Kekuasaan Formal (Formal Power) adalah kekuasaan yang didasarkan pada posisi individual dalam suatu organisasi. Kekuasaan ini dapat berasal dari:
a)     Kemampuan untuk memaksa (coercive power)
Kekuasaan ini timbul pada diri seseorang karena ia memiliki kemampuan untuk memberikan hukuman (akibat negatif) atau meniadakan kejadian yang positif terhadap orang lain. Pada suatu organisasi, biasanya seseorang tunduk pada atasannya karena takut dipecat, atau diturunkan dari jabatannya. Kekuasaan ini juga dapat dimiliki seseorang karena ia mempunyai informasi yang sangat penting mengenai orang lain, yang mempunyai pengaruh sangat besar terhadap orang tersebut.
b)     Kemampuan untuk memberi imbalan (reward power)
Kekuasaan ini timbul pada diri seseorang karena ia memiliki kemampuan untuk mengendalikan sumber daya yang dapat mempengaruhi orang lain, misalnya: ia dapat menaikkan jabatan, memberikan bonus, menaikkan gaji, atau hal-hal positif lainnya.
c)     Kekuatan formal (legitimate power)
Kekuasaan ini timbul pada diri seseorang karena ia memiliki posisi sebagai pejabat pada struktur organisasi formal. Orang ini memiliki kekuasaan resmi untuk mengendalikan dan menggunakan sumber daya yang ada dalam organisasi. Kekuasaannya meliputi kekuatan untuk memaksa dan memberi imbalan. Anggota organisasi biasanya akan mendengarkan dan melaksanakan apa yang dikatakan oleh pemimpinnya, karena ia memiliki kekuasaan formal dalam organisasi yang dipimpinnya.

2) Kekuasaan Personal (Personal Power) adalah kekuasaan yang berasal dari karakteristik unik yang dimiliki seorang individu. Kekuasaan ini dapat berasal dari:
a)     Kekuasaan karena dianggap ahli (Expert Power)
Kekuasaan ini timbul pada diri seseorang karena ia memiliki keahlian, ketrampilan atau pengetahuan khusus dalam bidangnya. Misalnya seorang ahli komputer yang bekerja pada sebuah perusahaan, atau seorang karyawan yang memiliki kemampuan menggunakan dua atau tiga bahasa internasional, akan memiliki expert power karena sangat dibutuhkan oleh perusahaannya.
b)     Kekuasaan karena dijadikan contoh (Referent Power)
Kekuasaan ini timbul pada diri seseorang karena ia memiliki sumber daya, kepribadian yang menarik, atau karisma tertentu. Kekuasaan ini dapat menimbulkan kekaguman pada orang tersebut, dan membuat orang yang mengaguminya ingin menjadi seperti orang tersebut. Misalnya seorang dengan kepribadian menarik, sering dijadikan contoh atau model oleh orang lain dalam berperilaku.

b.     Sumber kekuasaan struktural (structural sources of power).
Kekuasaan ini juga dikenal dengan istilah inter group atau interdepartmental power yang merupakan sumber kekuasaan kelompok. Sumber dan penggunaan kekuasaan pada tingkat kelompok, khususnya departemen yang ada di dalam suatu organisasi memiliki nilai yang tinggi dalam studi tentang perilaku organisasi. Saunders, 1990 (Brooks, 2006) mengatakan bahwa kekuasaan pada tingkat departemen atau kelompok dapat berasal dari 5 sumber yang potensial, yang mungkin saja saling tumpang tindih (overlap), yaitu:
1)    Ketergantungan (Dependency). Jika departemen A bergantung pada departemen B untuk informasi atau kerjasama lainnya untuk dapat mengerjakan tugasnya dengan efektif, maka departemen B memiliki sumber kekuasaan terhadapdepartemen A.
2)  Kesentralan (Centrality). Ini adalah ukuran tingkat pentingnya suatu departemen bekerja untuk tujuan utama organisasi. Secara alternatif dapat dianggap sebagai suatu ukuran seberapa besar departemen tersebut tidak dibutuhkan oleh organisasi tersebut. Semakin penting departemen tersebut bagi organisasinya, maka akan semakin besar kekuasaannya.
3)   Sumber Dana (Financial Resources). Departemen yang menghasilkan sumber dana sendiri, khususnya jika mereka mampu menghasilkan pendapatan lebih besar dibandingkan departemen lainnya, akan mendapatkan keuntungan dari sumber kekuasaan ini.
4)  Ketidak-berlanjutan  (Non-sustainability).  Berhubungan  dengan  tingkat pentingnya departemen tersebut. Keberlanjutan adalah suatu ukuran seberapa mudah fungsi dari departemen tersebut digantikan oleh yang lain. Departemen yang mudah ditutup karena dapat digantikan fungsinya, akan memiliki kekuasaan yang rendah.
5)     Menghadapi ketidakpastian (Copying with uncertainty). Departemen yang memiliki kemampuan menurunkan ketidakpastian bagi departemen yang lain, akan memiliki kekuasaan yang lebih besar.

c.       Pengertian Dari Pengaruh
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) pengaruh adalah daya yang ada dan timbul dari sesuatu (orang, benda) yang ikut membentuk watak, kepercayaan atau perbuataan seseorang. Dari pengertian di atas telah dikemukakan sebelumnya bahwa pengaruh adalah merupakan sesuatu daya yang  dapat membentuk atau mengubah sesuatu yang lain.
Menurut Depdikbud (2001) pengaruh adalah daya yang ada atau timbul dari sesuatu (orang atau benda) yang ikut  membentuk  watak  kepercayaan  dan  perbuatan  seseorang. Menurut Poerwardaminta  berpendapat bahwa  pengaruh  adalah  daya  yang  ada  atau timbul dari sesuatu, baik orang maupun benda dan sebagainya yang berkuasa atau yang berkekuatan dan berpengaruh terhadap orang lain.
Menurut Badudu  dan  Zain (2001) pengaruh adalah daya yang menyebabkan sesuatu yang terjadi; sesuatu  yang  dapat  membentuk  atau  mengubah  sesuatu  yang lain; tunduk  atau  mengikuti  karena kuasa  atau  kekuatan  orang lain. Menurut Norma Barry pengaruh adalah suatu tipe kekuasaan yang jika seorang dipengaruhi agar bertindak dengan cara tertentu, dapat dikatakan terdorong untuk bertindak demikian, sekalipun ancaman sanksi yang terbuka tidak merupakan motivasi yang mendorongnya.
Menurut Becker pengaruh adalah kemampuan yang terus berkembang yang berbeda dengan kekuasaan, tidak begitu terkait dengan usaha memperjuangkan dan memaksakan kepentingan. Sedangkan menurut Wiryanto pengaruh merupakan tokoh formal maupun informal di dalam masyarakat, mempunyai ciri lebih kosmopolitan,  inovatif, kompeten, dan aksesibel dibanding pihak yang dipengaruhi.

d.     Pengaruh Taktik Dalam Organisasi
Kekuasaan adalah kemampuan untuk mempengaruhi orang lain. Selain menggunakan kekuasaan, ada berbagai cara yang dapat digunakan oleh orang yang berada dalam organisasi untuk mempengaruhi orang lain. Taktik-taktik mempengaruhi (Influence Tactics) adalah cara-cara yang biasanya digunakan oleh seseorang untuk mempengaruhi orang lain, baik orang yang merupakan atasan, setingkat, atau bawahannya. Dengan mengetahui dan menggunakan hal ini, maka seseorang dapat mempengaruhi orang lain, dengan tidak menggunakan kekuasaan yang dimilikinya. Kipnis dan Schmidt adalah peneliti yang pertama kali meneliti taktik-taktik yang biasa digunakan orang untuk mempengaruhi orang lain. (Kipnis dan Schmidt, 1982). Berbagai alat ukur telah dibuat untuk meneliti taktik mempengaruhi, dan salah satu yang terbaik adalah yang dibuat oleh Yukl dkk, yaitu yang disebut Influence Behavior Questionnaire (Yukl, Lepsinger, and Lucia, 1992). Hasil penelitian Yukl dkk, menunjukkan ada sembilan jenis taktik yang biasa digunakan di dalam organisasi, yaitu:
1)      Persuasi Rasional (Rational Persuasion), terjadi jika seseorang mempengaruhi orang lain dengan menggunakan alasan yang logis dan bukti-bukti nyata agar orang lain tertarik.
2)   Daya tarik Inspirasional (Inspirational Appeals), terjadi jika seseorang mempengaruhi orang lain dengan menggunakan suatu permintaan atau proposal untuk membangkitkan antusiasme atau gairah pada orang lain. Misalnya dengan memberikan penjelasan yang menarik tentang nilai-nilai yang diinginkan, kebutuhan, harapan, dan aspirasinya.
3)   Konsultasi (Consultation), terjadi jika seseorang mempengaruhi orang lain dengan mengajak dan melibatkan orang yang dijadikan target untuk berpartisipasi dalam pembuatan suatu rencana atau perubahan yang akan dilaksanakan.
4)   Mengucapkan kata-kata manis (Ingratiation), terjadi jika seseorang mempengaruhi orang lain dengan menggunakan kata-kata yang membahagiakan, memberikan pujian, atau sikap bersahabat dalam memohon sesuatu.
5)   Daya-tarik Pribadi (Personal Appeals), terjadi jika seseorang mempengaruhi orang lain atau memintanya untuk melakukan sesuatu karena merupakan teman atau karena dianggap loyal.
6)  Pertukaran (Exchange), terjadi jika seseorang mempengaruhi orang lain dengan memberikan sesuatu keuntungan tertentu kepada orang yang dijadikan target, sebagai imbalan atas kemauannya mengikuti suatu permintaan tertentu.
7)   Koalisi (Coalitions), terjadi jika seseorang meminta bantuan dan dukungan dari orang lain untuk membujuk atau sebagai alasan agar orang yang dijadikan target setuju.
8) Tekanan (Pressure), terjadi jika seseorang mempengaruhi orang lain dengan menggunakan ancaman, peringatan, atau permintaan yang berulang-ulang dalam meminta sesuatu.
9)   Mengesahkan (Legitimacy), terjadi jika seseorang mempengaruhi orang lain dengan menggunakan jabatannya, kekuasaannya, atau dengan mengatakan bahwa suatu permintaan adalah sesuai dengan kebijakan atau aturan organisasi.

e.     Kasus Mengenai Kekuasaan & Pengaruh Pada Sebuah Organisasi
Kasus: “Taktik Mempengaruhi di China”
Suatu studi terkini, yang mempelajari perbedaan perilaku manajer di Cina Daratan, Taiwan, dan Hong Kong, menemukan bahwa tiga subkultur tersebut berbeda dalam hal taktik mempengaruhi. Walaupun manajer dari ketiga daerah tersebut percaya bahwa rational persuasions dan exchange adalah taktik mempengaruhi yang paling efektif, manajer di Taiwan cenderung menggunakan inspirational appeals dan ingratiation lebih banyak dibandingkan manajer dari Cina Daratan dan Hong Kong, dan Manajer dari Hong Kong menilai pressure sebagai sesuatu yang lebih efektif dalam mempengaruhi orang lain dibandingkan manajer dari Taiwan dan Cina. Perbedaan-perbedaan dalam taktik mempengaruhi tersebut, dapat membuat hubungan bisnis menjadi sulit. Perusahaan-perusahaan sebaiknya memahami hal ini, misalnya dengan membuat manajer mereka sadar akan adanya perbedaan-perbedaan di dalam suatu budaya.
Saran:
Pengetahuan mengenai kekuasaan dan taktik mempengaruhi orang lain, sangat penting bagi setiap orang, terlebih lagi bagi para manajer atau pemimpin suatu organisasi. Dengan mengetahui sumber-sumber dan jenis-jenis kekuasaan, seseorang atau pemimpin dapat meningkatkan ketergantungan orang lain kepadanya, atau mengurangi ketergantungan dirinya kepada orang lain. Dengan mengetahui cara atau taktik mempengaruhi orang lain, maka seseorang atau pemimpin dapat lebih efektif dalam mencapai tujuan yang diinginkannya. Taktik-taktik mempengaruhi adalah cara-cara yang biasanya digunakan oleh seseorang untuk mempengaruhi orang lain, baik orang yang merupakan atasan, rekan setingkat, atau bawahannya. Dengan mengetahui dan menggunakan hal ini, maka seseorang dapat mempengaruhi orang lain, dengan tidak menggunakan kekuasaan yang dimilikinya.


DAFTAR PUSTAKA
Arifin, I., & Wagiana, G.H. (2007). Membuka Cakrawala Ekonomi. Bandung: PT Setia Purna Inves.
Purnastuti, L., & Mustikawati, Rr. I. (2006). Ekomomi Untuk  SMA/MA Kelas XII. Yogyakarta: Grasindo.
Ruky, A.S. (2002). Sukses Sebagai Manajer Profesional Tanpa Gelar MM Atau MBA. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Siswanto. (2005). Pengantar Manajemen. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Solihin, I. (2009). Pengantar Manajemen. Jakarta: Erlangga.
Sukarna. (1992). Dasar-dasar Manajemen. Bandung: CV Mandar Maju.
Suprapto, T. (2009). Pengantar Teori & Manajemen Komunikasi. Yogyakarta: MedPress.
Wibowo, S. (2009). Pengantar Manajemen Bisnis. Bandung: Politeknik Telkom.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar