A.
CONTROLLING
FUNGSI MANAJEMEN
a.
Pengertian
Dari Controlling Fungsi Manajemen
Menurut Wibowo (2009) controlling adalah proses pemantauan aktivitas untuk menjamin bahwa
standar dapat terlaksana sebagaimana yang direncanakan dan melakukan langkah
koreksi terhadap penyimpangan yang berarti. Yang dimaksud dengan standar adalah
pedoman atau tolak banding yang ditetapkan sebagai dasar untuk pengukuran
kapasitas, kuantitas, isi, nilai, biaya, kualitas, dan kinerja. Secara
kualitatif maupun kuantitatif, standar merupakan pernyataan mengenai hasil yang
diharapkan tepat, eksplisit, dan formal.
Menurut Stoner & Wankel (dalam Ruky, 2002) controlling adalah sebuah proses yang
dilakukan untuk meyakinkan bahwa semua kegiatan (dalam proses manajemen)
berjalan mengikuti rencana yang telah ditetapkan dan menuju kepada sasaran yang
harus dicapai.
Menurut Suprapto (2009) controlling adalah fungsi dari manajemen yang mencakup persiapan
suatu standar kualitas dan kuantitas hasil kerja, baik berbentuk produk maupun
jasa yang diberikan perusahaan atau organisasi dalam upaya pencapaian tujuan
kepuasan bersama, produktivitas dan terciptanya citra yang positif. Fungsi ini
merupakan pengukuran kinerja, membandingkan antara hasil yang sesungguhnya
dengan rencana serta mengambil tindakan pembetulan yang diperlukan.
Menurut Purnastuti dan Mustikawati (2006) controlling adalah proses dalam
menetapkan ukuran kinerja dan pengambilan tindakan yang dapat mendukung
pencapaian hasil yang diharapkan sesuai dengan kinerja yang telah ditetapkan
tersebut. Dengan kata lain, controlling merupakan
kegiatan membandingkan standar dengan hasil kerja atau kinerja, baik yang
dilaporkan maupun yang tidak dilaporkan.
Menurut Arifin dan Wagiana (2007) controlling adalah fungsi manajemen yang
berhubungan dengan prosedur pengukuran hasil kerja terhadap tujuan perusahaan.
Dengan kata lain, controlling adalah
proses untuk memastikan bahwa aktivitas sebenarnya sesuai dengan aktivitas yang
direncanakan.
Menurut Maulidah (2012) controlling atau pengawasan, sering juga disebut pengendalian
adalah salah satu fungsi manajemen yang berupa mengadakan penilaian, bila perlu
mengadakan koreksi sehingga apa yang dilakukan bawahan dapat diarahkan ke jalan
yang benar dengan maksud mencapai tujuan yang sudah digariskan semula. Pengawasan
sangat dibutuhkan dalam suatu organisasi atau perusahaan Karena, pada dasarnya
pengawasan manajemen adalah suatu usaha sistematik untuk menetapkan standar
pelaksanaan dengan tujuan-tujuan perencanaan, merancang sistem informasi umpan
balik, membandingkan kegiatan nyata dengan standar yang telah ditetapkan
sebelumnya, menentukan dan mengukur penyimpangan-penyimpangan, serta mengambil
tindakan koreksi yang diperlukan untuk menjamin bahwa semua sumberdaya
perusahaan digunakan dengan cara yang paling efektif dan efisien dalam
pencapaian tujuan-tujuan perusahaan.
Menurut G.R. Terry dalam buku Principles of
Management, controlling adalah proses
penentuan apa yang harus dicapai yaitu standard, apa yang harus dilakukan yaitu
pelaksanaan, menilai pelaksanaan; dan bilamana perlu melakukan
perbaikan-perbaikan, sehingga pelaksanaan sesuai dengan rencana, yaitu selaras
dengan standard.
Menurut Henri Fayol dalam buku General and
Industrial Management menyatakan bahwa controlling
adalah pemeriksaan apakah sesuatu yang terjadi sesuai rencana, instruksi yang
dikeluarkan, dan prinsip-prinsip yang telah ditentukan. Jadi, tujuannya ialah
untuk menunjukkan kelemahan dan kesalahan agar supaya menjadi benar dan
mencegah pengulangan kesalahan.
Menurut Siswanto (2005) controlling adalah suatu usaha sistematik untuk menetapkan standar
kinerja dengan sasaran perencanaan, mendesain sistem umpan balik informasi,
membandingkan kinerja aktual dengan standar yang telah ditetapkan, menentukan
apakah terdapat penyimpangan dan mengukur signifikansi penyimpangan tersebut,
dan mengambil tindakan perbaikan yang diperlukan untuk menjamin bahwa semua
sumber daya perusahaan yang sedang digunakan sedapat mungkin secara lebih
efisien dan efektif guna mencapai sasaran perusahaan.
Menurut Robbins and Coulter (dalam Solihin, 2009) controlling adalah proses monitoring
terhadap berbagai aktivitas yang dilakukan sumber daya organisasi untuk
memastikan bahwa aktivitas yang dilakukan tersebut akan dapat mencapai tujuan
yang telah ditetapkan dan tindakan koreksi dapat dilakukan untuk memperbaiki
penyimpangan yang terjadi.
b.
Langkah-langkah
Controlling Fungsi Manajemen
Menurut Wibowo (2009) controlling manajemen adalah proses yang digunakan untuk menjamin
bahwa aktivitas yang dilaksanakan sesuai dengan aktivitas yang direncanakan.
Proses controlling adalah mengukur
kemajuan kegiatan berdasarkan perencanaan yang telah ditetapkan dalam rangka
tujuan organisasi, kemudian dievaluasi dan dicari alternatif solusi dalam
rangka penyelesaian masalah dalam pelaksanaannya. Ada 4 (empat) langkah dalam
proses controlling, yaitu :
a. Langkah
I : Menetapkan standar kinerja, target sebagai dasar untuk evaluasi kinerja
Pada
tahap ini, manajer memutuskan standar kinerja dan target di masa mendatang yang
akan dipergunakan untuk mengevaluasi kinerja organisasi secara keseluruhan atau
bagian/unit dari organisasi. Standar kinerja yang dibuat akan mengukur
efesiensi, kualitas, responsiveness terhadap pelanggan dan inovasi. Sebagai
contoh, jika manajer memutuskan untuk menerapkan strategi biaya rendah (low
cost strategy), maka yang diperlukan adalah mengukur efesiensi pada semua
tingkatan dalam organisasi. Standar juga harus jelas, spesifik dan terukur;
sehingga persepsi semua orang sama, disamping dapat memberikan arahan yang
jelas, motivasi, juga mengurangi konflik karena misintrepretasi. Dengan adanya
standar penilaian, maka dapat diperkirakan hasilnya sebelum selesai, dengan
demikian dapat diantisipasi sebelumnya. Aspek-aspek yang dapat digunakan
sebagai indikator penilaian:
- Besaran-besaran input, misalnya bahan baku, biaya yang telah digunakan.
- Hasil yang telah dicapai sementara, sehingga dapat memprediksi hasil akhirnya.
- Symptom, gejala-gejala timbul selama proses berjalan, misalnya gejala-gejala proses yang tidak produktif.
- Perubahan pada konsisi yang diasumsikan, misalnya terjadi perubahan harga, kebijakan pemerintah, perusahaan, dll.
Standar
ini juga harus memiliki 2 (dua) fungsi, yaitu :
- Memberikan motivasi kepada orang/kelompok, dengan demikian harus realistik dan menantang.
- Tolok ukur untuk membandingkan
b. Langkah
II : Mengukur kinerja nyata (actual)
Langkah
selanjunya adalah mengukur kinerja yang sebenarnya yaitu: (1) keluaran nyata
sebagai hasil dari perilaku para anggota yang disebut pengendalian keluaran (output control), (2) perilaku juga akan
dinilai.
c. Langkah III : Membandingkan kinerja nyata dengan standar
kinerja yang ditetapkan
Manajer mengevaluasi kinerja yang
sebenarnya untuk melihat seberapa menyimpang dari standar yang ditetapkan.
Apabila kinerja lebih tinggi dari standar, maka manajer mungkin memutuskan
bahwa standar terlalu rendah dan akan menaikkan dalam periode berikutnya
sehinggga memberikan tantangan bagi para bawahannya. Akan tetapi, jika kinerja
lebih rendah dari standar yang ditetapkan, maka manajer harus memutuskan apakah
akan melakukan tindakan korektif. Tindakan perbaikan mudah dilakukan apabila
penurunan kinerja diketahui penyebabnya dan bisa dikenali.
d. Langkah IV : Mengevaluasi hasil dan melakukan tindakan koreksi jika
standar tidak tercapai
Langkah terakhir dalam proses
pengendalian adalah mengevaluasi hasil. Apakah kinerja telah dipenuhi atau
tidak, dimana manajer banyak belajar pada tahap ini. Jika manajer memutuskan
bahwa kinerja tidak bisa diterima, maka mereka harus berusaha memecahkan
masalah tersebut. Kadangkala, masalah kinerja timbul karena standar yang
ditetapkan terlalu tinggi. Misalnya, target penjualan sangat tinggi sehingga
sulit tercapai. Dalam hal, menetapkan standar harus yang lebih realistis
sehingga akan mengurangi gap antara kinarja actual dan kinerj ayang diharapkan.
Menurut
Purnastuti dan Mustikawati (2006) secara
umum, proses controlling meliputi
langkah-langkah sebagai berikut:
- Penetapan standar dan metode penilaian kinerja;
- Penilaian kinerja;
- Penilaian apakah kinerja memenuhi standar atau tidak;
- Pengambilan tindakan koreksi.
Menurut G.R. Terry (dalan Sukarna,
2011) mengemukakan tentang proses controlling
sebagai berikut:
- Determining the standard or basis for control - tentukan standard atau dasar bagi pengawasan.
- Measuring the perfomance - ukurlah pelaksanaan.
- Comparing perfomance with the standard and ascerting the difference - bandingkan pelaksanaan dengan standard dan temukanlah perbedaan jika ada.
- Correcting the deviation by means of remedial action - perbaiki penyimpangan dengan cara-cara tindakan yang tepat.
Menurut Robbins and Coulters (dalam
Solihin, 2009) proses controlling terdiri
dari empat aktivitas, yaitu:
- Penetapan Tujuan (Goal Setting). Proses pengendalian diawali dengan adanya penetapan terlebih dahulu berbagai tujuan yang ingin dicapai oleh perusahaan, strategi untuk mencapai tujuan tersebut, sampai kepada penentuan anggaran (budget) yang menunjukkan rencana alokasi masing-masing sumber daya organisasi perusahaan dalam menunjang pencapaian tujuan. Baik tujuan, strategi, maupun anggaran semuanya dapat dijadikan standar untuk menjadi pembanding terhadap pelaksanaan kegiatan yang sesungguhnya dilakukan.
- Pengukuran (Measuring) merupakan penetapan satuan numerik terhadap suatu objek yang diukur. Aktivitas pengukuran menyangkut dua hal: Pertama, pengukuran berkaitan dengan apa yang diukur (objek peengukuran). Kedua, pengukuran berkaitan dengan bagaimana pengukuran dilakukan (metode pengukuran). Objek yang diukur dalam suatu proses pengendalian perusahaan merupakan kinerja aktual (actual perfomance) yang ditunjukkan oleh sumber daya organisasi perusahaan. Objek pengukuran dalam suatu perusahaan sangat bervariasi. Sebagai contoh, produktivitas departemen produksi dapat diukur dengan menggunakan ukuran jumlah produksi barang per hari yang lolos uji kualitas (quality passed). Sementara produktivitas departemen pemasaran dapat diukur dari jumlah penjualan per bulan. Penetapan kriteria mengenai "apa yang diukur" menjadi sangat penting karena beberapa hal. Pertama, kesalahan kriteria pengukuran akan mengakibatkan kekeliruan dalam proses pengukuran. Kedua, kejelasan kriteria pengukuran akan turut memotivasi karyawan untuk berusaha melewati kriteria yang ditetapkan. Karena objek yang diukur berbeda, metode yang digunakan untuk melakukan pengukuran pun bervariasi. Sebagai contoh, metode yang digunakan untuk mengukur penilaian prestasi karyawan di departemen produksi akan berbeda dengan penilaian prestasi karyawan di departemen Finance and Accounting.
- Membandingkan (Comparing) merupakan proses membandingkan kinerja aktual (actual perfomance) dengan standar kinerja dan berbagai tujuan yang telah ditetapkan. Tujuan maupun standar ditetapkan pada tahap perencanaan (planning). Kegagalan perusahaan untuk menetapkan standar pada tahap perencanaan merupakan jalan untuk menuju kegagalan itu sendiri, atau dalam peribahasa manajemen dikatakan "fail to plan is planning to fail." Hal ini karena tanpa adanya standar, perusahaan akan sangat sulit melakukan proses evaluasi, yakni membandingkan antara kinerja aktual dengan standar. Berdasarkan perbandingan antara kinerja aktual dengan standar, manajer akan memperoleh informasi yang akurat, apakah kinerja aktual yang dilakukan dapat memenuhi standar atau tidak. Ketidakmampuan sumber daya organisasi khususnya sumber daya manusia perusahaan untuk unjuk kinerja sesuai standar, dapat disebabkan oleh berbagai faktor, misalnya:
- Standar yang ditetapkan terlalu tinggi sehingga sangat sulit untuk dicapai.
- Kualitas sumber daya manusia perusahaan masih kurang baik sehingga dibutuhkan pelatihan dan pengembangan maupun pengadaan karyawan baru.
- Perusahaan tidak memberikan kompensasi (gaji dan tunjangan) yang memadai sehingga karyawan tidak termotivasi bekerja dengan baik.
Menurut Siswanto (2005) terdapat
empat langkah yang ditempuh dalam controlling,
antara lain:
a. Menetapkan standar dan metode untuk
pengukuran kinerja
Penetapan
standar dan metode untuk pengukuran kinerja bisa mencakup standar dan ukuran
untuk segala hal, mulai dari target penjualan dan produksi sampai pada catatan
kehadiran dan keamanan pekerja. Untuk menjamin efektivitas langkah ini, standar
tersebut harus dispesifikasikan dalam bentuk yang berarti dan diterima oleh
para individu yang bersangkutan.
b.
Mengukur kinerja
Langkah
mengukur kinerja merupakan proses yang berlanjut dan reseptif, dengan frekuensi
aktual bergantung pada jenis aktivitas yang sedang diukur.
c. Membandingkan kinerja sesuai dengan
standar
Membandingkan
kinerja adalah membandingkan hasil yang telah diukur dengan target atau standar
yang telah ditetapkan. Apabila kinerja ini sesuai dengan standar, manajer
berasumsi bahwa segala sesuatunya telah berjalan secara terkendali. Oleh karena
itu, manajer tidak perlu campur tangan secara aktif dalam organisasi.
d. Mengambil tindakan perbaikan
Tindakan
ini dilakukan manakala kinerja rendah di bawah standar dan analisis menunjukkan
perlunya diambil tindakan. Tindakan perbaikan dapat berupa mengadakan perubahan
terhadap satu atau beberapa aktivitas dalam dalam operasi organisasi atau
terhadap standar yang telah ditetapkan sebelumnya. Manajer hanya memantau
kinerja dan bukan melaksanakan pengendalian, kecuali apabila manajer mengikuti
terus proses tersebut sampai akhir. Yang perlu mendapatkan prioritas adalah
menentukan cara yang konstruktif agar kinerja dapat memenuhi standar dan tidak
mengidentifikasi kegagalan yang telah terjadi.
c. Tipe-tipe Controlling
Menurut Wibowo (2009) terdapat berbagai jenis controlling dalam manajemen. Salah
satunya adalah jenis controlling yang
memfokuskan pada masukan-proses-keluaran (Input - Process - Output) seperti
yang dijelaskan sebagai berikut:
a. Metode
Pengendalian Umpan Maju (Mengantisipasi masalah sebelum terjadi)
Metode
ini memerlukan berbagai standar kualitas dan kuantitas yang layak dari berbagai
masukan (input), seperti material, modal, sumber daya manusia, mesin, dsb.
Sumber daya informasi sangat diperlukan manajer dalam menentukan sumber daya
yang mana saja yang dibutuhkan untuk memenuhi standar yang ditetapkan sehingga
terhindarkan dari masalah potensial.
b. Metode
Pengendalian Berjalan atau Bersamaan (Mengelola masalah pada saat terjadi)
Metode
ini memerlukan standar perilaku, kegiatan dan pelaksanaan dari aktivitas secara
layak. Sumber informasi utama bagi metode pengendalian ini adalah hasil
observasi dari first line manager. Tindakan perbaikan (korektif) ditujukan
kepada perbaikan kualitas dan kuantitas sumber daya dan operasi.
c. Metode
Pengendalian Umpan Balik (Mengelola masalah setelah terjadi)
Metode
ini memerlukan standar kauntitas dan kualitas yang layak dari keluaran yang
diharapakan (output). Informasi tersebut harus merepresentasikan karakteristik
dari keluaran. Berbeda dengan metode sebelumnya, para manajer mengambil
tindakan korektif untuk memperbaiki masukan dan operasi bukan pada standar
kualarannya. Misalnya memperbaiki proses produksi ketika banyak produk yang
dikembalikan oleh pelanggan dikarenakan cacat/rusak.
Menurut Terry
(dalam Sukarna, 2011) macam-macam
tipe
pengawasan
antara lain:
a.
Inventory
control (pengawasan barang-barang inventaris)
b.
Production
control (pengawasan produksi)
c.
Maintenance
control (pengawasan pemeliharaan)
d.
Quality
control (pengawasan kualitas)
e.
Quantity
control (pengawasan jumlah barang-barang)
f.
Salary
control (pengawasan upah/gaji)
g.
Advertising
control (pengawasan advertensi)
h.
Cost
control (pengawasan biaya)
Menurut Jones
dan George (dalam Solihin, 2009) bila
pengendalian
dikaitkan
dengan proses produksi
baik
barang
maupun
jasa, terdapat
tiga
jenis
tipe
pengendalian yang digunakan
oleh
para
manajer, antara lain:
a.
Feedforward control
Tipe
pengendalian
ini
akan
memungkinkan
manajer
melakukan
antisipasi
terhadap
masalah
sebelum
masalah
itu
timbul. Feedforward control sendiri
merupakan
tipe
pengendalian yang berada
pada
tahapan input (input stage) dari
suatu proses produksi. Para
manajer dapat melakukan feedforward control
dengan
cara
memperketat
spesifikasi
bahan
baku yang dipasok. Hal ini
dimaksudkan
untuk
menghindari
terjadinya
hasil
produksi yang tidak
diinginkan
akibat
mutu
bahan
baku yang rendah. Para
manajer dapat pula menetapkan
feedforward
control dengan cara menyeleksi dengan ketat calon-calon karyawan yang akan
bekerja di perusahaan. Hal
ini bertujuan
menghindari
terpilihnya
calon
tenaga
kerja yang memiliki
kualifikasi
kepribadian
buruk yang akan
berpotensi
merugikan
perusahaan di masa yang akan
datang.
b.
Concurrent control
Merupakan
pengendalian yang dilakukan
oleh
para
manajer
selama proses produksi (conversion stage) berlangsung.
Pengendalian jenis ini akan memberikan kepada para manajer umpan balik yang cepat
mengenai
tingkat
efisiensi
penggunaan input yang diubah
menjadi output sehingga
para
manajer
dapat
dengan
segera
melakukan
tindakan
perbaikan
terhadap
masalah yang timbul.
Manajer melaksanakan concurrent control dengan dibantu aplikasi teknologi informasi yang
akan memberikan para manajer peringatan lebih cepat mengenai sumber masalah dan
berbagai permasalahan yang terjadi selama proses produksi seperti jumlah input
yang tidak memenuhi standar, mesin yang tidak berfungsi dengan baik, tenaga
kerja yang tidak terampil, dan lain-lain. Concurrent
control juga merupakan bagian terpenting dari peningkatan kualitas dimana
pengendalian ini diharapkan dapat mengarahkan para pekerja agar mereka secara
terus menerus melakukan pemantauan terhadap kualitas produk di setiap tahapan
proses produksi supaya dapat dihasilkan produk berkualitas tinggi. Saat ini
berbagai perusahaan telah mengadopsi penerapan pengendalian kualitas (quality control) melalui pendekatan Six
Sigma yang bertujuan menghasilkan zero
defect (tidak ada hasil produksi yang rusak).
c.
Feedback control
Pada tahap output produksi sudah dihasilkan, para
manajer menetapkan feedback control dengan tujuan memperoleh informasi mengenai
reaksi dari para konsumen setelah mereka menggunakan produk perusahaan,
sehingga manajer dapat mengambil berbagai tindakan manajerial yang diperlukan
berdasarkan informasi yang diperoleh dari konsumen. Tingkat barang retur yang
meningkat dapat dijadikan indikator oleh para manajer bahwa produk yang
dihasilkan oleh perusahaan tidak sesuai dengan ekspektasi pelanggan. Padahal
sebagaimana dinyatakan oleh Feigenbaum, mutu dari suatu produk dinilai
berdasarkan kemampuan produk tersebut untuk memenuhi kebutuhan pelanggan.
Dengan demikian tingginya retur barang menunjukkan barang yang diproduksi tidak
berkualitas dan harus dilakukan tindakan koreksi agar produk yang dihasilkan
dapat memuaskan pelanggan.
Menurut Siswanto (2005) terdapat beberapa
klasifikasi pengendalian yang harus dilakukan oleh seorang manajer. Klasifikasi
tersebut bisa dilihat dari sistem maupun waktu pelaksanaanya. Ditinjau dari
pelaksanaannya, pengendalian dapat diklasifikasikan menjadi tiga, antara lain:
a. Sistem
Pengendalian Umpan Balik
Sistem
pengendalian umpan balik beroperasi dengan pengukuran beberapa aspek proses
yang sedang dikendalikan dan perbaikan proses apabila pengukuran menunjukkan
bahwa proses menyimpang dari rencana yang telah ditetapkan. Pengendalian ini
memantau operasi proses maupun masukan dalam suatu usaha untuk menerka
penyimpangan yang potensial agar tindakan perbaikan atas penyimpangan yang
terjadi dapat dilakukan guna mencegah permasalahan kompleks menimpa organisasi.
Sistem pengendalian umpan balik biasanya terdiri atas lima komponen berikut:
1) Proses
operasi yang mengolah masukan menjadi keluaran.
2) Karakteristik
proses yang merupakan subjek pengendalian.
3) Sistem
pengukuran yang menentukan kondisi dan karakteristik.
4) Serangkaian
standar atau kriteria dimana kondisi proses yang diukur dengan standar atau
kriteria yang selanjutnya diadakan evaluasi.
5) Pengatur
yang fungsinya untuk membandingkan standar karakteristik proses dengan standar
yang mengambil tindakan untuk adaptasi proses apabila perbandingan tersebut
menunjukkan terjadinya penyimpangan proses dari rencana yang telah ditetapkan.
b. Sistem
Pengendalian Umpan Maju
Salah
satu kelemahan utama sistem pengendalian umpan balik adalah bahwa sistem
tersebut tidak memberikan peringatan suatu penyimpangan sebelum hal tersebut
menjadi cukup berarti. Dampaknya, penyimpangan yang memakan biaya besar dapat
berlangsung terus atau semakin buruk sebelum tindakan perbaikan yang efektif
dilaksanakan. Hadirnya sistem pengendalian umpan maju mencoba mencegah sebelum
penyimpangan ini terjadi lagi. Sistem pengendalian umpan maju memiliki komponen
yang sama dengan sistem pengendalian umpan balik, yaitu:
1) Proses
operasi yang mengolah masukan menjadi keluaran.
2) Karakteristik
proses yang merupakan subjek pengendalian.
3) Sistem
pengukuran yang menentukan kondisi dan karakteristik.
4) Serangkaian
standar atau kriteria dimana kondisi proses yang diukur dengan standar atau
kriteria yang selanjutnya diadakan evaluasi.
5) Pengatur
yang fungsinya untuk membandingkan standar karakteristik proses dengan standar
yang mengambil tindakan untuk adaptasi proses apabila perbandingan tersebut
menunjukkan terjadinya penyimpangan proses dari rencana yang telah ditetapkan.
c. Sistem
Pengendalian Pencegahan
Dua
sistem pengendalian yang telah dideskripsikan di atas, baik sistem pengendalian
umpan balik maupun sistem pengendalian umpan maju, berfungsi secara ekstern
terhadap proses yang sedang dikendalikan, memantau operasi, dan terlibat dalam
mengambil tindakan perbaikan apabila terjadi penyimpangan dari rencana yang
telah ditetapkan. Sebaliknya, sistem pengendalian pencegahan adalah kebijakan
dan prosedur yang sebenarnya merupakan bagian dari proses tersebut.
Pengendalian pencegahan merupakan pengendalian intern organisasi.
Ditinjau dari waktu pelaksanaannya, pengendalian
dapat dibedakan menjadi empat jenis pokok, yaitu:
a. Pengendalian
Sebelum Tindakan (Preaction Controls)
Pengendalian
sebelum tindakan sering disebut sebagai pengendalian pendahuluna. Pengendalian
memastikan bahwa sebelum tindakan dimulai maka sumber daya manusia, bahan, dan
finansial yang diperlukan telah dianggarkan. Dengan demikian, apabila kegiatan
dilakukan, sumber daya tersebut tersedia, baik jenis, kualitas, maupun tempat
sesuai dengan kebutuhan. Anggaran biasanya digunakan untuk kepentingan
ketenagakerjaan maupun sebagai penunjang sarana produksi tertentu.
b. Pengendalian
Kemudian (Steering Controls)
Istilah
pengendalian ini berasal dari sistem kemudi sebuah mobil. Dimana supir
mengemudikan mobilnya untuk mencegah agar tidak keluar dari jalur yang telah
ditetapkan. Pengendalian ini dirancang untuk mendeteksi penyimpangan dari
standara atau tujuan tertentu dan memungkinkan pengambilan tindakan perbaikan
sebelum suatu urutan kegiatan tertentu diselesaikan.
c. Penyaringan
atau Pengendalian Ya/Tidak (Screening or
Yes/No Controls)
Karena
pengendalian kemudi merupakan sarana untuk mengambil tindakan perbaikan,
sementara suatu program masih berjalan maka pengendalian penyaringan berguna
sebagai alat kendali ganda sekaligus menyempurnakan pengendalian kemudi.
Pengendalian ya atau tidak merupakan suatu proses penyaringan yang aspek-aspek
spesifik dari suatu prosedurnya harus disetujui atau syarat tertentu dipenuhi
sebelum aktivitas dapat diteruskan.
d. Pengendalian
Setelah Tindakan (Post Action Controls)
Pengendalian
ini berusaha untuk mengukur hasil atas suatu kegiatan yang telah diselesaikan.
Penyebab penyimpangan dari rencana atau standar yang telah ditentukan dan temua
tersebut diaplikasikan pada aktivitas yang sama di masa yang akan datang.
Sebelum itu, pengendalian sesudah tindakan juga digunakan sebagai dasar untuk
balas jasa atau untuk memotivasi karyawan, misalnya seorang karyawan yang
mencapai standar akan diberikan kompensasi tertentu. Keterandalan arus
informasi merupakan salah satu faktor yang paling penting dalam pengendalian
yang efisien karena semakin cepat penyimpangan ditemukan, akan semakin cepat
pula tindakan perbaikan diambil. Demikian juga informasi yang tepat merupakan
faktor yang penting karena tindakan perbaikan atas suatu penyimpangan
didasarkan atas informasi yang diperoleh dari laporan produk pengolahan
komputer, dan sebagainya.
d.
Strategi
Controlling Untuk Sebuah Organisasi
Controlling
Kinerja Pegawai Dalam Penjualan Barang Produksi
1) Langkah
I : Penetapan standar dan metode penilaian kinerja
Idealnya,
tujuan yang ingin dicapai organisasi bisnis atau perusahaan sebaiknya
ditetapkan dengan jelas dan lengkap pada saat perencanaan dilakukan. “Lengkap”
disini berarti bahwa penetapan standar sebaiknya juga dilakukan pada saat
perencanaan dilakukan. Misalnya, standar pertama yang ditetapkan untuk bagian
pemasaran adalah meningkatkan penjualan sebesar 50 persen
2) Langkah
II : Penilaian kinerja
Pada
dasarnya penilaian kerja adalah upaya untuk membandingkan kinerja yang dicapai
dengan tujuan dan standar yang telah ditetapkan semula. Penilaian kinerja
merupakan proses yang berkelanjutan dan terus-menerus. Terdapat beberapa
kegiatan yang hanya dapat dilihat kualitas pengerjaannya pada saat akhir dari
kegiatan tersebut. Misalnya saja sebuah proses produksi dari sepasang sepatu. Setelah
sepasang sepatu jadi, maka kita dapat melihat kualitas sepatu tersebut
berdasarkan produk akhir atau produk jadinya. Jika pada tahap sebelumnya kita
telah menetapkan bahwa standar yang kita hendak capai adalah peningkatan
penjualan sebesar 50 persen, maka dalam tahap ini kita tetapkan bahwa penilaian
akan dilakukan oleh manajer penjualan misalnya setiap 1 tahun sekali dengan
menilai tingkat penjualan yang dicapai selama satu tahun tersebut. Karena yang
akan kita nilai adalah tingkat penjualan, maka variabel yang akan kita nilai
juga kita tentukan, yaitu misalnya jumlah penjualan pada tahun itu.
3) Langkah
III : Membandingkan kinerja dengan standar
Setelah
kita menetapkan bahwa yang akan kita nilai adalah tingkat penjualan setiap satu
tahun sekali oleh manajer penjualan, maka pada tahap ini manajer penjualan akan
melakukan perbandingan dari apa yang telah diperoleh di bagian penjualan dengan
standar yang telah ditetapkan. Karena kita telah menetapkan standar yang akan
kita capai adalah peningkatan penjualan sebesar 50 persen dari tahun
sebelumnya, maka manajer penjualan kemudian melakukan pengecekan dari data
penjualan pada tahun yang lalu. Setelah kedua data penjualan dari tahun lalu
dan tahun ini diperoleh, manajer penjuala n kemudian melakukan perbandingan
atas apa yang dicapai tahun ini dengan yang telah dicapai pada tahun lalu. Misalnya
data penjualan sebagai berikut:
Penjualan
tahun ini: 12.000 unit sepatu
Penjualan
tahun lalu: 10.000 unit sepatu
4) Langkah
IV: Melakukan tindakan koreksi jika terdapat masalah
Dari
tahap sebelumnya, melalui perbandingan antara kinerja dengan standar, kita
mendapatkan informasi dari proses pengawasan yang kita lakukan bahwa kinerja
berada di atas standar, sama dengan standar, atau di bawah standar. Ketika kinerja
berada di bawah standar berarti perusahaan mendapatkan masalah. Oleh karena itu
perusahaan kemudian perlu melakukan pengendalian, yaitu dengan mencari jawaban
mengapa masalah tersebut terjadi. Misalnya disebabkan karena promosi yang
kurang, kurangnya tenaga penjual, bertambahnya pesaing, turunnya daya beli masyarakat,
atau mungkin penyebab lainnya. Ketika misalnya penjualan diketahui karena
promosi yang kurang, barangkali tindakan koreksi yang perlu dilakukan adalah
menambah pengeluaran untuk promosi. Ketika penyebab kurangnya tenaga penjual,
mungkin tindakan koreksinya adalah merekrut tenaga marketing yang baru,
B.
KEKUASAAN
DAN PENGARUH
a.
Pengertian
Dari Kekuasaan
Pelopor
pertama yang mempergunakan istilah kekuasaan adalah sosiolog kenamaan Max
Weber. Dia merumuskan kekuasaan itu sebagai suatu kemungkinan yang membuat
seorang aktor di dalam suatu hubungan sosial berada dalam suatu jabatan untuk
melaksanakan keinginannya sendiri dan yang menghilangkan halangan. Menurut
Miriam Budiardjo kekuasaan adalah
kemampuan seseorang atau
kelompok untuk mempengaruhi
tingkah laku orang atau kelompok lain sesuai dengan keinginan dari pelaku.
Menurut
Harold D. Laswell dan Abraham Kalpan kekuasaan adalah suatu hubungan di mana
seseorang atau sekelompok orang dapat menentukan tindakan seseorang atau
kelompok lain ke arah tujuan dari pihak pertama.
Riker
(1964) berpendapat bahwa perbedaan dalam kekuasaan benar-benar didasarkan pada
perbedaan kausalitas (sebab-akibat). Kekuasaan adalah kemampuan untuk
menggunakan pengaruh, sedangkan alasan adalah penggunaan pengaruh yang
sebenarnya. Sedangkan Russel (1983) menyatakan bahwa power (kekuasaan) adalah
konsep dasar dalam ilmu sosial. Kekuasaan penting dalam kehidupan organisasi,
dan bahwa kekuasaan dalam organisasi terikat dengan status seseorang.
Boulding
(1989) mengemukakan gagasan kekuasaan dalam arti luas, sampai tingkat mana dan
bagaimana kita memperoleh yang kita inginkan. Bila hal ini diterapkan pada
lingkungan organisasi, ini adalah masalah penentuan di seputar bagaimana
organisasi memperoleh apa yang dinginkan dan bagaimana para pemberi andil dalam
organisasi itu memperoleh apa yang mereka inginkan. Kita memandang kekuasaan
sebagai kemampuan perorangan atau kelompok untuk mempengaruhi, memberi perintah
dan mengendalikan hasil-hasil organisasi.
b.
Sumber-sumber
Kekuasaan
Kekuasaan tidak begitu saja diperoleh individu, ada
6 sumber kekuasaan menurut John Brench
dan Bertram Raven, yaitu :
a. Kekuasaan
balas jasa (reward power)
Kekuasaan yang didasarkan pada kemampuan
seseorang pemberi pengaruh untuk memberi penghargaan pada orang lain yang
dipengaruhi untuk melaksanakan perintah (bonus sampai senioritas atau
persahabatan).
b. Kekuasaan
paksaan (coercive power)
Kekuasaan berdasarkan pada kemampuan
orang untuk menghukum orang yang dipengaruhi kalau tidak memenuhi perintah atau
persyaratan (teguran sampai hukuman).
c. Kekuasaan sah
(legitimate power)
Kekuasaan formal yang diperoleh
berdasarkan hukum atau aturan yang timbul dari pengakuan seseorang yang
dipengaruhi bahwa pemberi pengaruh berhak menggunakan pengaruh sampai pada
batas tertentu.
d. Kekuasaan
keahlian (expert power)
Kekuasaan yang didasarkan pada persepsi
atau keyakinan bahwa pemberi pengaruh mempunyai keahlian relevan atau
pengetahuan khusus yang tidak dimiliki oleh orang yang dipengaruhi
(professional atau tenaga ahli).
e. Kekuasaan
panutan (referent power)
Kekuasaan yang dimiliki oleh seseorang
atau kelompok yang didasarkan pada indentifikasi pemberi pengaruh yang menjadi
contoh atau panutan bagi yang dipengaruhi (karisma, keberanian, simpatik dan
lain-lain).
f. Kekuasaan
Pengendalian Informasi (Control Of Information power)
Berasal dari pengetahuan yang tidak
dimiliki orang lain, ini dilakukan dengan pemberian atau penahanan informasi
yang dibutuhkan.
Sumber kekuasaan biasanya dibagi menjadi dua kelompok besar (Robbins dan
Judge, 2007), yaitu:
a.
Sumber
kekuasaan antar individu (interpersonal
sources of power).
1) Kekuasaan
Formal (Formal Power) adalah kekuasaan
yang didasarkan pada posisi individual dalam suatu organisasi. Kekuasaan ini
dapat berasal dari:
a) Kemampuan untuk memaksa (coercive power)
Kekuasaan ini timbul pada diri seseorang karena ia memiliki
kemampuan untuk memberikan hukuman (akibat negatif) atau meniadakan kejadian
yang positif terhadap orang lain. Pada suatu organisasi, biasanya seseorang
tunduk pada atasannya karena takut dipecat, atau diturunkan dari jabatannya.
Kekuasaan ini juga dapat dimiliki seseorang karena ia mempunyai informasi yang sangat
penting mengenai orang lain, yang mempunyai pengaruh sangat besar terhadap
orang tersebut.
b) Kemampuan untuk memberi imbalan (reward power)
Kekuasaan ini timbul pada diri seseorang karena ia memiliki
kemampuan untuk mengendalikan sumber daya yang dapat mempengaruhi orang lain,
misalnya: ia dapat menaikkan jabatan, memberikan bonus, menaikkan gaji, atau
hal-hal positif lainnya.
c) Kekuatan formal (legitimate
power)
Kekuasaan ini timbul pada diri seseorang karena ia memiliki
posisi sebagai pejabat pada struktur organisasi formal. Orang ini memiliki
kekuasaan resmi untuk mengendalikan dan menggunakan sumber daya yang ada dalam
organisasi. Kekuasaannya meliputi kekuatan untuk memaksa dan memberi imbalan.
Anggota organisasi biasanya akan mendengarkan dan melaksanakan apa yang
dikatakan oleh pemimpinnya, karena ia memiliki kekuasaan formal dalam
organisasi yang dipimpinnya.
2) Kekuasaan
Personal (Personal Power) adalah
kekuasaan yang berasal dari karakteristik unik yang dimiliki seorang individu.
Kekuasaan ini dapat berasal dari:
a) Kekuasaan karena dianggap ahli (Expert Power)
Kekuasaan ini timbul pada diri seseorang karena ia memiliki
keahlian, ketrampilan atau pengetahuan khusus dalam bidangnya. Misalnya seorang
ahli komputer yang bekerja pada sebuah perusahaan, atau seorang karyawan yang
memiliki kemampuan menggunakan dua atau tiga bahasa internasional, akan
memiliki expert power karena sangat dibutuhkan oleh perusahaannya.
b) Kekuasaan karena dijadikan contoh (Referent Power)
Kekuasaan ini timbul pada diri seseorang karena ia memiliki
sumber daya, kepribadian yang menarik, atau karisma tertentu. Kekuasaan ini
dapat menimbulkan kekaguman pada orang tersebut, dan membuat orang yang
mengaguminya ingin menjadi seperti orang tersebut. Misalnya seorang dengan
kepribadian menarik, sering dijadikan contoh atau model oleh orang lain dalam
berperilaku.
b. Sumber
kekuasaan struktural (structural sources of power).
Kekuasaan ini juga dikenal dengan
istilah inter group atau interdepartmental power yang merupakan
sumber kekuasaan kelompok. Sumber dan penggunaan kekuasaan pada tingkat
kelompok, khususnya departemen yang ada di dalam suatu organisasi memiliki
nilai yang tinggi dalam studi tentang perilaku organisasi. Saunders, 1990
(Brooks, 2006) mengatakan bahwa kekuasaan pada tingkat departemen atau kelompok
dapat berasal dari 5 sumber yang potensial, yang mungkin saja saling tumpang
tindih (overlap), yaitu:
1) Ketergantungan
(Dependency). Jika departemen A
bergantung pada departemen B untuk informasi atau kerjasama lainnya untuk dapat
mengerjakan tugasnya dengan efektif, maka departemen B memiliki sumber
kekuasaan terhadapdepartemen A.
2) Kesentralan
(Centrality). Ini adalah ukuran
tingkat pentingnya suatu departemen bekerja untuk tujuan utama organisasi.
Secara alternatif dapat dianggap sebagai suatu ukuran seberapa besar departemen
tersebut tidak dibutuhkan oleh organisasi tersebut. Semakin penting departemen
tersebut bagi organisasinya, maka akan semakin besar kekuasaannya.
3) Sumber
Dana (Financial Resources).
Departemen yang menghasilkan sumber dana sendiri, khususnya jika mereka mampu
menghasilkan pendapatan lebih besar dibandingkan departemen lainnya, akan
mendapatkan keuntungan dari sumber kekuasaan ini.
4) Ketidak-berlanjutan (Non-sustainability). Berhubungan
dengan tingkat pentingnya departemen
tersebut. Keberlanjutan adalah suatu ukuran seberapa mudah fungsi dari
departemen tersebut digantikan oleh yang lain. Departemen yang mudah ditutup
karena dapat digantikan fungsinya, akan memiliki kekuasaan yang rendah.
5) Menghadapi
ketidakpastian (Copying with uncertainty).
Departemen yang memiliki kemampuan menurunkan ketidakpastian bagi departemen
yang lain, akan memiliki kekuasaan yang lebih besar.
c.
Pengertian
Dari Pengaruh
Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) pengaruh adalah daya yang ada dan timbul
dari sesuatu (orang, benda) yang ikut membentuk watak, kepercayaan atau
perbuataan seseorang. Dari pengertian di atas telah dikemukakan sebelumnya
bahwa pengaruh adalah merupakan sesuatu daya yang dapat membentuk atau mengubah sesuatu yang
lain.
Menurut
Depdikbud (2001) pengaruh adalah daya yang ada atau timbul dari sesuatu (orang
atau benda) yang ikut membentuk watak
kepercayaan dan perbuatan
seseorang. Menurut Poerwardaminta
berpendapat bahwa pengaruh adalah
daya yang ada
atau timbul dari sesuatu, baik orang maupun benda dan sebagainya yang
berkuasa atau yang berkekuatan dan berpengaruh terhadap orang lain.
Menurut
Badudu dan Zain (2001) pengaruh adalah daya yang
menyebabkan sesuatu yang terjadi; sesuatu
yang dapat membentuk atau
mengubah sesuatu yang lain; tunduk atau
mengikuti karena kuasa atau
kekuatan orang lain. Menurut
Norma Barry pengaruh adalah suatu tipe kekuasaan yang jika seorang dipengaruhi
agar bertindak dengan cara tertentu, dapat dikatakan terdorong untuk bertindak
demikian, sekalipun ancaman sanksi yang terbuka tidak merupakan motivasi yang
mendorongnya.
Menurut
Becker pengaruh adalah kemampuan yang terus berkembang yang berbeda dengan
kekuasaan, tidak begitu terkait dengan usaha memperjuangkan dan memaksakan
kepentingan. Sedangkan menurut Wiryanto pengaruh merupakan tokoh formal maupun
informal di dalam masyarakat, mempunyai ciri lebih kosmopolitan, inovatif, kompeten, dan aksesibel dibanding
pihak yang dipengaruhi.
d. Pengaruh
Taktik Dalam Organisasi
Kekuasaan adalah kemampuan untuk
mempengaruhi orang lain. Selain menggunakan kekuasaan, ada berbagai cara yang
dapat digunakan oleh orang yang berada dalam organisasi untuk mempengaruhi
orang lain. Taktik-taktik mempengaruhi (Influence
Tactics) adalah cara-cara yang biasanya digunakan oleh seseorang untuk
mempengaruhi orang lain, baik orang yang merupakan atasan, setingkat, atau
bawahannya. Dengan mengetahui dan menggunakan hal ini, maka seseorang dapat
mempengaruhi orang lain, dengan tidak menggunakan kekuasaan yang dimilikinya.
Kipnis dan Schmidt adalah peneliti yang pertama kali meneliti taktik-taktik
yang biasa digunakan orang untuk mempengaruhi orang lain. (Kipnis dan Schmidt,
1982). Berbagai alat ukur telah dibuat untuk meneliti taktik mempengaruhi, dan
salah satu yang terbaik adalah yang dibuat oleh Yukl dkk, yaitu yang disebut Influence Behavior Questionnaire (Yukl,
Lepsinger, and Lucia, 1992). Hasil penelitian Yukl dkk, menunjukkan ada
sembilan jenis taktik yang biasa digunakan di dalam organisasi, yaitu:
1)
Persuasi
Rasional (Rational Persuasion),
terjadi jika seseorang mempengaruhi orang lain dengan menggunakan alasan yang
logis dan bukti-bukti nyata agar orang lain tertarik.
2) Daya
tarik Inspirasional (Inspirational
Appeals), terjadi jika seseorang mempengaruhi orang lain dengan menggunakan
suatu permintaan atau proposal untuk membangkitkan antusiasme atau gairah pada
orang lain. Misalnya dengan memberikan penjelasan yang menarik tentang
nilai-nilai yang diinginkan, kebutuhan, harapan, dan aspirasinya.
3) Konsultasi
(Consultation), terjadi jika
seseorang mempengaruhi orang lain dengan mengajak dan melibatkan orang yang
dijadikan target untuk berpartisipasi dalam pembuatan suatu rencana atau
perubahan yang akan dilaksanakan.
4) Mengucapkan
kata-kata manis (Ingratiation),
terjadi jika seseorang mempengaruhi orang lain dengan menggunakan kata-kata
yang membahagiakan, memberikan pujian, atau sikap bersahabat dalam memohon
sesuatu.
5) Daya-tarik
Pribadi (Personal Appeals), terjadi
jika seseorang mempengaruhi orang lain atau memintanya untuk melakukan sesuatu
karena merupakan teman atau karena dianggap loyal.
6) Pertukaran
(Exchange), terjadi jika seseorang
mempengaruhi orang lain dengan memberikan sesuatu keuntungan tertentu kepada
orang yang dijadikan target, sebagai imbalan atas kemauannya mengikuti suatu
permintaan tertentu.
7) Koalisi
(Coalitions), terjadi jika seseorang
meminta bantuan dan dukungan dari orang lain untuk membujuk atau sebagai alasan
agar orang yang dijadikan target setuju.
8) Tekanan
(Pressure), terjadi jika seseorang
mempengaruhi orang lain dengan menggunakan ancaman, peringatan, atau permintaan
yang berulang-ulang dalam meminta sesuatu.
9) Mengesahkan
(Legitimacy), terjadi jika seseorang
mempengaruhi orang lain dengan menggunakan jabatannya, kekuasaannya, atau dengan
mengatakan bahwa suatu permintaan adalah sesuai dengan kebijakan atau aturan
organisasi.
e. Kasus
Mengenai Kekuasaan & Pengaruh Pada Sebuah Organisasi
Kasus: “Taktik Mempengaruhi di
China”
Suatu studi terkini, yang
mempelajari perbedaan perilaku manajer di Cina Daratan, Taiwan, dan Hong Kong,
menemukan bahwa tiga subkultur tersebut berbeda dalam hal taktik mempengaruhi.
Walaupun manajer dari ketiga daerah tersebut percaya bahwa rational persuasions
dan exchange adalah taktik mempengaruhi yang paling efektif, manajer di Taiwan
cenderung menggunakan inspirational appeals dan ingratiation lebih banyak
dibandingkan manajer dari Cina Daratan dan Hong Kong, dan Manajer dari Hong
Kong menilai pressure sebagai sesuatu yang lebih efektif dalam mempengaruhi
orang lain dibandingkan manajer dari Taiwan dan Cina. Perbedaan-perbedaan dalam
taktik mempengaruhi tersebut, dapat membuat hubungan bisnis menjadi sulit.
Perusahaan-perusahaan sebaiknya memahami hal ini, misalnya dengan membuat
manajer mereka sadar akan adanya perbedaan-perbedaan di dalam suatu budaya.
Saran:
Pengetahuan mengenai kekuasaan dan
taktik mempengaruhi orang lain, sangat penting bagi setiap orang, terlebih lagi
bagi para manajer atau pemimpin suatu organisasi. Dengan mengetahui
sumber-sumber dan jenis-jenis kekuasaan, seseorang atau pemimpin dapat
meningkatkan ketergantungan orang lain kepadanya, atau mengurangi
ketergantungan dirinya kepada orang lain. Dengan mengetahui cara atau taktik
mempengaruhi orang lain, maka seseorang atau pemimpin dapat lebih efektif dalam
mencapai tujuan yang diinginkannya. Taktik-taktik mempengaruhi adalah cara-cara
yang biasanya digunakan oleh seseorang untuk mempengaruhi orang lain, baik
orang yang merupakan atasan, rekan setingkat, atau bawahannya. Dengan
mengetahui dan menggunakan hal ini, maka seseorang dapat mempengaruhi orang
lain, dengan tidak menggunakan kekuasaan yang dimilikinya.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, I.,
& Wagiana, G.H. (2007). Membuka
Cakrawala Ekonomi. Bandung: PT Setia Purna Inves.
Purnastuti, L.,
& Mustikawati, Rr. I. (2006). Ekomomi Untuk
SMA/MA Kelas XII. Yogyakarta: Grasindo.
Ruky, A.S.
(2002). Sukses Sebagai Manajer
Profesional Tanpa Gelar MM Atau MBA. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Siswanto.
(2005). Pengantar Manajemen. Jakarta:
PT Bumi Aksara.
Solihin, I.
(2009). Pengantar Manajemen. Jakarta:
Erlangga.
Sukarna. (1992).
Dasar-dasar Manajemen. Bandung: CV
Mandar Maju.
Suprapto, T.
(2009). Pengantar Teori & Manajemen
Komunikasi. Yogyakarta: MedPress.
Wibowo, S.
(2009). Pengantar Manajemen Bisnis. Bandung:
Politeknik Telkom.