Disusun Oleh:
Agnes Monicasari (1D514044)
Annisa Nabila D (11514382)
Cartika Sari (12514287)
Dylan Winalda (13514370)
Meka Anisa P (16514561)
Ribka Yovitasyam (19514237)
Sahla Amalia (19514933)
Teresa Mariane S (1A514716)
Tri Noviyanti (1A514839)
Kelas : 2PA14
Fakultas Psikologi
Universitas Gunadarma
2016
PEKERJAAN, WAKTU LUANG DAN SELF-DIRECTED CHANGES
1.
PEKERJAAN DAN WAKTU LUANG
A.
MENGUBAH SIKAP TERHADAP PEKERJAAN
Banyak sumber yang
memberikan penjelasan mengenai sikap. Salah satunya adalah pengertian yang
diutarakan oleh Moorhead & Griffin menyatakan bahwa sikap (attitude)
adalah sekumpulan kepercayaan dan perasaan yang dimiliki oleh seseorang,
mengenai ide dan situasi tertentu, atau mengenai orang lain.
Sedangkan pengertian
perkerjaan dalam arti luas adalah setiap aktivitas atau kegiatan yang dilakukan
oleh manusia dan dalam arti sempit pekerjaan adalah sebuah istilah yang
digunakan untuk sebuah kegiatan tugas yang dilakukan oleh seseorang dengan
harapan timbal balik berupa uang atau hal lainnya sesuai kesepakatan.
Sikap dapat terbentuk
disebabkan oleh beberapa faktor. Di antara faktor yang mempengaruhi
terbentuknya sikap adalah nilai-nilai personal, pengalaman, dan kepribadian
kita.
Sikap pada seorang individu
dapat berubah seiring berubahnya beberapa hal pada diri maupun lingkungannya.
Contoh, seseorang menerima sebuah informasi baru, informasi tersebut dapat
mengubah sikapnya. Seorang manajer dapat mempunyai sikap negatif kepada seorang
rekan kerja karena belum mengenal baik rekan kerjanya tersebut. Seiring
berjalannya waktu, manajer tersebut menyadari bahwa ia adalah orang yang
berbakat dan akhirnya mengembangkan sikap yang lebih positif.
Sikap orang terhadap
pekerjaan pun dapat berubah. Masyarakat setiap hari berharap banyak dari
pekerjaan mereka daripada menjalani hidup yang sederhana. Pada kasus hirarki
kebutuhan Abraham Maslow, bekerja adalah kebutuhan dasar manusia. Seperti
pekerjaan yang aman. Gaji yang memuaskan dan keamanan dalam bekerja. Mereka
menjadi lebih sadar akah kebutuhan yang lebih tinggi sebagai resiko. Kita
memberih perhatian lebih kepada kepuasaan psikologis dalam pekerjaan, khususnya
pekerjaan yang menarik dan terpenuhi.
1.
Disiplin
Disiplin kerja dapat
dikatakan sebagai menghormati, menghargai, patuh dan taat terhadap aturan
aturan yang berlaku pada lingkungan kerja. Tujuan dari disiplin ini adalah utuk
meningkatkan efisiensi semaksimal mungkin dengan cara mencegah pemborosan.
Singkatnya, disiplin dibutuhkan untuk tujuan organisasi yang lebih jauh, guna
menjaga efisiensi dengan dan mengoreksi tidakan tidakan individu dalam itikad
tidak baiknya dalam kelompok. Lebih jauh lagi, disiplin berusaha untuk
melindungi perilaku yang baik dengan menetapkan respon yang di kehendaki.
Manfaaat yang dihasilkan
dari disiplin kerja sangatlah besar, tidak hanya untuk perusahaan tetapi juga
untuk karyawan. Bagi perusahaan, disiplin kerja sangat berguna untuk terjaganya
tata tertib dan kelancaran dalam menjalani pekerjaan, sehingga mendapatkan
hasil yang optimal. Dan bagi karyawan akan mendapatkan suasana di lingkungan
kerja yang meyenangkan, serta dapat meningkatkan semangat kerja.
2.
Etos kerja
Pada point terakhir dalam
makalah ini, akan dibahas mengenai etos kerja disebuah organisasi. Sumber daya
manusia merupakan salah satu sumber daya yang paling menentukan sukses tidaknya
suatu organisasi. Oleh karena itu, organisasi
dituntut untuk mengelola sumber daya manusia yang dimiliki dengan baik demi
kelangsungan hidup dan kemajuan organsiasi. Dengan demikian keberhasilan dalam
proses operasional organisasi sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya
manusia yang dalam hal ini adalah karyawan. Kontribusi karyawan bagi organisasi
sangat dominan, karena karyawan adalah penghasil kerja bagi organisasi. Dalam
hal ini selain kedisiplinan, dan juga sikap dalam bekerja, etos kerja merupakan
salah satu aspek yang tentunya mempengaruhi kualitas sumberdaya manusia dalam
sebuah industri.
Menurut Webster’s New
Word Dictionary,3rd College Edition, etos didefinisikan
sebagai kecenderungan atau karakter; sikap, kebiasaan, keyakinan yang
berbeda dari individu atau kelompok. Bahkan dapat dikatakan bahwa
etos pada dasarnya adalah tentang etika. Etika merupakan nilai universal yang
dimiliki semua bangsa, dan tidak hanya dimiliki oleh bangsa – bangsa tertentu
saja. Nilai-nilai etika yang dikaitkan dengan etos kerja seperti rajin, bekerja,
keras, berdisplin tinggi, menahan diri, ulet, tekun dan nilai-nilai etika
lainnya bisa juga ditemukan pada masyarakat dan bangsa lain. Kerajinan, gotong
royong, saling membantu, bersikap sopan misalnya masih ditemukan dalam
masyarakat kita. Perbedaannya adalah bahwa pada bangsa tertentu nilai-nilai
etis tertentu menonjol sedangkan pada bangsa lain tidak. Sedangkan menurut
kamus besar bahasa Indonesia etos kerja ialah semangat kerja yg menjadi ciri
khas dan keyakinan seseorang atau suatu kelompok.
Sebenarnya kedua pengertian ini hampir selaras, dengan
maksud yang sama. Yang dapat kami simpulkan sendiri mengenai etos kerja, ialah
” suatu sikap dan semangat pegawai dalam menjalani pekerjaannya yang memiliki
ciri khas tertentu”.
Meningkatkan
Semangat Kerja
Ada beberapa cara untuk meningkatkan semangat kerja
karyawan. Caranya dapat bersifat materi maupun non materi, seperti antara lain
:
· Gaji yang sesuai
dengan pekerjaan
· Memperhatikan
kebutuhan rohani
· Sekali-kali perlu
menciptakan suasana kerja yang santai yang dapat mengurangi beban kerja
· Harga diri karyawan
perlu mendapatkan perhatian
· Tempatkan para
karyawan pada posisi yang tepat
· Berikan kesempatan
pada mereka yang berprestasi
· Perasaan aman
menghadapi masa depan perlu diperhatikan
· Usahakan para karyawan
memiliki loyalitas dan keperdulian terhadap organisasi
· Sekali-kali para
karyawan perlu diajak berunding untuk membahas kepentingan
·
bersama
· Pemberian insentif
yang terarah dalam aturan yang jelas
· Fasilitas kerja yang
menyenangkan yang dapat membangkitkan gairah kerja
B.
PROSES
DALAM MEMILIH PEKERJAAN
Menurut Ginzberg, Ginzburg, Axelrad, dan Herna (1951),
perkembangan dalam pemilihan pekerjaan mencakup tiga tahapan utama yaitu
fantasy, tentatif, dan realistik. Dua tahap daripadanya, yaitu masa tentatif
dan realistik masing-masing dibagi lagi menjadi beberaa tahap. Masa tentatif
meliputi empat tahap yaitu minat, kapasitas, nilai, dan transisi. Sedangkan
masa realistik terdiri dari tahap eksplorasi, kristalisasi, dan spesifikasi.
Pembahasan lebih lengkap mengenai masa-masa pemilihan pekerjaan diuraikan di
bawah ini.
1. Masa
Fantasi
Masa
ini berlangsung pada individu dengan tahap usia sampai kira-kira 10 tahun atau
12 tahun (masa sekolah dasar). Pada masa ini, proses pemilihan pekerjaan masih
bersifat sembarangan atau asal pilih, tanpa didasarkan pada pertimbangan yang
masak (rasional dan objektif) mengenai kenyataan yang ada dan hanya berdasarkan
pada kesan dan khayalan belaka. Pilihan pekerjaan pada masa ini hanya didasari
atas kesan yang dapat melahirkan kesenangan semata, dan diperolehnya
dari/mengenai orang-orang yang bekerja atau lingkungan kerjanya. Anak seperti
ini percaya bahwa dia bisa menjadi apa saja berdasarkan kesan yang timbul pada
orang-orang yang bekerja disekitarnya.
Menurut
Ginzberg, kegiatan bermain pada masa fantasi secara bertahap menjadi
berorientasi kerja dan merefleksikan preferensi awal untuk jenis aktifitas
tertentu. Berbagai peran okupasional tercermin dalam kegiatan bermain, yang
menghasilkan pertimbangan nilai dalam dunia kerja. Atau dengan kata lain selama
periode fantasi, kegiatan bermain secara bertahap menjadi berorientasi kerja
dan merefleksikan preferensi awal untuk jenis aktivitas tertentu. Umpamanya
anak umur lima tahun ingin menjadi tentara karena kegagahannya atau menjadi
dokter karena dokter itu bermobil mewah dan penghasilannya besar dari praktek
swasta. Anak seperti ini percaya bahwa ia bisa menjadi apa saja dan ini
berdasarkan kesan yang diperolehnya mengenai orang-orang yang bekerja atau
keadaan lingkungan kerjanya.
2. Masa
tentatif
Pada
masa tentatif, pilihan karir anak mengalami perkembangan. Mula-mula
pertimbangan karier itu hanya berdasarkan kesenangan, ketertarikan, dan minat
saja tanpa pertimbangan apapun sedangkan faktor-faktor lainnya tidak
dipertimbangkan. Menyadari bahwa minatnya berubah-ubah maka anak mulai
memikirkan dan bertanya kepada dirinya sendiri apakah dia memliki kemampuan
(kapasitas) melakukan pekerjaan yang dia inginkan, dan apakah pekerjaan itu
cocok dengan minatnya. Tahap berikutnya, waktu anak bertambah besar anak
menyadari bahwa di dalam suatu pekerjaan yang dilakukan oleh seseorang itu
mengandung sebuah kandungan nilai yaitu nilai pribadi dan nilai kemasyarakatan,
bahwa kegiatan yang satu lebih mempunyai nilai daripada kegiatan lainnya.
Masa
tentatif berlangsung mencakup anak usia lebih kurang 11 tahun sampai 18 tahun
atau pada masa anak bersekolah di SMP dan SMA. Pada masa ini, pilihan pekerjaan
seseorang mengalami perkembangan. Masa ini oleh Ginzberg diklasifikasikan
manjadi empat tahap, dimulai dari:
a) Tahap Minat
Terjadi pada usia
11-12 tahun. Individu membuat keputusan yang lebih definitif tentang suka atau
tidak suka. Individu cenderung melakukan pekerjaan/kegiatan hanya yang sesuai
minat dan kesukaan mereka saja. Pertimbangan karier pun juga didasari atas kesenangan,
ketertarikan atau minat individu terhadap objek karier, tanpa mempertimbangkan
banyak faktor. Akan tetapi, setelah menyadari bahwa minatnya berubah-ubah
(sebagai reaksi perkembangan dan interaksi lingkungannya), maka individu akan
menanyakan kepada dirinya tentang kemampuan yang dimilikinya untuk melakukan
suatu pekerjaan. Keadaan ini disebut sebagai tahap kapasitas.
b) Tahap
Kapasitas
Yaitu individu
menjadi sadar akan kemampuan sendiri yang terkait dengan aspirasi vokasional.
Tahap ini berlangsung antara pada usia 13-14 tahun yakni masa dimana individu
mulai melakukan pekerjaan/kegiatan didasarkan pada kemampuannya masing-masing.
Orientasi pilihan pekerjaan juga pada masa ini berbentuk upaya mencocokkan
kemampuan yang dimiliki dengan minat dan kesukaannya.
c) Tahap Nilai
Yaitu masa
terbentuknya persepsi yang lebih jelas tentang gaya-gaya okupasional. Tahap ini
berlangsung pada usia 15-16 tahun yaitu tahap dimana minat dan kapasitas itu
akan diinterpretasikan secara sederhana oleh individu yang mulai menyadari
bahwa terdapat suatu kandungan nilai-nilai tertentu dari suatu jenis pekerjaan,
baik kandungan nilai yang bersifat pribadi maupun serangkaian nilai yang
bersifat kamasyarakatan. Kesadaran akan serangkaian kandungan nilai ini pula
yang membuat individu dapat mendiferensiasikan nilai suatu pekerjaan dengan
pekerjaan lainnya.
d) Tahap
Transisi
Berlangsung pada
usia 17-18 tahun. Pada usia ini individu menyadari keputusannya tentang pilihan
karir serta tanggung jawab yang menyertai karir tersebut. Individu akan
memadukan orientasi-orientasi pilihan yang dimiliki sebelumnya (minat,
kapasitas, dan nilai) untuk dapat direalisasikan dalam kehidupannya. Tahap ini
dikenal juga dengan tahap pengenalan secara gradual terhadap persyaratan kerja,
pengenalan minat, kemampuan, imbalan kerja, nilai, dan perspektif waktu.
Keputusan yang menjadi pilihan itu sudah merupakan bentuk tanggung jawab dan
konsekuensi pola karier yang dipilih.
3.
Masa Realistik
Pada
tahap relistik anak melakukan eksplorasi dengan memberikan penilaian atas
pengalaman-pengalaman kerjanya dala kaitan dengan tuntutan sebenarnya, sebagai
syarat untuk bisa memasuki lapangan pekerjaan atau kalau tidak bekerja, untuk
melanjutkan ke perguruan tinggi. Masa ini mencakup anak usia 18-24 tahun atau
pada masa perkuliahan atau mulai bekerja. Pada masa ini, okupasi terhadap
pekerjaan telah mengalami perkembangan yang lebih realistis. Orientasi minat,
kapasitas, dan nilai yang dimiliki individu terhadap pekerjaan akan
direfleksikan dan diintegrasikan secara runtut dan terstruktur dalam frame
vokasional (kristalisasi pola-pola okupasi) untuk memilih jenis pekerjaan dan
atau memilih perguruan tinggi yang sesuai dengan arah tentatif mereka
(spesifikasi). Masa ini pun dibedakan menjadi tiga tahap yaitu :
1. Tahap Eksplorasi: yakni tahap dimana
individu akan melakukan eksplorasi (menerapkan pilihan-pilihan yang dipikirkan
pada masa tentatif akhir dan belum berani mengambil keputusan) dengan
memberikan penilaian atas pengalaman atau kegiatan yang berhubungan dengan
pekerjaan dalam keterkaitannya terhadap tuntutan kerja yang sebenarnya.
Penilaian ini pada hakikatnya berfungsi sebagai acuan dan atau syarat untuk
bisa memasuki lapangan pekerjaan atau untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan
tinggi. Tahap ini berpusat pada saat masuk ke perguruan tinggi. Pada tahap ini,
individu mempersempit pilihan karir menjadi dua atau tiga kemungkinan tetapi pada
umumnya masih belum menentu.
2. Tahap Kristalisasi: yakni tahap dimana
penilaian yang dilakukan individu terhadap pengalaman atau kegiatan-kegiatan
yang berhubungan dengan pekerjaan baik yang berhasil ataupun yang gagal akan
mengental dalam bentuk pola-pola vokasional yang jelas. Pada tahap ini,
individu akan mengambil keputusan pokok dengan mengawinkan faktor-faktor
internal dan eksternal dirinya untuk sampai pada spesifikasi pekerjaan
tertentu, termasuk tekanan keadaan yang ikut memaksa pengambilan keputusan itu.
Tahap kristalisasi terjadi saat komitmen pada satu bidang karir tertentu sudah
terbentuk. Jika ada perubahan arah, itu disebut “pseudo-crystallization”.
3. Tahap Spesifikasi: yaitu tahap pilihan
pekerjaan yang spesifik atau khusus. Pada tahap ini, semua segmen dalam
orientasi karier yang dimulai dari orientasi minat, kapasitas, dan nilai,
sampai tahap eksplorasi dan kristalisasi telah dijadikan pertimbangan
(kompromi) yang matang (determinasi tugas-tugas perkembangan yang optimal)
dalam memilih arah dan tujuan karier dimasa yang akan datang. Tahap spesifikasi
terjadi bila individu sudah memilih suatu pekerjaan atau pelatihan profesi untuk
karir tertentu.
Berdasarkan
tahap-tahap tersebut, setelah anak melakukan eksplorasi dan memadukan
faktor-faktor internal dan eksternal, selanjutnya anak memasuki fase
kristaliasi dengan mengambil keputusan, dan selanjutnya mengambil keputusan
yang lebih spesifik. Berdasarkan teori ini, maka semakin dewasa, proses
pemilihan pekerjaan semakin meningkat ke arah yang lebih realistik.
Dari
berbagai tahapan yang diklasifikasikan Ginzberg di atas, dapat disimpulkan
bahwa pelaksanaan pemilihan pekerjaan yang terjadi pada individu merupakan
suatu pola pilihan karier yang bertahap dan runtut, yang dinilai subjektif oleh
individu dalam sosiokulturalnya sejak masa kanak-kanak hingga awal masa
dewasanya. Artinya, pada saat keputusan vokasional tentatif dibuat, pilihan-pilihan
yang lain akan dicoret. Sehingga individu yang berhasil dalam karier/pekerjaan
(memiliki kepuasan kerja) adalah individu yang mampu mengidentifikasi,
mengarah, dan mengakomodir semua orientasi minat, kapasitas, dan nilai ke dalam
proses kompilasi yang tepat dan dinamis.
Kelompok
Ginzberg mengakui adanya variasi individual dalam proses pembuatan keputusan
karir. Pola individual perkembangan karir yang tidak sesuai dengan sebayanya
disebut “menyimpang”. Terdapat dua penyebab utama penyimpangan itu, yaitu:
A. Keterampilan okupasional yang sudah berkembang
dengan baik secara dini sering menghasilkan pola karir yang dini pula yang
menyimpang dari perkembangan normal.
B. Timing untuk tahap perkembangan realistis itu
mungkin secara signifikan lebih lambat datangnya sebagai akibat dari
variabel-variabel tertentu seperti instabilitas emosi, berbagai masalah
pribadi, dan kekayaan finansial.
Dari
penelitian ini muncul sebuah proses khas yang sistematis yang didasarkan
terutama pada pola penyesuaian diri remaja yang mengarahkan individu ke pilihan
okupasi. Pemilihan okupasi merupakan proses bertahap yang dinilai secara
subjektif oleh individu yang bersangkutan dalam sosiokulturalnya sejak masa
kanak-kanak hingga awal masa dewasanya.
Pilihan
okupasi itu dirumuskan selama individu melalui tahapan-tahapan sebagaimana
dideskripsikan dalam penelitian ini. Pada saat keputusan vokasional tentatif
dibuat, pilihan-pilihan lain yang potensial dicoret.
Pada
awalnya, Ginzberg et al. menyatakan bahwa proses perkembangan pembuatan
keputusan okupasional itu tidak dapat diputar balik, yaitu bahwa individu tidak
dapat kembali secara kronologis ataupun psikologis ke masa lalu untuk mengubah
keputusannya. Konklusi ini kemudian dimodifikasi. Individu dapat mengubah
keputusannya tetapi tetap menekankan pentingnya pilihan yang dilakukan secara
dini dalam proses pembuatan keputusan karirnya.
Dalam
kaji ulang terhadap teorinya, Ginzberg (1984) menekankan kembali bahwa pilihan
okupasional merupakan proses pembuatan keputusan seumur hidup bagi mereka yang
mencari kepuasan dari kerjanya. Ini berarti bahwa mereka harus senantiasa
menilai ulang bagaimana mereka dapat meningkatkan kecocokan antara perubahan
tujuan karirnya dengan realita dunia kerja.
Telah
terdapat sejumlah evidensi yang mendukung prinsip utama dari teori ini. O’Hara
dan Tiedeman (1959) menginvestigasi keempat tahap dari periode tentative
(minat, kapasitas, nilai, dan transisi) dan menemukan bahwa tahap-tahap itu
memang terjadi sesuai dengan urutan sebagaimana diteorikan, tetapi pada usia
yang lebih dini. Studi oleh Davis, Hagan, dan Strouf (1962) dan Hollender
(1967) cenderung mendukung konsep perkembangan vokasional, meskipun waktu dan
urutan tahap-tahap tersebut belum sepenuhnya didukung.
Konseptualisasi
perkembangan proses pembuatan keputusan karir tersebut sangat bertentangan
dengan pendekatan trait and faktor. Meskipun belum sepenuhnya teruji, tetapi
teori ini memberikan suatu deskripsi tentang suatu proses perkembangan untuk
pola perkembangan vokasional yang normal maupun menyimpang. Teori ini lebih
bersifat deskriptif daripada eksplanatori; artinya bahwa teori ini tidak
memberikan strategi untuk memfasilitasi perkembangan karir ataupun penjelasan
tentang proses perkembangannya. Tampaknya kegunaan utama dari teori ini adalah dalam
memberikan satu kerangka baru untuk melakukan studi mengenai perkembangan
karir.
Diakhir
pendapatnya, Ginzberg juga menyimpulkan bahwa pengambilan keputusan dalam
pilihan karier itu berlangsung sepanjang hayat, sebagai refleksi dari perubahan
minat dan tujuan-tujuan, serta keadaan atau tekanan yang berlangsung dalam
kehidupan seseorang. Konsep ini sebagai reaksi edukatif Ginzberg atas kelemaham
awal tentang batasan umur masa realistis dari teori yang dibangunnya. Sehingga
diakhir pendapatnya, Ginzberg (Munandir, 1996:92) menyatakan bahwa “pemilihan
pekerjaan merupakan proses pengambilan keputusan yang berlangsung seumur hidup
bagi mereka yang mencari kepuasan dari pekerjaannya. Keadaan ini mengharuskan
mereka berulang-ulang melakukan penilaian kembali, dengan maksud mereka dapat
lebih mencocokkan tujuan-tujuan karier yang terus berubah-ubah dengan kenyataan
dunia kerja”. (Ginzberg, 1984,180).
C. CARA MEMILIH PEKERJAAN YANG COCOK
Pekerjaan yang sesuai
dengan minat & tipe kepribadian adalah idaman setiap orang. Apabila kita
bekerja di bidang yang sesuai dengan minat dan tipe kepribadian,umumnya akan
lebih sukses dalam menjalani karir, karena pekerjaan terasa lebih menyenangkan.
Tidaklah mudah bagi kita
untuk menemukan pekerjaan idaman yang sesuai dengan minat dan kepribadian kita.
Apabila kita bekerja di bidang yang sesuai dengan minat dan tipe kepribadian,
pada umumnya lebih sukses dalam menjalani karir. Kesesuaian itulah yang membuat
orang lebih mencintai dan bahagia dalam menjalankan pekerjaannya, dampaknya pun
kita bisa bekerja lebih giat dan rasa tanggung jawab pun semakin tinggi. Untuk
itu, marilah kita bahas potensi, minat dan kepribadian Anda sehingga diharapkan
bisa mempermudah Anda dalam memilih jenis pekerjaan yang sesuai.
Memilih pekerjaan sesuai
dengan minat
1)
Minat pada Ide
Apakah Anda termasuk orang yang selalu
ingin tahu, kreatif dan sering mengekploitasi ide-ide yang baru? Jika iya, maka
bidang pekerjaan yang cocok untuk Anda adalah bidang penulisan, pengetahuan
alam, pengobatan, atau bidang artistik.
· Minat pada Orang. Apa minat Anda lebih ke
arah sosial? Jika Anda termasuk orang yang senang bertemu dengan orang baru,
mudah bergaul dan beradaptasi, senang bepergian ke tempat baru, serta berjiwa
sosial tinggi, dapat dipastikan bahwa Anda tidak cocok menjadi pekerja kantoran
yang berjam-jam berkutat dengan komputer. Pilihan Anda lebih cocok kepada
pekerjaan yang mengizinkan Anda untuk dapat bertemu dengan banyak orang seperti
Marketing, Konsultan, Sales, atau Public Relation.
· Minat pada Benda. Anda termasuk orang yang
teratur, rapi, dan senang mengerjakan sesuatu dengan terencana, tetapi tidak
begitu senang bertemu dengan orang? Jika iya, pekerjaan di belakang meja akan
cocok untuk Anda. Anda cocok bekerja di bidang pekerjaan yang memerlukan ketelitian
tinggi seperti administasi, akutansi, atau keuangan.
Memilih Pekerjaan sesuai dengan kepribadian
Menurut teori kepribadian yang dikemukakan oleh John Holland. Tipe
kepribadian manusia dibagi menjadi 6 tipe, yaitu :
1) Tipe Realistis. Orang yang bertipe
realistis cenderung memiliki keahlian bekerja dengan mesin atau peralatan
mekanik. Pekerjaan yang berkutat dengan aktivitas social tidak cocok bagi tipe
realistis. Orang dengan tipe realistis biasanya praktis, mekanis, dan
realistis. Jika Anda termasuk dalam tipe ini, bekerja sebagai insinyur teknik
atau pilot bisa menjadi pilihan.
2) Tipe Investigatif. Apabila Anda termasuk
orang yang pandai dalam memecahkan masalah, tetapi umumnya menghindari
pekerjaan yang sifatnya memimpin/mempengaruhi orang, maka Anda tergolong tipe
investigatif. Orang dengan tipe realistis biasanya presisi dan intelektual.
Bekerja sebagai ahli kimia, dokter gigi, psikiater atau psikolog dan ahli
matematika bisa menjadi pilihan bagi orang bertipe investigatif.
3) Tipe Artistik. Tipe artistik merupakan
orang-orang yang suka melakukan aktivitas seni, drama, keterampilan tangan,
menulis sastra, tetapi menghindari aktivitas yang rutin dan berulang. Orang
dengan tipe artistic biasanya ekspresif, orisinal, dan independen. Jika Anda
termasuk tipe ini, bekerja sebagai desainer pakaian, penari, komposer, editor
buku, dan desain grafis bisa menjadi pilihan.
4) Tipe Sosial. Orang dengan tipe social
cenderung suka menolong orang, serta menyukai kegiatan sosial yang
mengharuskannya untuk berinteraksi dengan banyak orang. Tipe ini merupakan
kebalikan dari tipe realistis. Biasanya orang dengan tipe sosial cocok bekerja
sebagai guru, penari, konsultan, perawat, atau pekerja sosial.
5) Tipe Usahawan. Beda halnya dengan orang
tipe investigatif, tipe usahawan justru senang memimpin dan mempengarruhi orang
lain. Tipe usahawan menghindari pekerjaan –pekerjaan yang membutuhkan observasi
dan ketelitian mendalam. Orang dengan tipe usahawan biasanya enerjik, ambisius
dan bisa bersosialisasi. Cocok bekerja sebagai sales, pengacara, atau hakim.
6) Tipe KonvensionaL. Apakah Anda menyukai
pekerjaan yang berhubungan dengan angka, berkas-berkas dan segala pekerjaan
yang serba teratur? Jika ya, maka Anda termasuk orang dengan tipe konvensional.
Bila Anda termasuk tipe ini, Anda dapat memilih pekerjaan sebagai akuntan,
administrasi, staf keuangan dan sekretaris sebagai pilihan karir Anda.
D. PENYESUAIAN DIRI DALAM PEKERJAAN
Menurut Schneiders (dalam Ali dan Asrori, 2006) penyesuaian diri
merupakan suatu proses dinamis yang bertujuan untuk mengubah perilaku individu
agar terjadi hubungan yang lebih sesuai antara diri individu dengan
lingkungannya. Schneiders juga mendefinisikan penyesuaian diri dapat ditinjau
dari 3 sudut pandang yaitu penyesuaian diri sebagai bentuk adaptasi,
penyesuaian sebagai bentuk konformitas, dan sebagai usaha penguasaan. Namun
tetap pada mulanya penyesuaian diri sama dengan adaptasi. Kartono mengungkapkan
aspek-aspek penyesuaian diri yang meliputi:
1. Memiliki perasaan
afeksi yang adekuat, harmonis dan seimbang, sehingga merasa aman, baik budi
pekertinya dan mampu bersikap hati-hati.
2. Memiliki kepribadian
yang matang dan terintegrasi baik terhadap diri sendiri maupun orang lain,
mempunyai sikap tanggung jawab, berfikir dengan menggunakan rasio, mempunyai
kemampuanuntuk memahami dan mengontrol diri sendiri.
3. Mempunyai relasi sosial
yang memuaskan ditandai dengan kemampuan untuk bersosialisasi dengan baik dan
ikut berpartisipasi dalam kelompok.)
4. Mempunyai struktur
sistem syaraf yang sehat dan memiliki kekenyalan (daya lenting) psikis untuk
mengadakan adaptasi.
Berdasarkan uraian di atas dapat
disimpulkan bahwa aspek-aspek penyesuaian diri adalah sebagai berikut :
Penyesuaian pribadi
Penyesuaian pribadi adalah kemampuan individu untuk
menerima dirinya sendiri sehingga ia mampu
mengatasi konflik dan tekanan dan menjadi pribadi yang matang, bertanggungjawab
dan mampu mengontrol diri sendiri hingga tercapai hubungan yang harmonis
antara dirinya dengan lingkungan sekitarnya. Ia menyadari sepenuhnya siapa
dirinya sebenarnya, apa kelebihan dan kekurangannya dan mampu bertindak
obyektif sesuai dengan kondisi dirinya tersebut.
Keberhasilan penyesuaian pribadi ditandai
dengan tidak adanya rasa benci, lari dari kenyataan atau tanggungjawab,
dongkol. kecewa, atau tidak percaya pada kondisi dirinya. Kehidupan
kejiwaannya ditandai dengan tidak adanya kegoncangan atau kecemasan yang
menyertai rasa bersalah, rasa cemas, rasa tidak puas, rasa kurang dan keluhan
terhadap nasibnya.
Sebaliknya kegagalan penyesuaian pribadi
ditandai dengan keguncangan emosi, kecemasan, ketidakpuasan dan keluhan terhadap
nasib yang dialaminya, sebagai akibat adanya gap antara individu dengan
tuntutan yang diharapkan oleh lingkungan. Gap inilah yang menjadi sumber
terjadinya konflik yang kemudian terwujud dalam rasa takut dan kecemasan,
sehingga untuk meredakannya individu harus melakukan penyesuaian
diri.
Penyesuaian sosial
Penyesuaian sosial merupakan kemampuan individu untuk
mematuhi norma dan peraturan sosial yang ada, sehingga ia mampu menjalin relasi
sosial dengan baik dan mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
Setiap individu hidup dalam masyarakat, dimana terdapat
proses saling mempengaruhi satu sama lain. Dari proses tersebut timbul pola
kebudayaan dan tingkah laku sesuai dengan sejumlah aturan, hukum, adat dan
nilai-nilai yang mereka patuhi, demi untuk mencapai penyesuaian bagi
persoalan-persoalan hidup sehari-hari.
Dalam dunia kerja ada 2 hal yang tidak bisa dipisahkan
yaitu karyawan dan perusahaan. Seseorang yang dapat menyesuaikan dirinya dengan
pekerjaannya yaitu apabila terdapat adanya kepuasan kerja.
Faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja karyawan,
diantaranya adalah kesesuaian pekerjaan, kebijakan organisasi termasuk
kesempatan berkembang, lingkungan kerja dan perilaku atasan. faktor yang dapat
mempengaruhi kepuasan menurut Kreitner dan Kinichi, yaitu:
1. Pemenuhan Kebutuhan (need fulfillment): pekerjakaan
memberikan kesempatan pada
individu intuk memenuhi kebutuhannya.
2. Perbedaan (discrepancies): Kepuasan merupakan suatu
hasil memenuhi harapan. Pemenuhan harapan mencerminkan perbedaan antara apa
yang diharapkan dan apa yang diperoleh individu dari pekerjaannya.
3. Pencapaian nilai (volue attainment): Kepuasan hasil dari
persepsi pekerjaan memberikan pemenuhan nilai kerja individual.
4. Keadilan (equity): Kepuasan merupakan fungsi dari
seberapa adil individu diperlakukan di tempat kerja.
5. Komponan genetik (genetic components): Kepuasan kerja
merupakan fungsi sifat pribadi dan faktor genetik. perbedaan sifat individu
kerja disamping karakteristik lingkungan
pekerjaan.
Selain itu ada juga faktor
penentu kepuasan kerja yaitu:
1. Gaji/upah
Menurut Theriault, kepuasan kerja merupakan fungsi dari
jumlah absolute dari gaji yang diterima, derajat sejauh mana gaji memenuhi harapan-harapan
tenaga kerja dan bagaimana gaji diberikan.
2. Kondisi kerja yang
menunjang
Bekerja dalam ruangan atau tempat kerja yang tidak
menyenangkan (uncomfortable) akan menurunkan semangat untuk bekerja. Oleh
karena itu, perusahaan harus membuat kondisi kerja yang nyaman dan menyenangkan
sehingga kebutuhan-kebutuhan fisik terpenuhi dan menimbulkan kepuasan kerja.
3. Hubungan kerja
Hubungan dengan rekan kerja: Ada tenaga kerja dalam menjalankan pekerjaannya memperoleh
masukan dari tenaga kerja lain (dalam bentuk tertentu). Keluarannya (barang yag
setengah jadi) menjadi masukkan untuk tenaga kerja lainya, misalnya pekerja
konveksi. Hubugan antara pekerja adalah hubungan ketergantungan sepihak yang
berbentuk fungsional.
Hubungan dengan atasan: Kepemimpinan
yang konsisten berkaitan dengan kepuasan kerja adalah tenggangrasa
(consideration). Hubungan fungsional mencerminkan sejumlah atasa membantu
tenaga kerja untuk memuaskan nilai-nilai pekerjaan yang penting bagi tenaga
kerja. Hubungan keseluruhan didasarkan pada ketertarikkan antara pribadi yang
mencerminkan sikap dasar dan nilai-nilai yang serupa, misalnya keduanya
mempuyai pandangan hidup yang sama.
E.
WAKTU
LUANG
Waktu luang artinya waktu bebas atau waktu yang memberikan peluang, kepada
seseorang untuk bebas atau tidak terikat oleh suatu tugas, pekerjaan, atau
kewajiban yang harus dikerjakan secara rutin ia dapat melakukan apa saja
menurut kehendaknya yang dapat menimbulkan rasa senang serta mendapatkan
kepuasaan dari kesenangn tersebut berguna atau tidaknya waktu luang, sangat
tergantung pada bagaimana cara individu-individu menanggapinya. Kesehatan atau
sehat adalah suatu keadaan yang mennyatakan bahwa keadaan jasmani, rohani dan
kehidupan social seseorang adalah sehat jasmani, sehat rohani, dan sehat social.
Waktu adalah satu-satunya modal yang dimiliki oleh manusia, dan ia tidak
boleh sampai kehilangan waktu. – Thomas A. Edison. Meluangkan waktu itu
ternyata penting dan banyak cara/kegiatan positif yang bisa dilakukan untuk
mengisi waktu luang. Misalnya olahraga, jalan-jalan, melakukan hobby, atau
ngeblog. Selain itu, mengisi waktu luang setelah kesibukan yang mendera ibarat
bayaran dari pekerjaan itu sendiri. Kita tidak pernah menduga kalau kegiatan
yang dilakukan di saat waktu luang bisa juga menghasilkan atau mendapat
penghargaan.
Dalam bahasa Inggris waktu luang dikenal dengan sebutan leisure. Kata
leisure sendiri berasal dari bahasa Latin yaitu licere yang berarti diizinkan
(To be Permited) atau menjadi bebas (To be Free). Kata lain dari leisure adalah
loisir yang berasal dari bahasa Perancis yang artinya waktu luang (Free Time),
George Torkildsen.
Berdasarkan teori dari George Torkildsen dalam bukunya yang berjudul
leisure and recreation management (Januarius Anggoa, 2011) definisi berkaitan
dengan leisure antara lain :
1) Waktu luang sebagai waktu (leisure as
time)
Waktu luang digambarkan sebagai waktu senggang setelah segala kebutuhan
yang mudah telah dilakukan. Yang mana ada waktu lebih yang dimiliki untuk
melakukan segala hal sesuai dengan keinginan yang bersifat positif. Pernyataan
ini didukung oleh Brightbill yang beranggapan bahwa waktu luang erat kaitannya
dengan kaitannya dengan kategori discretionary time, yaitu waktu yang digunakan
menurut pemilihan dan penilaian kita sendiri.
2) Waktu luang sebagai aktivitas (leisure as
activity)
Waktu luang terbentuk dari segala kegiatan bersifat mengajar dan menghibur
pernyataan ini didasarkan pada pengakuan dari pihak The International Group of
the Social Science of Leisure, menyatakan bahwa: “waktu luang berisikan
berbagai macam kegiatan yang mana seseorang akan mengikuti keinginannya sendiri
baik untuk beristirahat, menghibur diri sendiri, menambah pengetahuan atau
mengembangkan keterampilannya secara objektif atau untuk meningkatkan
keikutsertaan dalam bermasyarakat.
3) Waktu luang sebagai suasana hati atau
mental yang positif (leisure as an end in itself or a state of being)
Pieper beranggapan bahwa:“Waktu luang harus dimengerti sebagai hal yang
berhubungan dengan kejiwaan dan sikap yang berhubungan dengan hal-hal keagamaan,
hal ini bukan dikarenakan oleh faktor-faktor yang datang dari luar. Hal ini
juga bukan merupakan hasil dari waktu senggang, liburan, akhir pekan, atau
liburan panjang.
4) Waktu luang sebagai sesuatu yang memiliki
arti luas (leisure as an all embracing)
Menurut Dumadezirer, waktu luang adalah relaksasi, hiburan, dan
pengembangan diri. Dalam ketiga aspek tersebut, mereka akan menemukan
kesembuhan dari rasa lelah, pelepasan dari rasa bosan, dan kebebasan dari
hal-hal yang bersifat menghasilkan. Dengan kata lain, waktu luang merupakan
ekspresi dari seluruh aspirasi manusia dalam mencari kebahagiaan, berhubungan
dengan tugas baru, etnik baru, kebijakan baru, dan kebudayaan baru.
5) Waktu luang sebagai suatu cara untuk hidup
(leisure as a way of living)
Seperti yang dijelaskan oleh Goodale dan Godbye dalam buku The Evolution Of
Leisure : “Waktu luang adalah suatu kehidupan yang bebas dari tekanan-tekanan
yang berasal dari luar kebudayaan seseorang dan lingkungannya sehingga mampu
untuk bertindak sesuai rasa kasih yang tak terelakkan yang bersifat
menyenangkan, pantas, dan menyediakan sebuah dasar keyakinan”. Hal senada juga
diungkapkan oleh Soetarlinah Sukadji (Triatmoko, 2007) yang melihat arti
istilah waktu luang dari 3 dimensi, yaitu:
a) Dilihat dari dimensi waktu, waktu luang
dilihat sebagai waktu yangtidak digunakan untuk bekerja mencari nafkah,
melaksanakan kewajiban, dan mempertahankan hidup
b) Dari segi cara pengisian, waktu luang
adalah waktu yang dapat diisi dengan kegiatan pilihan sendiri atau waktu yang
digunakan dan dimanfaatkan sesuka hati.
c) Dari sisi fungsi, waktu luang adalah waktu
yang dimanfaatkan sebagai sarana mengembangkan potensi, meningkatkan mutu
pribadi, kegiatan terapeutik bagi yang mengalami gangguan emosi, sebagai
selingan hiburan, saranarekreasisebagai kompensasi pekerjaan yang kurang
menyenangkan, atau sebagai kegiatan menghindari sesuatu.
Manfaat Mengisi Waktu Luang
Orang yang menggunakan waktu secara efisien akan
memperoleh banyak keuntungan, misalnya mereka dapat menyelesaikan pekerjaannya
tepat waktu, sehingga ada waktu untuk memulihkan kebugaran fisik dan mental,
rekreasi, dan interaksi sosial. Manfaat mengisi waktu luang yaitu menurut
Soetarlinah Sukadji (Triatmoko, 2007) yaitu:
a.
Bisa meningkatkan kesejahteraan jasmani.
b.
Meningkatkan kesegaran mental dan
emosional.
c.
Membuat kita mengenali kemampuan diri
sendiri.
d.
Mendukung konsep diri serta harga diri.
e.
Sarana belajar dan pengembangan kemampuan.
f. Pelampiasan ekspresi dan keseimbangan
jasmani, mental, intelektual, spiritual, maupun estetika.
g. Melakukan penghayatan terhadap apa yang anda sukai tanpa tidak mempedulikan
segi materi.
Kegiatan Waktu Luang
Berdasarkan definisi teori waktu luang yaitu waktu
luang sebagai aktivitas yaitu waktu yang berisikan berbagai macam kegiatan baik
untuk beristirahat, menghibur diri sendiri, menambah pengetahuan serta
menggunakan keterampilan secara objektif untuk meningkatkan keikutsertaan dalam
bermasyarakat setelah melepaskan diri dari segala pekerjaan rutinnya, keluarga
dan lingkungan sosial dan waktu luang sebagai relaksasi, hiburan, dan
pengembangan diri. Beberapa kegiatan mengisi waktu luang diantaranya:
a.
Relaxation Activity (Kegiatan Relaksasi)
Menurut Soetarlinah Sukadji (Triatmoko,
2007) kegiatan relaksasi diantaranya kegiatan relaksasi aktif misalnya:
membetulkan alat rumah tangga atau berbenah rumah, memperbaiki sepeda motor.
Kegiatan tersebut sifatnya produktif cenderung meningkatkan ketrampilan dan
harga diri. Selain itu bisa melakukan relaksasi pasif dengan cara menonton
televisi, mendengarkan musik, dan membaca tulisan ringan. Namun terlalu banyak
melakukan kegiatan relaksasi pasif akan membuat kehilangan waktu untuk kegiatan
yang lebih produktif.
b.
Entertainment Activity (Kegiatan Hiburan)
Fine, Mortimer, & Robert (Broderick
& Blewitt, 2006), menyebutkan bahwa kegiatan hiburan atau rekreasi dapat
mempromosikan penguasaan keterampilan, seperti olahraga partisipasi, hobi, dan
kesenian atau mungkin lebih murni rekreasi seperti bermain video game, melamun
atau nongkrong dengan teman-teman. Menurut Ahmad H. Kanzun (2002: 68) Kegiatan
olahraga termasuk dalam salah satu kegiatan yang positif dan terarah. Karena
dengan berolahraga, remaja dapat menjaga kondisi tubuhnya agar selalu sehat dan
dapat melakukan segala aktifitasnya.
2. SELF-DIRECTED CHANGES
A. Pengertian Self-Directed Changes
Menurut Gibbons (2002), self directed learning adalah
peningkatan pengetahuan, keahlian, prestasi, dan mengembangkan diri dimana
individu menggunakan banyak metode dalam banyak situasi dalam setiap waktu. Self
directed learning diperlukan karena dapat memberikan siswa kemampuan untuk
mengerjakan tugas, untuk mengkombinasikan perkembangan kemampuan dengan
perkembangan karakter dan mempersiapkan siswa untuk mempelajari seluruh
kehidupan mereka. Self directed learning meliputi bagaimana siswa
belajar setiap harinya, bagaimana siswa dapat menyesuaikan diri dengan keadaan
yang cepat berubah, dan bagaimana siswa dapat mengambil inisiatif sendiri
ketika suatu kesempatan tidak terjadi atau tidak muncul.
Knowles (dalam Jennings, 1975) menambahkan bahwa self directed
learning adalah sebuah proses dimana sebuah dimana individu mengambil
inisiatif, dengan atau tanpa bantuan orang lain, dan proses dalam self-directed
learning ini dilakukan dengan menyadari kebutuhan sendiri dalam belajar,
mengatur tujuan pribadi, membuat keputusan pada sumber dan strategi belajar dan
menilai hasil.
Menurut Long (dalam Bath & Kamath, 2005) self directed
learning adalah proses mental yang biasanya disertai dan didukung dengan
aktivitas perilaku yang meliputi identifikasi dan pencarian informasi. Dalam self
directed learning, pelajar secara sengaja menerima tanggung jawab untuk
membuat keputusan tentang tujuan dan usaha mereka sehingga mereka sendiri yang
menjadi agen perubahan dalam belajar.
Teori Guglielmino (dalam Shiong,dkk, 1977) mengemukakan bahwa self
directed learning dapat terjadi dalam banyak situasi yang bervariasi, mulai
dari ruangan kelas yang berfokus pada guru secara langsung (teacher
directed) menjadi belajar dengan perencanaan siswa sendiri (self
planned) dan dilakukan sendiri (self conducted). Guglielmino (1977)
lebih lanjut menyatakan tentang karakteristik yang dimiliki oleh pelajar, yakni
sikap, nilai, kepercayaan, dan kemampuan yang akhirnya menentukan apakah self
directed learning terjadi pada suatu situasi belajar.
Dari
beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa self directed learning adalah
peningkatan pengetahuan, keahlian, prestasi, dan pengembangkan diri individu
yang diawali dengan inisiatif sendiri dengan belajar perencanaan belajar
sendiri (self planned) dan dilakukan sendiri (self conducted),
menyadari kebutuhan belajar, tujuan belajar, membuat strategi belajar, menilai
hasil belajar, serta memiliki tanggung jawab sendiri menjadi agen perubahan
dalam belajar.
B.
Konsep dan Penerapan Self-directed
Changes
a) Meningkatkan kontrol diri
Mendasarkan diri pada kesadaran bahwa pada setiap manusia
memiliki kemampuan untuk mengembangkan dirinya sesuai dengan kondisi yang
dimiliki setiap manusia. Itu dapat terjadi sebagai akibat perubahan dalam
struktur kognitif yang dihasilkan oleh perubahan struktur kognitif itu sendiri
atau perubahan kebutuhan juga adanya motivasi internal serta belajar yang
efektif. Contoh: Seseorang yang suka memakan
makanan cepat saji ingin melepaskan dari kebiasaan tersebut karna tidak baik
untuk kesehatan.
b) Menetapkan tujuan
Dimaksudkan untuk menjaga individu agar tetap tertuju pada
proses pembelajaran, dalam arti dapat mengetahui dan mampu secara mandiri
menetapkan mengenai apa yang ingin dipelajari dalam mencapai kesehatan mental,
serta tahu akan kemana tujuan hidupnya, cakap dalam mengambil keputusan dan
mampu berpartisipasi di masyarakat dan akan mampu mengarahkan dirinya. Contoh: Kita harus menahan keinginan kita untuk memakan
makan cepat saji mungkin kita bisa menggantinya dengan makanan yang tampaknya
sama tapi dibuat sendiri jadi lebih sehat atau menggantinya dengan alternative
makanan sehat lainnya.
c) Pencatatan perilaku
Menguatkan perilaku ulang kalau individu merasa bisa
mengambil manfaat dari perilaku yang pernah dilakukan sebelumnya, kemungkinan
lain yang bisa menjadikan seseorang mengulang perilaku sebelumnya karena merasa
senang dengan apa yang pernah dilakukan. Contoh:
Jika kita mempunyai kebiasaan memakan makanan cepat saji, catat hal-hal apa
saja yang mungkin mengganggu kita untuk tidak makan makanan cepat saji.
Misalnya dengan mengalihkan ke makanan yang sehat.
d) Menyaring anteseden perilaku
Bisa membagi perilaku sasaran ke dalam perubahan, serta
membantu individu agar lebih siap dalam mempelajari perilaku tersebut.
Pemahaman akan anteseden perilaku membantu individu agar dapat dengan tepat
memilih nilai-nilai dan merencanakan strategi. Contoh:
Selain memakan makanan cepat saji, misalnya kita sering meminum minuman keras.
Lalu kita tuliskan kebiasan tersebut untuk di ubah menjadi lebih baik. Dari
situ mungkin kita akan berpikir sebenarnya selama ini baik atau burukkah
kebiasaan tersebut untuk kesehatan kita.
e)
Menyusun konsekuensi
yang efektif
Pemahaman dalam arti sehat mental dapat menentukan
perubahan pada individu dalam melakukan mobilitas untuk melakukan segala
sesuatu aktifitas –aktifitas yang dilakukan oleh manusia, dalam menanggapi
stimulus lingkungan, yang meliputi aktivitas motoris, emosional,dan kognitif
dalam mencapai kematangan mental.
f)
Menerapkan perencana
intervensi
Membawa perubahan, tentunya pada perubahan yang lebih baik.
Dalam arti pemahaman nilai-nilai, karakter / watak, dan cara cara berperilaku
secara individual. Dalam arti kita harus lebih memahami cara berperilaku pada
kegiatan proses pembentukan watak dan pembelajaran secara terencana.
g)
Evaluasi
Faktor yang penting untuk mencapai kematangan pribadi,
sedangkan salah satu faktor penting untuk mengetahui keefektivan adalah
evaluasi baik terhadap proses maupun hasil pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA: