Rabu, 13 Juli 2016

PEKERJAAN, WAKTU LUANG DAN SELF-DIRECTED CHANGES



Disusun Oleh:
Agnes Monicasari       (1D514044)
Annisa Nabila D         (11514382)
Cartika Sari                 (12514287)
Dylan Winalda            (13514370)
Meka Anisa P              (16514561)
Priskila Theodora        (18514533)
Ribka Yovitasyam      (19514237)
Sahla Amalia               (19514933)
Teresa Mariane S         (1A514716)
Tri Noviyanti               (1A514839)
Kelas : 2PA14
Fakultas Psikologi
Universitas Gunadarma
2016


PEKERJAAN, WAKTU LUANG DAN SELF-DIRECTED CHANGES

1.      PEKERJAAN DAN WAKTU LUANG
A.    MENGUBAH SIKAP TERHADAP PEKERJAAN
Banyak sumber yang memberikan penjelasan mengenai sikap. Salah satunya adalah pengertian yang diutarakan oleh Moorhead & Griffin menyatakan bahwa sikap (attitude) adalah sekumpulan kepercayaan dan perasaan yang dimiliki oleh seseorang, mengenai ide dan situasi tertentu, atau mengenai orang lain.
Sedangkan pengertian perkerjaan dalam arti luas adalah setiap aktivitas atau kegiatan yang dilakukan oleh manusia dan dalam arti sempit pekerjaan adalah sebuah istilah yang digunakan untuk sebuah kegiatan tugas yang dilakukan oleh seseorang dengan harapan timbal balik berupa uang atau hal lainnya sesuai kesepakatan.
Sikap dapat terbentuk disebabkan oleh beberapa faktor. Di antara faktor yang mempengaruhi terbentuknya sikap adalah nilai-nilai personal, pengalaman, dan kepribadian kita.
Sikap pada seorang individu dapat berubah seiring berubahnya beberapa hal pada diri maupun lingkungannya. Contoh, seseorang menerima sebuah informasi baru, informasi tersebut dapat mengubah sikapnya. Seorang manajer dapat mempunyai sikap negatif kepada seorang rekan kerja karena belum mengenal baik rekan kerjanya tersebut. Seiring berjalannya waktu, manajer tersebut menyadari bahwa ia adalah orang yang berbakat dan akhirnya mengembangkan sikap yang lebih positif.
Sikap orang terhadap pekerjaan pun dapat berubah. Masyarakat setiap hari berharap banyak dari pekerjaan mereka daripada menjalani hidup yang sederhana. Pada kasus hirarki kebutuhan Abraham Maslow, bekerja adalah kebutuhan dasar manusia. Seperti pekerjaan yang aman. Gaji yang memuaskan dan keamanan dalam bekerja. Mereka menjadi lebih sadar akah kebutuhan yang lebih tinggi sebagai resiko. Kita memberih perhatian lebih kepada kepuasaan psikologis dalam pekerjaan, khususnya pekerjaan yang menarik dan terpenuhi.
1.      Disiplin
Disiplin kerja dapat dikatakan sebagai menghormati, menghargai, patuh dan taat terhadap aturan aturan yang berlaku pada lingkungan kerja. Tujuan dari disiplin ini adalah utuk meningkatkan efisiensi semaksimal mungkin dengan cara mencegah pemborosan. Singkatnya, disiplin dibutuhkan untuk tujuan organisasi yang lebih jauh, guna menjaga efisiensi dengan dan mengoreksi tidakan tidakan individu dalam itikad tidak baiknya dalam kelompok. Lebih jauh lagi, disiplin berusaha untuk melindungi perilaku yang baik dengan menetapkan respon yang di kehendaki.
Manfaaat yang dihasilkan dari disiplin kerja sangatlah besar, tidak hanya untuk perusahaan tetapi juga untuk karyawan. Bagi perusahaan, disiplin kerja sangat berguna untuk terjaganya tata tertib dan kelancaran dalam menjalani pekerjaan, sehingga mendapatkan hasil yang optimal. Dan bagi karyawan akan mendapatkan suasana di lingkungan kerja yang meyenangkan, serta dapat meningkatkan semangat kerja.
2.      Etos kerja
Pada point terakhir dalam makalah ini, akan dibahas mengenai etos kerja disebuah organisasi. Sumber daya manusia merupakan salah satu sumber daya yang paling menentukan sukses tidaknya suatu organisasi. Oleh karena itu, organisasi dituntut untuk mengelola sumber daya manusia yang dimiliki dengan baik demi kelangsungan hidup dan kemajuan organsiasi. Dengan demikian keberhasilan dalam proses operasional organisasi sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia yang dalam hal ini adalah karyawan. Kontribusi karyawan bagi organisasi sangat dominan, karena karyawan adalah penghasil kerja bagi organisasi. Dalam hal ini selain kedisiplinan, dan juga sikap dalam bekerja, etos kerja merupakan salah satu aspek yang tentunya mempengaruhi kualitas sumberdaya manusia dalam sebuah industri.
Menurut Webster’s New Word Dictionary,3rd College Edition, etos didefinisikan sebagai kecenderungan atau karakter; sikap, kebiasaan, keyakinan yang berbeda dari individu atau kelompok. Bahkan dapat dikatakan bahwa etos pada dasarnya adalah tentang etika. Etika merupakan nilai universal yang dimiliki semua bangsa, dan tidak hanya dimiliki oleh bangsa – bangsa tertentu saja. Nilai-nilai etika yang dikaitkan dengan etos kerja seperti rajin, bekerja, keras, berdisplin tinggi, menahan diri, ulet, tekun dan nilai-nilai etika lainnya bisa juga ditemukan pada masyarakat dan bangsa lain. Kerajinan, gotong royong, saling membantu, bersikap sopan misalnya masih ditemukan dalam masyarakat kita. Perbedaannya adalah bahwa pada bangsa tertentu nilai-nilai etis tertentu menonjol sedangkan pada bangsa lain tidak. Sedangkan menurut kamus besar bahasa Indonesia etos kerja ialah semangat kerja yg menjadi ciri khas dan keyakinan seseorang atau suatu kelompok.
Sebenarnya kedua pengertian ini hampir selaras, dengan maksud yang sama. Yang dapat kami simpulkan sendiri mengenai etos kerja, ialah ” suatu sikap dan semangat pegawai dalam menjalani pekerjaannya yang memiliki ciri khas tertentu”.
Meningkatkan Semangat Kerja
Ada beberapa cara untuk meningkatkan semangat kerja karyawan. Caranya dapat bersifat materi maupun non materi, seperti antara lain :
·     Gaji yang sesuai dengan pekerjaan
·     Memperhatikan kebutuhan rohani
·   Sekali-kali perlu menciptakan suasana kerja yang santai yang dapat mengurangi beban kerja
·     Harga diri karyawan perlu mendapatkan perhatian
·     Tempatkan para karyawan pada posisi yang tepat
·      Berikan kesempatan pada mereka yang berprestasi
·      Perasaan aman menghadapi masa depan perlu diperhatikan
·      Usahakan para karyawan memiliki loyalitas dan keperdulian terhadap organisasi
·      Sekali-kali para karyawan perlu diajak berunding untuk membahas kepentingan
·       bersama
·      Pemberian insentif yang terarah dalam aturan yang jelas
·      Fasilitas kerja yang menyenangkan yang dapat membangkitkan gairah kerja

B.     PROSES DALAM MEMILIH PEKERJAAN
Menurut Ginzberg, Ginzburg, Axelrad, dan Herna (1951), perkembangan dalam pemilihan pekerjaan mencakup tiga tahapan utama yaitu fantasy, tentatif, dan realistik. Dua tahap daripadanya, yaitu masa tentatif dan realistik masing-masing dibagi lagi menjadi beberaa tahap. Masa tentatif meliputi empat tahap yaitu minat, kapasitas, nilai, dan transisi. Sedangkan masa realistik terdiri dari tahap eksplorasi, kristalisasi, dan spesifikasi. Pembahasan lebih lengkap mengenai masa-masa pemilihan pekerjaan diuraikan di bawah ini.
1.      Masa Fantasi
Masa ini berlangsung pada individu dengan tahap usia sampai kira-kira 10 tahun atau 12 tahun (masa sekolah dasar). Pada masa ini, proses pemilihan pekerjaan masih bersifat sembarangan atau asal pilih, tanpa didasarkan pada pertimbangan yang masak (rasional dan objektif) mengenai kenyataan yang ada dan hanya berdasarkan pada kesan dan khayalan belaka. Pilihan pekerjaan pada masa ini hanya didasari atas kesan yang dapat melahirkan kesenangan semata, dan diperolehnya dari/mengenai orang-orang yang bekerja atau lingkungan kerjanya. Anak seperti ini percaya bahwa dia bisa menjadi apa saja berdasarkan kesan yang timbul pada orang-orang yang bekerja disekitarnya.
Menurut Ginzberg, kegiatan bermain pada masa fantasi secara bertahap menjadi berorientasi kerja dan merefleksikan preferensi awal untuk jenis aktifitas tertentu. Berbagai peran okupasional tercermin dalam kegiatan bermain, yang menghasilkan pertimbangan nilai dalam dunia kerja. Atau dengan kata lain selama periode fantasi, kegiatan bermain secara bertahap menjadi berorientasi kerja dan merefleksikan preferensi awal untuk jenis aktivitas tertentu. Umpamanya anak umur lima tahun ingin menjadi tentara karena kegagahannya atau menjadi dokter karena dokter itu bermobil mewah dan penghasilannya besar dari praktek swasta. Anak seperti ini percaya bahwa ia bisa menjadi apa saja dan ini berdasarkan kesan yang diperolehnya mengenai orang-orang yang bekerja atau keadaan lingkungan kerjanya.

2.      Masa tentatif
Pada masa tentatif, pilihan karir anak mengalami perkembangan. Mula-mula pertimbangan karier itu hanya berdasarkan kesenangan, ketertarikan, dan minat saja tanpa pertimbangan apapun sedangkan faktor-faktor lainnya tidak dipertimbangkan. Menyadari bahwa minatnya berubah-ubah maka anak mulai memikirkan dan bertanya kepada dirinya sendiri apakah dia memliki kemampuan (kapasitas) melakukan pekerjaan yang dia inginkan, dan apakah pekerjaan itu cocok dengan minatnya. Tahap berikutnya, waktu anak bertambah besar anak menyadari bahwa di dalam suatu pekerjaan yang dilakukan oleh seseorang itu mengandung sebuah kandungan nilai yaitu nilai pribadi dan nilai kemasyarakatan, bahwa kegiatan yang satu lebih mempunyai nilai daripada kegiatan lainnya.
Masa tentatif berlangsung mencakup anak usia lebih kurang 11 tahun sampai 18 tahun atau pada masa anak bersekolah di SMP dan SMA. Pada masa ini, pilihan pekerjaan seseorang mengalami perkembangan. Masa ini oleh Ginzberg diklasifikasikan manjadi empat tahap, dimulai dari:
a)    Tahap Minat
Terjadi pada usia 11-12 tahun. Individu membuat keputusan yang lebih definitif tentang suka atau tidak suka. Individu cenderung melakukan pekerjaan/kegiatan hanya yang sesuai minat dan kesukaan mereka saja. Pertimbangan karier pun juga didasari atas kesenangan, ketertarikan atau minat individu terhadap objek karier, tanpa mempertimbangkan banyak faktor. Akan tetapi, setelah menyadari bahwa minatnya berubah-ubah (sebagai reaksi perkembangan dan interaksi lingkungannya), maka individu akan menanyakan kepada dirinya tentang kemampuan yang dimilikinya untuk melakukan suatu pekerjaan. Keadaan ini disebut sebagai tahap kapasitas.
b)    Tahap Kapasitas
Yaitu individu menjadi sadar akan kemampuan sendiri yang terkait dengan aspirasi vokasional. Tahap ini berlangsung antara pada usia 13-14 tahun yakni masa dimana individu mulai melakukan pekerjaan/kegiatan didasarkan pada kemampuannya masing-masing. Orientasi pilihan pekerjaan juga pada masa ini berbentuk upaya mencocokkan kemampuan yang dimiliki dengan minat dan kesukaannya.
c)     Tahap Nilai
Yaitu masa terbentuknya persepsi yang lebih jelas tentang gaya-gaya okupasional. Tahap ini berlangsung pada usia 15-16 tahun yaitu tahap dimana minat dan kapasitas itu akan diinterpretasikan secara sederhana oleh individu yang mulai menyadari bahwa terdapat suatu kandungan nilai-nilai tertentu dari suatu jenis pekerjaan, baik kandungan nilai yang bersifat pribadi maupun serangkaian nilai yang bersifat kamasyarakatan. Kesadaran akan serangkaian kandungan nilai ini pula yang membuat individu dapat mendiferensiasikan nilai suatu pekerjaan dengan pekerjaan lainnya.
d)    Tahap Transisi
Berlangsung pada usia 17-18 tahun. Pada usia ini individu menyadari keputusannya tentang pilihan karir serta tanggung jawab yang menyertai karir tersebut. Individu akan memadukan orientasi-orientasi pilihan yang dimiliki sebelumnya (minat, kapasitas, dan nilai) untuk dapat direalisasikan dalam kehidupannya. Tahap ini dikenal juga dengan tahap pengenalan secara gradual terhadap persyaratan kerja, pengenalan minat, kemampuan, imbalan kerja, nilai, dan perspektif waktu. Keputusan yang menjadi pilihan itu sudah merupakan bentuk tanggung jawab dan konsekuensi pola karier yang dipilih.

3.      Masa Realistik
Pada tahap relistik anak melakukan eksplorasi dengan memberikan penilaian atas pengalaman-pengalaman kerjanya dala kaitan dengan tuntutan sebenarnya, sebagai syarat untuk bisa memasuki lapangan pekerjaan atau kalau tidak bekerja, untuk melanjutkan ke perguruan tinggi. Masa ini mencakup anak usia 18-24 tahun atau pada masa perkuliahan atau mulai bekerja. Pada masa ini, okupasi terhadap pekerjaan telah mengalami perkembangan yang lebih realistis. Orientasi minat, kapasitas, dan nilai yang dimiliki individu terhadap pekerjaan akan direfleksikan dan diintegrasikan secara runtut dan terstruktur dalam frame vokasional (kristalisasi pola-pola okupasi) untuk memilih jenis pekerjaan dan atau memilih perguruan tinggi yang sesuai dengan arah tentatif mereka (spesifikasi). Masa ini pun dibedakan menjadi tiga tahap yaitu :
1.     Tahap Eksplorasi: yakni tahap dimana individu akan melakukan eksplorasi (menerapkan pilihan-pilihan yang dipikirkan pada masa tentatif akhir dan belum berani mengambil keputusan) dengan memberikan penilaian atas pengalaman atau kegiatan yang berhubungan dengan pekerjaan dalam keterkaitannya terhadap tuntutan kerja yang sebenarnya. Penilaian ini pada hakikatnya berfungsi sebagai acuan dan atau syarat untuk bisa memasuki lapangan pekerjaan atau untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Tahap ini berpusat pada saat masuk ke perguruan tinggi. Pada tahap ini, individu mempersempit pilihan karir menjadi dua atau tiga kemungkinan tetapi pada umumnya masih belum menentu.
2.  Tahap Kristalisasi: yakni tahap dimana penilaian yang dilakukan individu terhadap pengalaman atau kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan pekerjaan baik yang berhasil ataupun yang gagal akan mengental dalam bentuk pola-pola vokasional yang jelas. Pada tahap ini, individu akan mengambil keputusan pokok dengan mengawinkan faktor-faktor internal dan eksternal dirinya untuk sampai pada spesifikasi pekerjaan tertentu, termasuk tekanan keadaan yang ikut memaksa pengambilan keputusan itu. Tahap kristalisasi terjadi saat komitmen pada satu bidang karir tertentu sudah terbentuk. Jika ada perubahan arah, itu disebut “pseudo-crystallization”.
3.    Tahap Spesifikasi: yaitu tahap pilihan pekerjaan yang spesifik atau khusus. Pada tahap ini, semua segmen dalam orientasi karier yang dimulai dari orientasi minat, kapasitas, dan nilai, sampai tahap eksplorasi dan kristalisasi telah dijadikan pertimbangan (kompromi) yang matang (determinasi tugas-tugas perkembangan yang optimal) dalam memilih arah dan tujuan karier dimasa yang akan datang. Tahap spesifikasi terjadi bila individu sudah memilih suatu pekerjaan atau pelatihan profesi untuk karir tertentu.
Berdasarkan tahap-tahap tersebut, setelah anak melakukan eksplorasi dan memadukan faktor-faktor internal dan eksternal, selanjutnya anak memasuki fase kristaliasi dengan mengambil keputusan, dan selanjutnya mengambil keputusan yang lebih spesifik. Berdasarkan teori ini, maka semakin dewasa, proses pemilihan pekerjaan semakin meningkat ke arah yang lebih realistik.
Dari berbagai tahapan yang diklasifikasikan Ginzberg di atas, dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan pemilihan pekerjaan yang terjadi pada individu merupakan suatu pola pilihan karier yang bertahap dan runtut, yang dinilai subjektif oleh individu dalam sosiokulturalnya sejak masa kanak-kanak hingga awal masa dewasanya. Artinya, pada saat keputusan vokasional tentatif dibuat, pilihan-pilihan yang lain akan dicoret. Sehingga individu yang berhasil dalam karier/pekerjaan (memiliki kepuasan kerja) adalah individu yang mampu mengidentifikasi, mengarah, dan mengakomodir semua orientasi minat, kapasitas, dan nilai ke dalam proses kompilasi yang tepat dan dinamis.
Kelompok Ginzberg mengakui adanya variasi individual dalam proses pembuatan keputusan karir. Pola individual perkembangan karir yang tidak sesuai dengan sebayanya disebut “menyimpang”. Terdapat dua penyebab utama penyimpangan itu, yaitu:
A.    Keterampilan okupasional yang sudah berkembang dengan baik secara dini sering menghasilkan pola karir yang dini pula yang menyimpang dari perkembangan normal.
B.        Timing untuk tahap perkembangan realistis itu mungkin secara signifikan lebih lambat datangnya sebagai akibat dari variabel-variabel tertentu seperti instabilitas emosi, berbagai masalah pribadi, dan kekayaan finansial.
Dari penelitian ini muncul sebuah proses khas yang sistematis yang didasarkan terutama pada pola penyesuaian diri remaja yang mengarahkan individu ke pilihan okupasi. Pemilihan okupasi merupakan proses bertahap yang dinilai secara subjektif oleh individu yang bersangkutan dalam sosiokulturalnya sejak masa kanak-kanak hingga awal masa dewasanya.
Pilihan okupasi itu dirumuskan selama individu melalui tahapan-tahapan sebagaimana dideskripsikan dalam penelitian ini. Pada saat keputusan vokasional tentatif dibuat, pilihan-pilihan lain yang potensial dicoret.
Pada awalnya, Ginzberg et al. menyatakan bahwa proses perkembangan pembuatan keputusan okupasional itu tidak dapat diputar balik, yaitu bahwa individu tidak dapat kembali secara kronologis ataupun psikologis ke masa lalu untuk mengubah keputusannya. Konklusi ini kemudian dimodifikasi. Individu dapat mengubah keputusannya tetapi tetap menekankan pentingnya pilihan yang dilakukan secara dini dalam proses pembuatan keputusan karirnya.
Dalam kaji ulang terhadap teorinya, Ginzberg (1984) menekankan kembali bahwa pilihan okupasional merupakan proses pembuatan keputusan seumur hidup bagi mereka yang mencari kepuasan dari kerjanya. Ini berarti bahwa mereka harus senantiasa menilai ulang bagaimana mereka dapat meningkatkan kecocokan antara perubahan tujuan karirnya dengan realita dunia kerja.
Telah terdapat sejumlah evidensi yang mendukung prinsip utama dari teori ini. O’Hara dan Tiedeman (1959) menginvestigasi keempat tahap dari periode tentative (minat, kapasitas, nilai, dan transisi) dan menemukan bahwa tahap-tahap itu memang terjadi sesuai dengan urutan sebagaimana diteorikan, tetapi pada usia yang lebih dini. Studi oleh Davis, Hagan, dan Strouf (1962) dan Hollender (1967) cenderung mendukung konsep perkembangan vokasional, meskipun waktu dan urutan tahap-tahap tersebut belum sepenuhnya didukung.
Konseptualisasi perkembangan proses pembuatan keputusan karir tersebut sangat bertentangan dengan pendekatan trait and faktor. Meskipun belum sepenuhnya teruji, tetapi teori ini memberikan suatu deskripsi tentang suatu proses perkembangan untuk pola perkembangan vokasional yang normal maupun menyimpang. Teori ini lebih bersifat deskriptif daripada eksplanatori; artinya bahwa teori ini tidak memberikan strategi untuk memfasilitasi perkembangan karir ataupun penjelasan tentang proses perkembangannya. Tampaknya kegunaan utama dari teori ini adalah dalam memberikan satu kerangka baru untuk melakukan studi mengenai perkembangan karir.
Diakhir pendapatnya, Ginzberg juga menyimpulkan bahwa pengambilan keputusan dalam pilihan karier itu berlangsung sepanjang hayat, sebagai refleksi dari perubahan minat dan tujuan-tujuan, serta keadaan atau tekanan yang berlangsung dalam kehidupan seseorang. Konsep ini sebagai reaksi edukatif Ginzberg atas kelemaham awal tentang batasan umur masa realistis dari teori yang dibangunnya. Sehingga diakhir pendapatnya, Ginzberg (Munandir, 1996:92) menyatakan bahwa “pemilihan pekerjaan merupakan proses pengambilan keputusan yang berlangsung seumur hidup bagi mereka yang mencari kepuasan dari pekerjaannya. Keadaan ini mengharuskan mereka berulang-ulang melakukan penilaian kembali, dengan maksud mereka dapat lebih mencocokkan tujuan-tujuan karier yang terus berubah-ubah dengan kenyataan dunia kerja”. (Ginzberg, 1984,180).

C.    CARA MEMILIH PEKERJAAN YANG COCOK
Pekerjaan yang sesuai dengan minat & tipe kepribadian adalah idaman setiap orang. Apabila kita bekerja di bidang yang sesuai dengan minat dan tipe kepribadian,umumnya akan lebih sukses dalam menjalani karir, karena pekerjaan terasa lebih menyenangkan.
Tidaklah mudah bagi kita untuk menemukan pekerjaan idaman yang sesuai dengan minat dan kepribadian kita. Apabila kita bekerja di bidang yang sesuai dengan minat dan tipe kepribadian, pada umumnya lebih sukses dalam menjalani karir. Kesesuaian itulah yang membuat orang lebih mencintai dan bahagia dalam menjalankan pekerjaannya, dampaknya pun kita bisa bekerja lebih giat dan rasa tanggung jawab pun semakin tinggi. Untuk itu, marilah kita bahas potensi, minat dan kepribadian Anda sehingga diharapkan bisa mempermudah Anda dalam memilih jenis pekerjaan yang sesuai.
Memilih pekerjaan sesuai dengan minat
1)   Minat pada Ide
Apakah Anda termasuk orang yang selalu ingin tahu, kreatif dan sering mengekploitasi ide-ide yang baru? Jika iya, maka bidang pekerjaan yang cocok untuk Anda adalah bidang penulisan, pengetahuan alam, pengobatan, atau bidang artistik.
·     Minat pada Orang. Apa minat Anda lebih ke arah sosial? Jika Anda termasuk orang yang senang bertemu dengan orang baru, mudah bergaul dan beradaptasi, senang bepergian ke tempat baru, serta berjiwa sosial tinggi, dapat dipastikan bahwa Anda tidak cocok menjadi pekerja kantoran yang berjam-jam berkutat dengan komputer. Pilihan Anda lebih cocok kepada pekerjaan yang mengizinkan Anda untuk dapat bertemu dengan banyak orang seperti Marketing, Konsultan, Sales, atau Public Relation.
·    Minat pada Benda. Anda termasuk orang yang teratur, rapi, dan senang mengerjakan sesuatu dengan terencana, tetapi tidak begitu senang bertemu dengan orang? Jika iya, pekerjaan di belakang meja akan cocok untuk Anda. Anda cocok bekerja di bidang pekerjaan yang memerlukan ketelitian tinggi seperti administasi, akutansi, atau keuangan.


Memilih Pekerjaan sesuai dengan kepribadian
Menurut teori kepribadian yang dikemukakan oleh John Holland. Tipe kepribadian manusia dibagi menjadi 6 tipe, yaitu :
1)   Tipe Realistis. Orang yang bertipe realistis cenderung memiliki keahlian bekerja dengan mesin atau peralatan mekanik. Pekerjaan yang berkutat dengan aktivitas social tidak cocok bagi tipe realistis. Orang dengan tipe realistis biasanya praktis, mekanis, dan realistis. Jika Anda termasuk dalam tipe ini, bekerja sebagai insinyur teknik atau pilot bisa menjadi pilihan.
2)  Tipe Investigatif. Apabila Anda termasuk orang yang pandai dalam memecahkan masalah, tetapi umumnya menghindari pekerjaan yang sifatnya memimpin/mempengaruhi orang, maka Anda tergolong tipe investigatif. Orang dengan tipe realistis biasanya presisi dan intelektual. Bekerja sebagai ahli kimia, dokter gigi, psikiater atau psikolog dan ahli matematika bisa menjadi pilihan bagi orang bertipe investigatif.
3)  Tipe Artistik. Tipe artistik merupakan orang-orang yang suka melakukan aktivitas seni, drama, keterampilan tangan, menulis sastra, tetapi menghindari aktivitas yang rutin dan berulang. Orang dengan tipe artistic biasanya ekspresif, orisinal, dan independen. Jika Anda termasuk tipe ini, bekerja sebagai desainer pakaian, penari, komposer, editor buku, dan desain grafis bisa menjadi pilihan.
4)   Tipe Sosial. Orang dengan tipe social cenderung suka menolong orang, serta menyukai kegiatan sosial yang mengharuskannya untuk berinteraksi dengan banyak orang. Tipe ini merupakan kebalikan dari tipe realistis. Biasanya orang dengan tipe sosial cocok bekerja sebagai guru, penari, konsultan, perawat, atau pekerja sosial.
5)    Tipe Usahawan. Beda halnya dengan orang tipe investigatif, tipe usahawan justru senang memimpin dan mempengarruhi orang lain. Tipe usahawan menghindari pekerjaan –pekerjaan yang membutuhkan observasi dan ketelitian mendalam. Orang dengan tipe usahawan biasanya enerjik, ambisius dan bisa bersosialisasi. Cocok bekerja sebagai sales, pengacara, atau hakim.
6)  Tipe KonvensionaL. Apakah Anda menyukai pekerjaan yang berhubungan dengan angka, berkas-berkas dan segala pekerjaan yang serba teratur? Jika ya, maka Anda termasuk orang dengan tipe konvensional. Bila Anda termasuk tipe ini, Anda dapat memilih pekerjaan sebagai akuntan, administrasi, staf keuangan dan sekretaris sebagai pilihan karir Anda.

D.    PENYESUAIAN DIRI DALAM PEKERJAAN
Menurut Schneiders (dalam Ali dan Asrori, 2006) penyesuaian diri merupakan suatu proses dinamis yang bertujuan untuk mengubah perilaku individu agar terjadi hubungan yang lebih sesuai antara diri individu dengan lingkungannya. Schneiders juga mendefinisikan penyesuaian diri dapat ditinjau dari 3 sudut pandang yaitu penyesuaian diri sebagai bentuk adaptasi, penyesuaian sebagai bentuk konformitas, dan sebagai usaha penguasaan. Namun tetap pada mulanya penyesuaian diri sama dengan adaptasi. Kartono mengungkapkan aspek-aspek penyesuaian diri yang meliputi: 
1.      Memiliki perasaan afeksi yang adekuat, harmonis dan seimbang, sehingga merasa aman, baik budi pekertinya dan mampu bersikap hati-hati.
2.       Memiliki kepribadian yang matang dan terintegrasi baik terhadap diri sendiri maupun orang lain, mempunyai sikap tanggung jawab, berfikir dengan menggunakan rasio, mempunyai kemampuanuntuk memahami dan mengontrol diri sendiri.
3.      Mempunyai relasi sosial yang memuaskan ditandai dengan kemampuan untuk bersosialisasi dengan baik dan ikut berpartisipasi dalam kelompok.) 
4.      Mempunyai struktur sistem syaraf yang sehat dan memiliki kekenyalan (daya lenting) psikis untuk mengadakan adaptasi. 
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek penyesuaian diri adalah sebagai berikut :
Penyesuaian pribadi
Penyesuaian pribadi adalah kemampuan individu untuk menerima dirinya sendiri sehingga ia mampu mengatasi konflik dan tekanan dan menjadi pribadi yang matang, bertanggungjawab dan mampu mengontrol diri sendiri hingga tercapai hubungan yang harmonis antara dirinya dengan lingkungan sekitarnya. Ia menyadari sepenuhnya siapa dirinya sebenarnya, apa kelebihan dan kekurangannya dan mampu bertindak obyektif sesuai dengan kondisi dirinya tersebut. 
Keberhasilan penyesuaian pribadi ditandai dengan tidak adanya rasa benci, lari dari kenyataan atau tanggungjawab, dongkol. kecewa,  atau tidak percaya pada kondisi dirinya. Kehidupan kejiwaannya ditandai dengan tidak adanya kegoncangan atau kecemasan yang menyertai rasa bersalah, rasa cemas, rasa tidak puas, rasa kurang dan keluhan terhadap nasibnya.
Sebaliknya kegagalan penyesuaian pribadi ditandai dengan keguncangan emosi, kecemasan, ketidakpuasan dan keluhan terhadap nasib yang dialaminya, sebagai akibat adanya gap antara individu dengan tuntutan yang diharapkan oleh lingkungan. Gap inilah yang menjadi sumber terjadinya konflik yang kemudian terwujud dalam rasa takut dan kecemasan, sehingga untuk meredakannya individu harus melakukan penyesuaian diri.
Penyesuaian sosial
Penyesuaian sosial merupakan kemampuan individu untuk mematuhi norma dan peraturan sosial yang ada, sehingga ia mampu menjalin relasi sosial dengan baik dan mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya. 
Setiap individu hidup dalam masyarakat, dimana terdapat proses saling mempengaruhi satu sama lain. Dari proses tersebut timbul pola kebudayaan dan tingkah laku sesuai dengan sejumlah aturan, hukum, adat dan nilai-nilai yang mereka patuhi, demi untuk mencapai penyesuaian bagi persoalan-persoalan hidup sehari-hari.
Dalam dunia kerja ada 2 hal yang tidak bisa dipisahkan yaitu karyawan dan perusahaan. Seseorang yang dapat menyesuaikan dirinya dengan pekerjaannya yaitu apabila terdapat adanya kepuasan kerja.
Faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja karyawan, diantaranya adalah kesesuaian pekerjaan, kebijakan organisasi termasuk kesempatan berkembang, lingkungan kerja dan perilaku atasan. faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan menurut Kreitner dan Kinichi, yaitu:
1.     Pemenuhan Kebutuhan (need fulfillment): pekerjakaan memberikan kesempatan pada               individu intuk memenuhi kebutuhannya.
2.    Perbedaan (discrepancies): Kepuasan merupakan suatu hasil memenuhi harapan. Pemenuhan harapan mencerminkan perbedaan antara apa yang diharapkan dan apa yang diperoleh individu dari pekerjaannya.
3.  Pencapaian nilai (volue attainment): Kepuasan hasil dari persepsi pekerjaan memberikan pemenuhan nilai kerja individual.
4.   Keadilan (equity): Kepuasan merupakan fungsi dari seberapa adil individu diperlakukan di tempat kerja.
5.    Komponan genetik (genetic components): Kepuasan kerja merupakan fungsi sifat pribadi dan faktor genetik. perbedaan sifat individu kerja disamping karakteristik  lingkungan pekerjaan.

  
Selain itu ada juga faktor penentu kepuasan kerja yaitu:
1.     Gaji/upah
Menurut Theriault, kepuasan kerja merupakan fungsi dari jumlah absolute dari gaji yang diterima, derajat sejauh mana gaji memenuhi harapan-harapan tenaga kerja dan bagaimana gaji diberikan.
2.     Kondisi kerja yang menunjang
Bekerja dalam ruangan atau tempat kerja yang tidak menyenangkan (uncomfortable) akan menurunkan semangat untuk bekerja. Oleh karena itu, perusahaan harus membuat kondisi kerja yang nyaman dan menyenangkan sehingga kebutuhan-kebutuhan fisik terpenuhi dan menimbulkan kepuasan kerja.
3.     Hubungan kerja
Hubungan dengan rekan kerja: Ada tenaga kerja dalam menjalankan pekerjaannya memperoleh masukan dari tenaga kerja lain (dalam bentuk tertentu). Keluarannya (barang yag setengah jadi) menjadi masukkan untuk tenaga kerja lainya, misalnya pekerja konveksi. Hubugan antara pekerja adalah hubungan ketergantungan sepihak yang berbentuk fungsional.
Hubungan dengan atasan: Kepemimpinan yang konsisten berkaitan dengan kepuasan kerja adalah tenggangrasa (consideration). Hubungan fungsional mencerminkan sejumlah atasa membantu tenaga kerja untuk memuaskan nilai-nilai pekerjaan yang penting bagi tenaga kerja. Hubungan keseluruhan didasarkan pada ketertarikkan antara pribadi yang mencerminkan sikap dasar dan nilai-nilai yang serupa, misalnya keduanya mempuyai pandangan hidup yang sama.

E.     WAKTU LUANG
Waktu luang artinya waktu bebas atau waktu yang memberikan peluang, kepada seseorang untuk bebas atau tidak terikat oleh suatu tugas, pekerjaan, atau kewajiban yang harus dikerjakan secara rutin ia dapat melakukan apa saja menurut kehendaknya yang dapat menimbulkan rasa senang serta mendapatkan kepuasaan dari kesenangn tersebut berguna atau tidaknya waktu luang, sangat tergantung pada bagaimana cara individu-individu menanggapinya. Kesehatan atau sehat adalah suatu keadaan yang mennyatakan bahwa keadaan jasmani, rohani dan kehidupan social seseorang adalah sehat jasmani, sehat rohani, dan sehat social.
Waktu adalah satu-satunya modal yang dimiliki oleh manusia, dan ia tidak boleh sampai kehilangan waktu. – Thomas A. Edison. Meluangkan waktu itu ternyata penting dan banyak cara/kegiatan positif yang bisa dilakukan untuk mengisi waktu luang. Misalnya olahraga, jalan-jalan, melakukan hobby, atau ngeblog. Selain itu, mengisi waktu luang setelah kesibukan yang mendera ibarat bayaran dari pekerjaan itu sendiri. Kita tidak pernah menduga kalau kegiatan yang dilakukan di saat waktu luang bisa juga menghasilkan atau mendapat penghargaan.
Dalam bahasa Inggris waktu luang dikenal dengan sebutan leisure. Kata leisure sendiri berasal dari bahasa Latin yaitu licere yang berarti diizinkan (To be Permited) atau menjadi bebas (To be Free). Kata lain dari leisure adalah loisir yang berasal dari bahasa Perancis yang artinya waktu luang (Free Time), George Torkildsen.
Berdasarkan teori dari George Torkildsen dalam bukunya yang berjudul leisure and recreation management (Januarius Anggoa, 2011) definisi berkaitan dengan leisure antara lain :
1)    Waktu luang sebagai waktu (leisure as time)
Waktu luang digambarkan sebagai waktu senggang setelah segala kebutuhan yang mudah telah dilakukan. Yang mana ada waktu lebih yang dimiliki untuk melakukan segala hal sesuai dengan keinginan yang bersifat positif. Pernyataan ini didukung oleh Brightbill yang beranggapan bahwa waktu luang erat kaitannya dengan kaitannya dengan kategori discretionary time, yaitu waktu yang digunakan menurut pemilihan dan penilaian kita sendiri.
2)    Waktu luang sebagai aktivitas (leisure as activity)
Waktu luang terbentuk dari segala kegiatan bersifat mengajar dan menghibur pernyataan ini didasarkan pada pengakuan dari pihak The International Group of the Social Science of Leisure, menyatakan bahwa: “waktu luang berisikan berbagai macam kegiatan yang mana seseorang akan mengikuti keinginannya sendiri baik untuk beristirahat, menghibur diri sendiri, menambah pengetahuan atau mengembangkan keterampilannya secara objektif atau untuk meningkatkan keikutsertaan dalam bermasyarakat.
3)   Waktu luang sebagai suasana hati atau mental yang positif (leisure as an end in itself or a state of being)
Pieper beranggapan bahwa:“Waktu luang harus dimengerti sebagai hal yang berhubungan dengan kejiwaan dan sikap yang berhubungan dengan hal-hal keagamaan, hal ini bukan dikarenakan oleh faktor-faktor yang datang dari luar. Hal ini juga bukan merupakan hasil dari waktu senggang, liburan, akhir pekan, atau liburan panjang.
4)    Waktu luang sebagai sesuatu yang memiliki arti luas (leisure as an all embracing)
Menurut Dumadezirer, waktu luang adalah relaksasi, hiburan, dan pengembangan diri. Dalam ketiga aspek tersebut, mereka akan menemukan kesembuhan dari rasa lelah, pelepasan dari rasa bosan, dan kebebasan dari hal-hal yang bersifat menghasilkan. Dengan kata lain, waktu luang merupakan ekspresi dari seluruh aspirasi manusia dalam mencari kebahagiaan, berhubungan dengan tugas baru, etnik baru, kebijakan baru, dan kebudayaan baru.
5)    Waktu luang sebagai suatu cara untuk hidup (leisure as a way of living)
Seperti yang dijelaskan oleh Goodale dan Godbye dalam buku The Evolution Of Leisure : “Waktu luang adalah suatu kehidupan yang bebas dari tekanan-tekanan yang berasal dari luar kebudayaan seseorang dan lingkungannya sehingga mampu untuk bertindak sesuai rasa kasih yang tak terelakkan yang bersifat menyenangkan, pantas, dan menyediakan sebuah dasar keyakinan”. Hal senada juga diungkapkan oleh Soetarlinah Sukadji (Triatmoko, 2007) yang melihat arti istilah waktu luang dari 3 dimensi, yaitu:
a)  Dilihat dari dimensi waktu, waktu luang dilihat sebagai waktu yangtidak digunakan untuk bekerja mencari nafkah, melaksanakan kewajiban, dan mempertahankan hidup
b)  Dari segi cara pengisian, waktu luang adalah waktu yang dapat diisi dengan kegiatan pilihan sendiri atau waktu yang digunakan dan dimanfaatkan sesuka hati.
c) Dari sisi fungsi, waktu luang adalah waktu yang dimanfaatkan sebagai sarana mengembangkan potensi, meningkatkan mutu pribadi, kegiatan terapeutik bagi yang mengalami gangguan emosi, sebagai selingan hiburan, saranarekreasisebagai kompensasi pekerjaan yang kurang menyenangkan, atau sebagai kegiatan menghindari sesuatu.
Manfaat Mengisi Waktu Luang
Orang yang menggunakan waktu secara efisien akan memperoleh banyak keuntungan, misalnya mereka dapat menyelesaikan pekerjaannya tepat waktu, sehingga ada waktu untuk memulihkan kebugaran fisik dan mental, rekreasi, dan interaksi sosial. Manfaat mengisi waktu luang yaitu menurut Soetarlinah Sukadji (Triatmoko, 2007) yaitu:
a.       Bisa meningkatkan kesejahteraan jasmani.
b.      Meningkatkan kesegaran mental dan emosional.
c.       Membuat kita mengenali kemampuan diri sendiri.
d.      Mendukung konsep diri serta harga diri.
e.       Sarana belajar dan pengembangan kemampuan.
f.    Pelampiasan ekspresi dan keseimbangan jasmani, mental, intelektual, spiritual, maupun estetika.
              g. Melakukan penghayatan terhadap apa yang anda sukai tanpa tidak mempedulikan segi materi.

Kegiatan Waktu Luang
Berdasarkan definisi teori waktu luang yaitu waktu luang sebagai aktivitas yaitu waktu yang berisikan berbagai macam kegiatan baik untuk beristirahat, menghibur diri sendiri, menambah pengetahuan serta menggunakan keterampilan secara objektif untuk meningkatkan keikutsertaan dalam bermasyarakat setelah melepaskan diri dari segala pekerjaan rutinnya, keluarga dan lingkungan sosial dan waktu luang sebagai relaksasi, hiburan, dan pengembangan diri. Beberapa kegiatan mengisi waktu luang diantaranya:
a.       Relaxation Activity (Kegiatan Relaksasi)
Menurut Soetarlinah Sukadji (Triatmoko, 2007) kegiatan relaksasi diantaranya kegiatan relaksasi aktif misalnya: membetulkan alat rumah tangga atau berbenah rumah, memperbaiki sepeda motor. Kegiatan tersebut sifatnya produktif cenderung meningkatkan ketrampilan dan harga diri. Selain itu bisa melakukan relaksasi pasif dengan cara menonton televisi, mendengarkan musik, dan membaca tulisan ringan. Namun terlalu banyak melakukan kegiatan relaksasi pasif akan membuat kehilangan waktu untuk kegiatan yang lebih produktif.
b.      Entertainment Activity (Kegiatan Hiburan)
Fine, Mortimer, & Robert (Broderick & Blewitt, 2006), menyebutkan bahwa kegiatan hiburan atau rekreasi dapat mempromosikan penguasaan keterampilan, seperti olahraga partisipasi, hobi, dan kesenian atau mungkin lebih murni rekreasi seperti bermain video game, melamun atau nongkrong dengan teman-teman. Menurut Ahmad H. Kanzun (2002: 68) Kegiatan olahraga termasuk dalam salah satu kegiatan yang positif dan terarah. Karena dengan berolahraga, remaja dapat menjaga kondisi tubuhnya agar selalu sehat dan dapat melakukan segala aktifitasnya.

2.      SELF-DIRECTED CHANGES
A.    Pengertian Self-Directed Changes
Menurut Gibbons (2002), self directed learning adalah peningkatan pengetahuan, keahlian, prestasi, dan mengembangkan diri dimana individu menggunakan banyak metode dalam banyak situasi dalam setiap waktu. Self directed learning diperlukan karena dapat memberikan siswa kemampuan untuk mengerjakan tugas, untuk mengkombinasikan perkembangan kemampuan dengan perkembangan karakter dan mempersiapkan siswa untuk mempelajari seluruh kehidupan mereka. Self directed learning meliputi bagaimana siswa belajar setiap harinya, bagaimana siswa dapat menyesuaikan diri dengan keadaan yang cepat berubah, dan bagaimana siswa dapat mengambil inisiatif sendiri ketika suatu kesempatan tidak terjadi atau tidak muncul.
Knowles (dalam Jennings, 1975) menambahkan bahwa self directed learning adalah sebuah proses dimana sebuah dimana individu mengambil inisiatif, dengan atau tanpa bantuan orang lain, dan proses dalam self-directed learning ini dilakukan dengan menyadari kebutuhan sendiri dalam belajar, mengatur tujuan pribadi, membuat keputusan pada sumber dan strategi belajar dan menilai hasil.
Menurut Long (dalam Bath & Kamath, 2005) self directed learning adalah proses mental yang biasanya disertai dan didukung dengan aktivitas perilaku yang meliputi identifikasi dan pencarian informasi. Dalam self directed learning, pelajar secara sengaja menerima tanggung jawab untuk membuat keputusan tentang tujuan dan usaha mereka sehingga mereka sendiri yang menjadi agen perubahan dalam belajar.
Teori Guglielmino (dalam Shiong,dkk, 1977) mengemukakan bahwa self directed learning dapat terjadi dalam banyak situasi yang bervariasi, mulai dari ruangan kelas yang berfokus pada guru secara langsung (teacher directed) menjadi belajar dengan perencanaan siswa sendiri (self planned) dan dilakukan sendiri (self conducted). Guglielmino (1977) lebih lanjut menyatakan tentang karakteristik yang dimiliki oleh pelajar, yakni sikap, nilai, kepercayaan, dan kemampuan yang akhirnya menentukan apakah self directed learning terjadi pada suatu situasi belajar.
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa self directed learning adalah peningkatan pengetahuan, keahlian, prestasi, dan pengembangkan diri individu yang diawali dengan inisiatif sendiri dengan belajar perencanaan belajar sendiri (self planned) dan dilakukan sendiri (self conducted), menyadari kebutuhan belajar, tujuan belajar, membuat strategi belajar, menilai hasil belajar, serta memiliki tanggung jawab sendiri menjadi agen perubahan dalam belajar.
B.     Konsep dan Penerapan Self-directed Changes
a)      Meningkatkan kontrol diri
Mendasarkan diri pada kesadaran bahwa pada setiap manusia memiliki kemampuan untuk mengembangkan dirinya sesuai dengan kondisi yang dimiliki setiap manusia. Itu dapat terjadi sebagai akibat perubahan dalam struktur kognitif yang dihasilkan oleh perubahan struktur kognitif itu sendiri atau perubahan kebutuhan juga adanya motivasi internal serta belajar yang efektif. Contoh: Seseorang yang suka memakan makanan cepat saji ingin melepaskan dari kebiasaan tersebut karna tidak baik untuk kesehatan.
b)      Menetapkan tujuan
Dimaksudkan untuk menjaga individu agar tetap tertuju pada proses pembelajaran, dalam arti dapat mengetahui dan mampu secara mandiri menetapkan mengenai apa yang ingin dipelajari dalam mencapai kesehatan mental, serta tahu akan kemana tujuan hidupnya, cakap dalam mengambil keputusan dan mampu berpartisipasi di masyarakat dan akan mampu mengarahkan dirinya. Contoh: Kita harus menahan keinginan kita untuk memakan makan cepat saji mungkin kita bisa menggantinya dengan makanan yang tampaknya sama tapi dibuat sendiri jadi lebih sehat atau menggantinya dengan alternative makanan sehat lainnya.
c)      Pencatatan perilaku
Menguatkan perilaku ulang kalau individu merasa bisa mengambil manfaat dari perilaku yang pernah dilakukan sebelumnya, kemungkinan lain yang bisa menjadikan seseorang mengulang perilaku sebelumnya karena merasa senang dengan apa yang pernah dilakukan. Contoh: Jika kita mempunyai kebiasaan memakan makanan cepat saji, catat hal-hal apa saja yang mungkin mengganggu kita untuk tidak makan makanan cepat saji. Misalnya dengan mengalihkan ke makanan yang sehat.
d)     Menyaring anteseden perilaku
Bisa membagi perilaku sasaran ke dalam perubahan, serta membantu individu agar lebih siap dalam mempelajari perilaku tersebut. Pemahaman akan anteseden perilaku membantu individu agar dapat dengan tepat memilih nilai-nilai dan merencanakan strategi. Contoh: Selain memakan makanan cepat saji, misalnya kita sering meminum minuman keras. Lalu kita tuliskan kebiasan tersebut untuk di ubah menjadi lebih baik. Dari situ mungkin kita akan berpikir sebenarnya selama ini baik atau burukkah kebiasaan tersebut untuk kesehatan kita.
e)      Menyusun konsekuensi yang efektif
Pemahaman dalam arti sehat mental dapat menentukan perubahan pada individu dalam melakukan mobilitas untuk melakukan segala sesuatu aktifitas –aktifitas yang dilakukan oleh manusia, dalam menanggapi stimulus lingkungan, yang meliputi aktivitas motoris, emosional,dan kognitif dalam mencapai kematangan mental.
f)       Menerapkan perencana intervensi
Membawa perubahan, tentunya pada perubahan yang lebih baik. Dalam arti pemahaman nilai-nilai, karakter / watak, dan cara cara berperilaku secara individual. Dalam arti kita harus lebih memahami cara berperilaku pada kegiatan proses pembentukan watak dan pembelajaran secara terencana.
g)      Evaluasi
Faktor yang penting untuk mencapai kematangan pribadi, sedangkan salah satu faktor penting untuk mengetahui keefektivan adalah evaluasi baik terhadap proses maupun hasil pembelajaran.


DAFTAR PUSTAKA: